Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 24 Mei 2021, Pesta Maria Bunda Gereja: Setia Sampai Akhir
Di tengah kekerasan serdadu haus darah, Maria beradu pandang dengan Yesus. Darah mengucur di wajah Yesus. Maria diguyur air mata seorang ibu.
Renungan Harian Katolik, Senin 24 Mei 2021, Pesta Maria Bunda Gereja: Setia Sampai Akhir (Yoh 19:25-34)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - The Passion of the Christ adalah sebuah film drama epik buatan Amerika Serikat yang disutradarai Mel Gibson. Film yang meraih banyak penghargaan internasional ini diluncurkan pada tahun 2004. Yesus diperankan oleh Jim Caviesel, Maria oleh Maia Morgens, Maria Magdalena oleh Monica Belluci dan Yohanes Pembaptis dibintangi Christo Jivkov.
Film ini menggambarkan penderitaan Yesus yang dahsyat. Darah mengalir di sekujur tubuh suci. Sumber narasinya adalah Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Salah satu kritik kerasnya adalah film ini menghadirkan adegan kekerasan yang sangat vulgar. Penonton yang tidak tahan melihat darah bisa pingsan.
Salah satu adegan yang menarik adalah ketika Bunda Maria berdiri dari jauh menyaksikan Yesus Anaknya dicabik-cabik tubuh-Nya dengan cemeti para serdadu yang terbuat dari kumpulan kawat berdiri. Di ujung cemeti ada cabang sehingga ketika diayun ke tubuh Yesus, cabang itu tersangkut. Saat ditarik, daging tubuh-Nya melekat. Darah segar mengalir di sekujur tubuh-Nya. Darah menggenangi lantai balai istana Pilatus.
Di tengah kekerasan serdadu haus darah, Maria beradu pandang dengan Yesus. Darah mengucur di wajah Yesus. Maria diguyur air mata seorang ibu.
Ketika adegan sadis itu berlangsung, Mel Gibson memutar ulang sebuah kenangan indah antara Maria dan Yesus, Anaknya yang masih kecil di Nazareth dulu. Saat itu Maria sedang sibuk memasak. Tiba-tiba Maria menyaksikan Yesus berlari dan terjatuh dengan muka ke tanah. Maria meninggalkan kerja dan berlari menuju Yesus. Ia mengangkat dan memeluk serta mendekap erat Yesus di dadanya. Maria berbisik kepada Yesus, “I am here.” Saya ada, saya hadir, untukmu.
Adegan masa lalu itu menggerakkan Maria menerobos tubuh kekar serdadu bengis untuk bertemu Yesus. Ia menggenggam tangan Yesus penuh darah. Sambil menangis, Maria berkata, “I am here.” Lalu Yesus berkata kepada Maria, “See Mother, I will make all things new.” Lihatlah Ibu, Aku akan membuat segalanya jadi baru.
Maria menjadi sosok ibu yang tegar menyaksikan jalan salib derita Yesus, Anaknya. Ia setia berziarah bersama Yesus mulai dari Bethlehem hingga puncak Golgotha. Maria pasti sangat sakit hati menyaksikan sengsara Anaknya. Seorang ibu tentu tidak tega membiarkan tubuh Anaknya dirobek cemeti bercabang para serdadu Pilatus. Hanya air mata yang mengalir tanpa henti menahan gejolak sakit hati keibuannya.
Maria begitu ikhlas dan tulus memahami jalan salib hidup Yesus. Ia menyimpan semua perkara yang tidak sanggup ia pahami, dalam hatinya yang murni. Ia tidak pernah menceritakan semua perkara yang tidak sanggup ia pahami itu kepada siapa pun.
Injil hari ini mengisahkan adegan Maria berada di puncak Golgotha. Ia memandang Putranya tergantung di salib. Hukuman yang pantas untuk seorang penjahat kelas berat seperti dua penyamun di kiri kanan-Nya. Maria setia sampai akhir ziarah hidup Anaknya. Hanya dengan air mata seorang ibu. Air mata bukan tanda kelemahan. Tapi kekuatan yang menarasikan kesetiaan hingga titik akhir. Betapa berat kesetiaan itu ketika didera darah dan air mata.
Kita merayakan Hari Raya Maria Bunda Gereja. Ia setia berdoa bagi perjalanan gereja. Ia mendoakan semua orang yang setia mengikuti Yesus Anaknya hingga akhir. Dia seorang ibu adalah kekuatan tak terkira. Maka, marilah kita setia datang kepada Maria agar ia mendoakan kita pada Yesus. Maria setia hadir dalam ziarah hidup gereja. Kesetiaan Maria itu merupakan ungkapan imannya karena percaya bahwa Yesus, Anaknya akan membuat segalanya indah. *