Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 26 Mei 2021: AMBISI
Vladimir Lenin, pemimpin Uni Sovyet pernah bilang, “Sesungguhnya tidak ada moral dalam politik. Hal yang ada adalah kecocokan dan bermanfaat."
Renungan Harian Katolik, Rabu 26 Mei 2021: AMBISI (Markus 10:32-45)
Oleh: RD. Fransiskus Aliandu
POS-KUPANG.COM - “Nilai seorang manusia tidaklah lebih dari nilai ambisinya", begitu kata Marcus Aurelius, pemikir Stoa sekaligus kaisar Romawi. Soalnya sebagaimana diungkap oleh Neel Burton, ambisi berasal dari kata "ambitio" yang berarti “berkeliling untuk mencari dukungan”. Dalam KBBI, ambisi diartikan sebagai “keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (pangkat, jabatan, kedudukan)”.
Bertolak dari makna katanya, dalam konteks kontestasi lahan tumbuh kembang dan medan tempurnya, ambisi ada di dalam hati. Tentu, hati masing-masing orang yang punya ambisi. Tak peduli siapa pun dia atau mereka. Hati adalah medan tempur paling dahsyat bagi ambisi.
Dalam kadar tertentu, ambisi yang bercokol di hati, baik-baik saja dan wajar-wajar saja. Ambisi menjadi tidak baik-baik saja dan tidak wajar-wajar saja manakala sudah melewati ambang batas kepatutan. Kadarnya sudah kelewat batas.
Ambisi berkadar kelewat batas lazimnya mengesampingkan akal sehat, membanting nalar, menjungkirbalikkan logika. Bahkan bisa lebih ekstrem, menihilkan tenggang rasa, sarat muatan curiga dan selalu berpraduga culas.
Tatkala ambisi sudah demikian mutlak mengkooptasi hati, berdamai dengan ambisi merupakan hal mustahil. Ambisi telah memenangkan pertempuran. Padahal, sesungguhnya justru pemilik ambisi yang kalah. Terkapar tanpa daya di bawah kendali hawa nafsunya sendiri.
Dalam bidang politik, Vladimir Lenin, pemimpin Uni Sovyet pernah bilang, “Sesungguhnya tidak ada moral dalam politik. Hal yang ada adalah kecocokan dan manfaat. Bajingan sekalipun, jika cocok dan bermanfaat untuk mencapai tujuan politik, ya dipakai".
Penginjil Markus membeberkan kisah yang mengungkap ambisi pun bisa terjadi di lingkungan sekitar Yesus. Dua orang bersaudara, Yakobus dan Yohanes, putera-putera Zebedeus, tanpa malu meminta kepada Yesus tempat istimewa, duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri Yesus dalam kemuliaan-Nya kelak.
Reaksi kesepuluh murid lain pun tak bedanya dengan mereka berdua. Mereka memperlihatkan kemarahan. Tentu mereka punya keinginan yang tak jauh beda.
Yesus memberi jawaban untuk menjadi catatan reflektif bukan hanya bagi para murid-Nya tempo dulu, tapi di segala zaman. Bahwa duduk di sebelah kanan-Nya atau kiri-Nya, akan diberikan kepada orang-orang barang siapa itu telah disediakan (Mrk 10:40). Siapakah mereka itu?
Rupanya Tuhan sudah menyediakan tempat di sisi kanan dan kiri-Nya, dan Ia akan memberikan kepada siapa pun. Terminologi "barang siapa" menunjukkan bahwa tak ada yang menjadi "putera mahkota", tak ada yang dipersiapkan, tak dikenal yang namanya KKN. Tak perlu merengek-rengek meminta, apalagi mengambil hati dengan menyuap. "Barang siapa" itu terarah dan menunjuk siapa pun. Siapa saja disediakan tempat dan bisa menduduki tempat sebelah kiri dan kanan Yesus.
Namun perlu dicermati, "barang siapa yang disediakan tempat" itu, mempunyai kaitan yang sangat erat dengan barang siapa yang terungkap dalam perkataan Yesus lebih lanjut, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya" (Mrk 10:43-44).
Dengan demikian, menjadi jelas terjawab bahwa "barang siapa" yang akan menduduki tempat yang telah disediakan itu tak lain adalah pelayan, hamba untuk semua orang. Jadi, barang siapa yang menjadi pelayan dan hamba bagi semua orang lain, dialah yang disediakan tempat di sebelah kanan dan sebelah kiri Yesus dalam kemuliaan-Nya.
Kita berusaha untuk mendalami bahwa pelayan atau hamba itu pada hakikatnya adalah orang yang mau bergerak turun (ber-kenosis) dan melayani orang lain. Kita boleh bermenung sejenak: ada yang berambisi dan menduduki tempat dan posisi tinggi, tapi tak mau bergerak turun dan tak mau melayani. Ada yang memang mau bergerak turun, tapi tak mau untuk melayani. Ada yang mungkin mau melayani, tapi tak mau bergerak turun. Bagaimana dengan kita sendiri?*
Simak juga vide renungan harian katolik berikut:
Baca artikel-artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI