Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 26 Mei 2021: Jadi Pelayan
Hasrat meraih “posisi” ada dalam diri setiap orang. Ambisi itu hadir dalam semua dimensi hidup. Setiap orang berlomba mendapatkan kuasa
Renungan Harian Katolik, Rabu 26 Mei 2021: Jadi Pelayan (Mrk 10:32-45)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Hasrat meraih “posisi” ada dalam diri setiap orang. Ambisi itu hadir dalam semua dimensi hidup. Setiap orang berlomba mendapatkan kuasa dengan memanfaatkan celah apa pun.
Permintaan anak-anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes agar mendapatkan posisi dalam Kerajaan Allah merepresentasikan ambisi itu (Mrk 10:35). Yesus dilihat sekadar pemilik kuasa (politik).
Tentu saja, para murid lain marah. Reaksi sangat manusiawi. Kemarahan para murid lain bisa saja menggambarkan ada ambisi yang sama (kuasa politik) yang bergejolak dalam diri, tapi tidak pernah dimunculkan secara terbuka.
Bahkan ketika Petrus bertanya kepada Yesus terkait posisi murid yang dikasihi, kita bisa menduga bahwa Petrus merasa terancam kedudukannya sebagai “batu karang” (Yoh 21:21).
Ketika kita teliti membaca Injil, berhadapan dengan konteks ambisi manusiawi itu, Yesus tidak pernah marah, menghardik atau mencela kedegilan cara berpikir para rasul. Yesus tahu, setiap orang punya pikiran, kehendak bahkan ambisi personal.
Yesus justru menggunakan momen itu untuk mencerahkan kesadaran para rasul agar memahami rencana Allah atas diri-Nya. Rencana Allah sangat berbeda dengan keinginan manusia. Rancangan Allah berlawanan dengan ambisi manusia.
Yesus, dengan memakai kekuasaan kasih-Nya, pelan-pelan membangun kesadaran para rasul akan posisi mereka bersama Dia. Mengikuti Dia, tidak identik dengan mendapatkan privilese atau kekhususan posisi (politik). Yesus tidak pernah disuap. Kalaupun bisa disuap, para rasul mungkin hanya andalkan tangkapan ikan saja karena hanya itulah yang ada pada mereka.
Permintaan Yakobus dan Yohanes menggambarkan ambisi purba untuk berkuasa. Memiliki kuasa adalah tanda prestise. Terkadang ambisi itu dipaksakan. Kekerasan adalah titiannya. Fakta itu kita temukan di tengah-tengah kita. Orang berambisi meraih dan berjuang mempertahankan kekuasaanya dengan jalan kekerasan. Pemaksaan, diskriminasi, peretasan data pribadi, serangan melalui medsos dan pembungkaman melalui laporan ke aparat hukum.
Ambisi berkuasa yang tidak dikelola dengan akal sehat dan nurani bening akan berubah menjadi liar dan memakan tumbal. Sejarah peradaban dunia membuktikan bahwa mayoritas kuasa politik direbut dengan pertumpahan darah segar rakyat sendiri. Atas nama kekuasaan politik dan ekonomi, nyawa sesama manusia tidak berharga. Orang dengan mudah membunuh orang lain. Asalkan kekuasaannya aman terkendali.
Yesus mengingatkan para rasul agar mengelola ambisi kuasa diri dengan jalan pelayanan. Berkuasa berarti memberikan seluruh diri demi keselamatan orang lain. Pemimpin mesti memberikan seluruh diri total tanpa pamrih. Dia tidak memanfaatkan momen kuasa untuk kenikmatan pribadi.
Kuasa juga tidak menjadi ruang untuk “membunuh” rakyat yang kritis. Maka kekuasaan mesti didasarkan kerendahan hati. Tidak ada keangkuhan kuasa. Menjadikan diri dan kuasa sebagai jalan melayani berarti hidup dalam kasih Tuhan.
Mari kita memberi diri dan hidup kepada orang lain sebagai tanda bahwa kita adalah orang-orang Kristus. *
Simak juga video renungan harian katolik berikut:
Baca juga artikel-artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI