Pedagang Resah Pajak Sembako, MPR Minta Kaji Ulang PPN

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) Sembako, termasuk beras, gabah, garam, gula, telur dan daging

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
Pedagang di Pasar Kasih Naikoten saat ditemui Pos-Kupang.Com, Jumat 11 Juni 2021. 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) Sembako, termasuk beras, gabah, garam, gula, telur dan daging. Hal itu tercantum dalam draf perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kebijakan itu ditentang berbagai pihak, termasuk pedagang.

Seorang pedagang di Pasar Kasih Naikoten, Kota Kupang, Rustam tidak menyetujui sembako dikenakan PPN. Dia mengaku tidak senang, apalagi pandemi Covid-19 belum berlalu.

"Dalam situasi pandemi Covid-19 ini saja kami sebagai pedang sudah merasa susah, apalagi akan dikenakan pajak. Istilahnya kami sudah susah tambah susah lagi," ucap Rustam, Jumat (11/6/2021).

Rustam sudah lima tahun berdagang telur. Dia minta kebijaksanaan pemerintah untuk memperhitungkan kesejahteraan masyarakat saat pandemi Covid-19 karena kondisi pasar masih sepi.

Baca juga: Bukan Ayu Ting Ting, Ternyata Wanita Ini yang Gayanya Selalu Persis Seperti Nagita Slavina, Siapa?

Baca juga: Wacana Pajak Bahan Pangan, YLKI: Tidak Manusiawi

Menurutnya, sejak awal pandemi Covid-19 hingga saat ini pendapatan dari hasil jualan telur menurun.

Suasana Pasar Kasih Naikoten dan Pasar Fatubesi
Suasana Pasar Kasih Naikoten dan Pasar Fatubesi (POS KUPANG.COM/INTAN NUKA)

"Jadi, saya berharap pemerintah jangan berlakukan rencana pajak sembako tersebut, karena saat ini saja kami sudah susah, apalagi diberlakukan pasti tambah susah," katanya.

Pedagang lainnya, Indri mengatakan pajak untuk sembako belum tepat. Menurut Indri, pedagang masih susah sampai mengalami penurunan omzet dikarenakan pandemi Covid-19.

"Saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19, dan situasi pasar yang masih belum pulih, jadi saya meminta agar pemerintah mempertimbangkan rencana tersebut, bila perluh dibatalkan saja," kata Indri.

Baca juga: Tidak ke Rumah Makan Mewah, Wawan Puji Sajian Kuliner Tradisional Ende

Baca juga: NEWS ANALYSIS Agus Pambagio Pengamat Kebijakan Publik: PPN Sembako Bebani Rakyat

Penjual bawang, Ama tidak setuju dengan rencana pemerintah menarik PPN sembako. Dia sudah membayangkan betapa sulitnya jika pemerintah benar-benar memberlakukan kebijakan itu.

"Saya belum bisa menerima rencana pemerintah tersebut, karena saat ini hasil penjualan masih alami penurunan, belum lagi untuk kebutuhan lainnya," ujar Ama.
Sejumlah pedagang di Kabupaten Ende juga tidak setuju dengan rencana pemerintah memberlakukan PPN sembako.

"Yah ini jadi soal, terutama bagi kami pedagang. Kita sedang repot dengan Covid-19 yang belum tahu kapan hilang, terus ada kebijakan begini, bagaimana kita pedagang," keluh Sarlon, Jumat kemarin.

Menurut Sarlon, kebijakan tersebut diberlakukan kepada perusahaan atau distributor. "Pedagang macam kami jangan," ujarnya.

Suasana Pasar Kasih Naikoten dan Pasar Fatubesi
Suasana Pasar Kasih Naikoten dan Pasar Fatubesi (POS KUPANG.COM/INTAN NUKA)

Pedagang lainnya, Syamsidar belum tahu rencana pemberlakukan PPN sembako. Meski demikian, dia berharap kebijakan itu dikaji lagi.

"Saya ini baru jual empat hari sudah dapat informasi begini. Pikir lagi lah, kita pedagang dengan situasi pandemi begini yah sulit," ucapnya.

"Kalau tetap diberlakukan, saya berharap ada hal baik di balik itu. Mungkin bantuan tambahan modal usaha atau lainnya," tambah Syamsidar.

Pendapat berbeda disampaikan distributor sembako. Direktur CV Langgeng Sejahtera, Hartono menyambut positif terhadap rencana pemerintah memberlakukan PPN sembako.

Hartono mengatakan, PPN sembako masih sebatas wacana. "Kita belum tau pastinya seperti apa. Pasti kan pemerintah keluarkan begitu pasti ada alasannya," kata Hartono saat ditemui di gudang CV Langgeng Sejahtera, Desa Nanganesa, Kabupaten Ende, Jumat (11/6).

Menurutnya, dalam situasi pandemi Covid-19 ini memang serba dilema. Oleh karena itu, rencana PPN sembako perlu dipahami secara baik.

"Sebetulnya soal susah yah hampir semua negara susah bukan Indonesia saja. Tapi sesusah-susahnya masih dapat bantuan, vaksin Covid-19 gratis. Banyak hal yang dipermudah yang mungkin kita tidak sadar," ujarnya.

Ia menyatakan, selama ini memang bahan sembako seperti beras, minyak goreng, gula sebelumnya PPN nol.

"Tapi kalau komoditi segitu banyak dinolkan semua, saat pandemi begini pendapatan negara turun sementara rakyat yang dihidupi jumlahnya banyak," ungkapnya.

Manager CV Langgeng Sejahtera, Hendra mengatakan, rencana dan kebijakan pemerintah mesti dilihat secara komprehensif. "Kita tidak mau mendahului jadi perlu dipahami dulu baik rencana pemerintah ini," kata Hendra.

Kaji Ulang

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) juga melayangkan protes. Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri meminta pemerintah menghentikan wacana ini. Mereka menilai, pengenaan PPN untuk barang pokok akan membebani masyarakat.

Menurut Abdullah, saat ini saja pedagang pasar kesulitan karena mengalami penurunan omzet sekitar 50 persen. Pemerintah pun dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan dalam beberapa bulan terakhir.

Dia mengambil contoh beberapa bahan pangan, seperti cabai dan daging sapi. Belakangan, harga cabai naik mencapai Rp 100.000.

"Mau dibebani PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar," kata Abdullah.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam kebijakan tersebut. "Kami akan melakukan aksi gerakan digabungkan dengan isu omnibus law dan isu kenaikan PPN terhadap sembako," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/6).

"Orang kaya diberi relaksasi pajak, termasuk produsen mobil diberikan relaksasi PPnBM dalam kapasitas tertentu 0% tapi rakyat untuk makan yang kita kenal dengan sembako direncanakan dikenai pajak," katanya.

Gelombang penolakan datang dari anggota DPR RI, di antaranya anggota Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto. "Pemerintah ini justru menyasar kepada orang-orang kaya dan menekan orang-orang miskin dengan pengadaan PPN ini. Sembako ini sensitif juga, sementara mobil saja dibebaskan," kata Wihadi.

Sedangkan Marwan Cik Asan dari Fraksi Demokrat mengatakan yang dilakukan pemerintah dengan rencana pajak sembako adalah pengkhianatan buat rakyat. "Kita nggak bisa memajaki terus menerus rakyat, apalagi ada pemikiran mau memajaki sembako. Lah sembako rakyat aja kita bagi-bagi," ucapnya.

Kritik juga datang dari politisi PDIP, Eriko Sotarduga. Ia meminta agar Ditjen Pajak Kemenkeu menyerahkan peta jalan perpajakan Indonesia. Sehingga kebijakan yang ditempuh tidak tiba-tiba hadir.

"PPN jangan yang sembako, sepakat. Tapi juga bayar pajak sebelum masuk ke kantongnya. Kami perlu roadmapnya, sehingga banggar bukan sekedar mengetok dan paham strategi pemerintah. Ini momentum untuk menunjukkan di situasi berat, ada peluang yang lebih baik," ujar Eriko.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan dampak buruk jika rencana pengenaan pajak terhada psembako diterapkan.

Menurutnya, hal itu berpotensi menambah beban hidup masyarakat yang sudah dibebani kondisi sulit adanya pandemi Covid-19.

"Meminta pemerintah mengkaji ulang secara sosiologis baik dari sisi produksi ataupun konsumsi terhadap rencana tersebut, dikarenakan kenaikan PPN terhadap bahan pokok sangat berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat," kata Bamsoet, Jumat (11/6).

Ia mengatakan, bakal terjadi penurunan daya beli masyarakat, meningkatkan biaya produksi, dan menekan sisi psikologis petani, serta meningkatkan angka kemiskinan jika diberlakukan saat perekonomian masyarakat belum pulih.

Rencana pengenaan pajak pada sembako tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang beredar ke publik.

Belum Berlaku

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemajakan sembako bukan berarti pemerintah tak memikirkan masyarakat kecil. Yustinus menyatakan, pemerintah tengah mereformasi sistem perpajakan supaya lebih adil (fair) dan tepat sasaran.

Pasalnya objek pajak yang dikecualikan PPN-nya saat ini termasuk sembako, banyak pula dikonsumsi masyarakat mampu yang seharusnya bisa membayar.

"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, enggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri," cuit Yustinus dalam akun Twitternya, Rabu (9/6).

Pada Jumat (11/6), Yustinus mengatakan, pemerintah saat ini fokus memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

"Jadi tidak benar kalau bakal ada pajak dalam waktu dekat, pajak sembako, jasa pendidikan, kesehatan, besok, atau bulan depan, tahun ini dipajaki. Tidak," kata Yustinus dalam webinar, Jumat (11/6).

Yustinus menuturkan, saat ini pemerintah belum membahas revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) soal pajak sembako dan jasa pendidikan itu dengan DPR.

Meski kerangka kebijakannya sudah ada, wacana kenaikan PPN untuk sembako hingga beberapa barang/jasa lainnya tak serta-merta dibahas karena belum dibicarakan dalam rapat paripurna.

Munculnya kerangka kebijakan baru tersebut lantaran pemerintah dan DPR sudah sepakat membahas RUU KUP dalam waktu dekat. Rencana pengenaan PPN untuk sembako hingga pendidikan sendiri sebetulnya sudah dibahas sejak lama.

"RUU-nya masih di pimpinan DPR bahkan belum diparipurnakan dan belum dibahas. Kita masih terus mendengarkan aspirasi banyak pihak," ujar Yustinus. (cr6/kk/tribun network/kompas.com)

Sembako

- Beras
- Gabah
- Jagung
- Sagu
- Kedelai
- Garam (yodium dan non yodium)
- Telur (yang tidak diolah, telur yang dibersihkan, diasinkan atau dikemas)
- Sayur-sayuran:
Sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
- Daging:
Daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan caralain, dan atau direbus
- Susu:
Susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan atau dikemasa tau tidak dikemas
- Buah-buahan:
Buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas

Sumber: Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved