Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Selasa 8 Juni 2021: Berani Memberi Diri
Kesederhaan ini terkadang membuat manusia melupakannya. Padahal garam dan terang itu menjadi bagian utuh dari sejarah hidup manusia.
Renungan Harian Katolik, Selasa 8 Juni 2021: Berani Memberi Diri (Mat 5:13-16)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Garam dan cahaya, terang, adalah unsur sederhana dalam keseharian hidup manusia. Kesederhaan ini terkadang membuat manusia melupakannya. Padahal garam dan terang itu menjadi bagian utuh dari sejarah hidup manusia.
Garam dan terang adalah fakta di depan mata. Tapi kehadiran dua unsur sederhana ini menarasikan sebuah proses yang panjang. Orang-orang kecil dan sederhana berkeringat memasak air laut yang melalui proses pengawetan alamiah untuk selanjutnya diolah menjadi garam yang memiliki kekuatan mengenakkan makanan.
Penulis teringat bagaimana orang-orang Lamalera Lembata bekerja keras mengambil air laut bersih, mengumpulkannya dalam kolam kecil selama beberapa waktu, mengambil dan mememasak hingga menjadi garam putih lalu menjualnya ke pasar atau ke kampung-kampung pedalaman. Sebuah proses yang makan waktu, tenaga dan pikiran.
Cahaya menjadi kebutuhan vital manusia sepanjang sejarah peradaban. Tuhan menciptakan matahari yang menjadi sumber cahaya asli. Manusia lalu terinspirasi oleh karya Tuhan ini dan berkreasi menghadirkan pelita yang berpuncak pada cahaya listrik.
Cahaya menghadirkan harapan bagi perkembangan peradaban. Cahaya menjadi tanda kehidupan. Orang bisa bekerja: bercerita, membaca, menulis dan melakukan usaha kreatif sepanjang dua puluh empat jam.
Tuhan menghargai hal-hal yang kecil dan sederhana. Ia menggunakan garam dan terang untuk menginspirasi semua orang agar menaruh hati dan pikiran pada fakta yang sederhana dan biasa-biasa. Tuhan selalu menggunakan perumpamaan yang bertolak dari kenyataan setiap hari untuk mengajak pendengar lebih bertolak masuk “ke dalam”dan menikmati hidup yang konkret dan sederhana.
Garam mengenakkan makanan khususnya sayur. Ketika orang memakan daging atau ikan pun, orang akan mencari garam sebagai pengenaknya.
Sementara cahaya menerangi keadaan di mana kita hidup. Pada siang hari kita menikmati cahaya matahari. Kadang cahaya matahari itu garang seolah hendak membakar kulit tubuh. Tapi terkadang lembut menyapa bibir bumi dan memanjakan kulit badan.
Keberadaan garam dan terang ini menjadi jalan bagi Tuhan untuk menyadarkan manusia agar menjadi “garam dan terang” bagi sesama dan lingkungan tempat kita hidup.
Satu hal yang bisa kita pelajari dari garam dan terang adalah keduanya berani memberikan diri utuhnya untuk membahagiakan manusia. Pemberian diri garam dan terang itu menarasikan keberanian keduanya untuk keluar dari diri sendiri.
Garam berani melarutkan dirinya ke dalam beragam jenis makanan khususnya sayur untuk mengenakkannya. Sementara lilin berani membakar dirinya sendiri agar bisa menghasilkan cahaya untuk menerangi situasi dan manusia di sekitarnya. Keberanian untuk menjadi “pengenak” dan “penerang” inilah yang menjadi titik pijak refleksi bagi kita.
Moga hidup kita benar-benar menjadi “garam” terang” bagi orang lain. Kita berani tulus memberi diri: pikiran dan apa yang kita miliki ketika orang lain lebih membutuhkannya. Ketika kita mencintai orang-orang dan tanah tempat kita berpijak maka pemberian diri itu akan hadir secara alamiah. Tuhan memberkati. *
Simak juga video renungan harian katolik berikut:
Akse artikel-artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI