Kendala Pandemi Covid-19, SMK Mentari Kupang Lobi PKL di Kapal tanpa Buku Pelaut

Kendala Pandemi Covid-19, SMK Mentari Kupang Lobi PKL di Kapal tanpa Buku Pelaut

Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/INTAN NUKA
Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu yang ditemui usai mengikuti Pertemuan Bakohumas Setda Provinsi NTT di Hotel Ima, Jumat (18/6/2021). 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Kendala Pandemi Covid-19, SMK Mentari Kupang Lobi PKL di Kapal tanpa Buku Pelaut.

Pandemi Covid-19 telah memberikan pengaruh pada pelaksanaan pendidikan di NTT. Salah satunya bagi sekolah menengah kejuruan (SMK) yang materi ajarnya lebih berfokus pada praktik.

Kepala Sekolah SMK Swasta Kelautan Mentari Kupang, Salmun Kapitan menceritakan kondisi Covid-19 sangat menyulitkan pihaknya dalam menyelenggarakan pendidikan khususnya praktik. Pasalnya, para siswa kesulitan menjalani praktik kerja lapangan ( PKL) di atas kapal karena tidak memenuhi syarat yang ada.

Sebelum pandemi Covid-19, sekolah memfasilitasi para siswa untuk mendapatkan Buku Pelaut dan sertifikat basic safety training (BST). Biasanya para siswa akan dikirim ke luar daerah untuk mendapatkan buku tersebut. Buku itu menjadi syarat untuk melakukan PKL di atas kapal.

Namun, karena adanya pembatasan Covid-19, pihak sekolah dan orang tua tidak mau mengambil risiko mengirimkan anak ke luar daerah. Akibatnya, para siswa kini tidak memiliki Buku Pelaut dan sertifikat BST. Pihak sekolah pun harus melobi perusahaan pelayaran agar bisa menerima para siswa yang akan PKL tanpa buku tersebut.

"Tahun lalu kami lobi untuk bisa dapat. Ada 71 siswa. Tahun ini 41 siswa. Kini, panitia sementara bekerja. Kemarin surat sudah keluar untuk melobi perusahaan pemerintah maupun swasta, kalau kami bisa diterima tanpa BST ya seperti tahun lalu. Kami berharap bisa," kata Salmun kepada wartawan usai mengikuti Pertemuan Bakohumas Setda Provinsi NTT di Hotel Ima, Jumat (18/6).

"Sekarang kami tidak bisa beri dua buku itu. Jadi setelah anak-anak tamat, baru mereka urus sendiri, mereka cari sendiri buku pelaut. Paling mudah itu difasilitasi oleh sekolah," sambungnya.

Buntut dari ketiadaan buku pelaut dan sertifikat BST itu, kata Salmun, pihak sekolah harus mengasuransikan para siswa. Hal itu dikarenakan pihak kapal tidak mau mengambil risiko jika terjadi hal yang tidak diinginkan di atas kapal.

"Jadi kalau ada apa-apa di kapal, bisa tertolong dengan asuransi. Minimal asuransi kecelakaan kerja. Itu kapal tidak bertanggung jawab, kami sekolah yang tanggung jawab," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu yang hadir dalam kesempatan tersebut meminta agar sekolah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan pihak ASDP guna mencari jalan keluar bagi para siswa yang akan melakukan PKL di atas kapal.

"Kami dorong ASDP untuk merespon kebutuhan anak didik kita. Bisa diatur, tidak harus sekalian 41 orang, bisa bertahap 10 orang dulu dan sebagainya," ungkap Marius.

Dia juga berharap pihak sekolah bisa melakukan audiensi bersama gubernur karena ada juga kapal feri milik pemerintah. Dia meminta kepala sekolah untuk segera melayangkan surat permohonan audiensi.

"Yang paling utama itu anak didik kita tidak boleh dirugikan. Kita harus mencari jalan bagaimana kebutuhan anak didik terakomodir sesuai persyaratan yang ada," tegasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved