Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 7 Juni 2021: Berbagi
Jean Couteau, kolumnis, menulis sebuah artikel bagus “Berbagi Kasih” di Kompas edisi Minggu 6 Juni 2021.
Renungan Harian Katolik, Senin 7 Juni 2021: Berbagi (Mat 5:1-12)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Jean Couteau, kolumnis, menulis sebuah artikel bagus “Berbagi Kasih” di Kompas edisi Minggu 6 Juni 2021. Ia menceritakan, saat kecil, keluarganya kedatangan seorang tamu dari Afrika. Ia akan menempati sebuah paviliun di rumah mereka selama beberapa waktu. Orang Afrika itu identik dengan badan hitam, tinggi besar dan perangai kasar.
Ibunya menugaskan pembantunya untuk mengurusi segala keperluan. Pembantu itu hidup dalam bayang-bayang “kekerasan” orang Afrika yang ia rekam dari narasi sebelumnya.
Ada cerita masa lalu bagaimana orang Afrika menyantap tubuh para misionaris yang mengabdi di sana. Maka pembantu itu menolak tawaran dari ibu. Beberapa waktu kemudian saat keluarga berada di luar kota, ibu menelepon orang Afrika itu untuk menanyakan keadaan di rumah. Tapi yang mengangkat telepon adalah pembantu yang menginformasikan bahwa ternyata orang Afrika itu hatinya baik, murah hati dan selalu tersenyum. Ternyata, kebahagiaan orang Afrika itu mengubah pikirannya.
Setiap orang tentu ingin hidup bahagia. Kebahagiaan adalah hak asasi manusia sesuai kodratnya. Orang berlomba-lomba mengejar titik kebahagiaan itu. Banyak orang menempa diri dengan banyak pengetahuan dan keterampilan untuk meraih impian itu. Orang berusaha melalui hidupnya di atas dunia ini dengan bahagia, gembira dan penuh rasa syukur.
Orang sadar bahwa kebahagiaan itu adalah rahmat Allah yang dianugerahkan kepadanya. Maka orang memaknai kebahagiaan itu sebagai sebuah momen berahmat untuk berbagi kebahagiaan itu, meski kecil dan sederhana, agar orang lain ikut merasakannya.
Orang-orang yang berbagi kebahagiaan itu memiliki kepekaan, kepedulian sosial kemanusiaan dan solidaritas. Hidup yang berbagi adalah ungkapan syukur. Ia melampaui cara pandang stereotip terhadap suku, agama, ras dan golongan. Kasih itu meruntuhkan tembok prasangka, curiga dan ketakutan. Kasih menjadi salah satu elemen utama untuk mengukur kualitas iman.
Orang beriman akan bergerak melampaui egoisme. Hidupnya menjadi aliran kasih tanpa tepi. Sikap altruistik inilah yang Yesus tuntut dari setiap orang yang mengikuti-Nya. Melalui Sabda Bahagia, Yesus menuntut setiap pengikut-Nya mengambil jalan radikal untuk menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia.
Sabda Bahagia itu menjadi sebuah idealisme Kristiani di tengah dunia yang didominasi pragmatisme dan gelombang egoisme. Yesus menuntut setiap pengikut-Nya menjadi manusia Allah yang berziarah di tengah kefanaan.
Idealisme Kristiani memang bukan pekerjaan yang mudah di tengah gelombang godaan dunia. Bahkan kemajuan sarana dan fasilitas teknologi yang canggih semakin membuka celah hadirnya banyak cobaan dan tantangan yang dahsyat. Tapi para pengikut Kristus selalu diyakinkan bahwa Ketika berjalan bersama Tuhan, segala sesuatu yang mustahil dalam pandangan manusia, menjadi mungkin dalam pandangan Allah.
Melalui delapan Sabda Bahagia, Yesus mengingatkan semua orang bahwa kebahagiaan sejati digapai dengan jalan miskin di hadapan Allah, lemah lembut, murah hati, suci hati, cinta damai dan rela berkorban demi kebenaran (Mat5:1-12). Yesus mengajak kita mengosongkan diri agar lebih merdeka dalam mengabdi Allah melalui belas kasih kepada sesama.
Yesus tidak bilang kita tidak boleh memiliki apa-apa yang justru dibutuhkan selama hidup di atas dunia. Tapi kepemilikan itu tidak membuat kita menjadi budak dan hamba dari semua itu. Kita menggunakan semua itu untuk memantapkan karya pelayanan karitas kepada orang lain.
Kita berjuang sepanjang hidup untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Tapi kita tidak boleh melekatkan diri padanya sehingga kita kehilangan kebebasan sejati dalam kasih Allah untuk memecah-mecahkan rahmat itu agar bisa dinikmati oleh orang lain yang mungkin lebih membutuhkannya.
Hal ini menuntut kepekaan Kristiani. Hati yang selalu peka dan tergerak bahkan digerakkan untuk keluar dari zona nyaman kelekatan pada barang-barang duniawi itu yang sesungguhnya memiliki energi spiritual dalam dirinya. Butuh kesadaran baru untuk tiba pada idealisme spiritual yang melekat dalam barang-barang duniawi itu.
Marilah kita menjadi diri dan hidup kita bahkan segala yang kita miliki sebagai sumber kebahagiaan bagi semua orang. Kasih itu melampaui batas-batas primordial. Tuhan menuntut kita untuk menjadikan belas kasih sebagai momen berbagi kebahagiaan kepada sesama. Tindakan berbagi kasih itu pada titik tertentu akan membuka kesadaran orang untuk merasakan nikmatnya kasih Tuhan melalui diri kita yang rapuh dan terbatas ini. *
Simak juga video renungan harian berikut:
Akses artikel-artikel renungan harian katolik DI SINI