Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 9 Juni 2021: Kita Butuh Yesus
Hukum Taurat atau Torah berasal dari bahasa Ibrani yakni Yarah yang berarti memberi pengajaran, mengajarkan, dan menunjukkan.
Renungan Harian Katolik, Rabu 9 Juni 2021: Kita Butuh Yesus (Mat 5:17-19)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Hukum Taurat merujuk pada lima Kitab Perjanjian Lama. Hukum Taurat atau Torah berasal dari bahasa Ibrani yakni Yarah yang berarti memberi pengajaran, mengajarkan, dan menunjukkan. Maka Torah bisa juga diartikan sebagai instruksi, perintah yang memiliki kekuatan mengikat umat Israel.
Ketika membaca Perjanjian Lama, kita akan menemukan banyak sekali perintah dan larangan. Bagi orang Israel yang setia pada kata-kata Musa, perintah dan larangan itu wajib dituruti atau dilaksanakan.
Matius mencatat firman Yesus dalam Khotbah di Bukit: “Janganlah kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Mat 5:17-18).
Para ahli dan umat yang kritis sering mendebatkan pernyataan Yesus ini. Jika Yesus tidak “meniadakan” hukum Taurat, maka hukum Taurat masih mengikat. Dengan demikian, perintah seperti hari Sabat harus tetap berlaku, bersama dengan banyak perintah lain dari Hukum Musa.
Asumsi ini didasarkan pada kesalahpahaman kalimat dan maksud dari perikop. Yesus tidak sedang menyatakan kalau sifat mengikat dari hukum Musa akan tetap berlaku selamanya. Pandangan seperti itu akan bertentangan dengan bagian lain di Perjanjian Baru (Rom 10:4; Gal 3:23-25; Ef 2:15).
Maka kita mesti membahas secara khusus makna kata “meniadakan.” Kata ini diterjemahkan dari kata Yunani Kataluo, yang secara harfiah berarti “menghancurkan.” Kata ini ditemukan tujuh belas kali dalam Kitab Perjanjian Baru.
Kata “menghancurkan” ini digunakan pada penghancuran bait-bait suci Yahudi oleh orang Romawi (Mat 26:61; 27:40; Kis 6:14). Hal yang sama juga terkait penghancuran tubuh manusia ketika meninggal (2Kor 5:1). Kata ini mempunyai arti luas dari “menjatuhkan,” yakni termasuk “membuat gagal, mencabut keberhasilan.” Dalam bahasa Yunani klasik, istilah ini dikaitkan dengan institusi dan hukum untuk menyampaikan gagasan “menghapuskan.”
Kita mesti memperhatikan bagaimana kata tersebut digunakan dalam Injil Matius 5:17. Dalam konteks ini, kata “meniadakan” menjadi lawan dari kata “menggenapi.” Kristus datang “… bukan untuk meniadakan, tetapi untuk menggenapi.”
Yesus tidak datang ke dunia ini untuk menjadi lawan dari hukum Taurat. Yesus juga tidak datang untuk menghalangi penggenapan hukum Taurat. Sebaliknya, Dia menghormati, mencintai, mematuhi, dan melaksanakan hukum Taurat.
Dia menggenapi kitab para nabi mengenai Diri-Nya (Luk 24:44). Kristus menggenapi tuntutan-tuntutan Hukum Musa yang menuntut kepatuhan sempurna di bawah ancaman “kutuk” (Gal 3:10-13). Artinya, rancangan Ilahi atas hukum Taurat akan selamanya memiliki pengaruh kekal. Tujuan yang ditentukan oleh Hukum Taurat inilah yang akan selalu digenapi-Nya.
Yesus dengan sederhana menjelaskan tidak ada satu “iota atau titik” pun (perwakilan tanda terkecil dari aksara Ibrani) yang akan dihilangkan sampai semuanya digenapi. Oleh karena itu, tidak ada bagian dari hukum Taurat yang ditiadakan sampai seluruhnya benar-benar digenapi.
Yesus telah menggenapi seluruh hukum Taurat. Pertama, Yesus memprioritaskan Kasih daripada hukum. Kita temukan banyak contoh dalam Perjanjian Baru, Yesus mengutip Hukum Taurat tapi kemudian memberikan perintah baru.
Matius 5:43-44, "“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Yesus menegaskan bahwa kedatangan Juru Selamat sudah membawa manusia ke dalam era baru yaitu era Kasih Karunia. Hukum Taurat tidak menyelamatkan. Yang menyelamatkan adalah karunia Allah melalui iman kepada Yesus Kristus.
Kedua, Yesus memprioritaskan hati ketimbang seremoni. Kitab Perjanjian Baru menarik karena menghadirkan perseteruan antara Yesus dan ahli-ahli Taurat serta orang Farisi. Yesus yang begitu lemah lembut dan penuh kasih, bisa menjadi tegas dan tajam ketika bicara mengenai ahli-ahli Taurat dan orang Farisi.
Matius 23:25-28, misalnya, Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang munafik, Yesus jelas-jelas menunjukkan ketidaksukaan-Nya karena mereka adalah golongan elite munafik. Di luar tampaknya baik sekali tetapi hati mereka buruk. Mereka merasa dirinya baik karena melakukan Hukum Taurat sehingga tidak memerlukan Kristus. Itulah yang akhirnya membuat mereka mudah menghakimi dan sombong secara rohani.
Hukum Taurat yang sudah diperbarui oleh Yesus adalah hukum yang bersifat seremoni dan yudisial. Hukum Taurat bukanlah alat untuk menghakimi orang lain. Melalui Hukum Taurat kita harusnya disadarkan bahwa sekalipun kita bisa memoles penampilan luar begitu rohani, tapi hati kita tanpa Yesus, tetaplah kotor.
Jadi, kita butuh Yesus tinggal di dalam hati dan menebus dosa kita. Kita butuh Roh Kudus-Nya untuk menginsafkan kita dari dosa dan mengingatkan kita hidup benar. *
Simak juga video renungan harian katolik berikut:
Akses artikel-artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI