Breaking News

Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Senin 10 Mei 2021: BERSAKSI

Yesus akan kembali kepada Bapa-Nya di surga. Tugas-Nya sudah selesai, tuntas. Saatnya para murid harus berjuang tanpa kehadiran-Nya.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Senin 10 Mei 2021: BERSAKSI (Yohanes 15:26-16:4a)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Yesus akan kembali kepada Bapa-Nya di surga. Tugas-Nya sudah selesai, tuntas. Saatnya para murid harus berjuang tanpa kehadiran-Nya.

Dalam hidup di dunia, tiap orang harus berkembang menuju kematangan dan kedewasaan. Menurut psikologi perkembangan, siapa pun mesti beralih dari satu fase ke fase berikut. Meski harus mengalami krisis dalam proses peralihan, karena yang ditinggalkan dan baru belum tergapai, namun orang harus berani untuk beralih.

Sebagai contoh, setelah menyusu pada ibunya sekian waktu, tiba saatnya seorang anak harus mau disapih, apa pun risikonya. Malu dong, masa terus menetek pada ibu. Pada waktunya kemudian, ia harus keluar dari lingkungan rumah, berani beranjak sendiri ke sekolah, masuk ke lingkungan yang baru. Ia harus rela berpisah dari orang tua, bila ingin sukses kuliah di negeri seberang. Setelah sukses dalam pendidikan dan meraih pekerjaan, ia mesti meninggalkan orang tuanya dan bersatu dengan pasangan hidupnya.

Yesus harus pergi agar para murid-Nya dapat berkembang secara baru dalam Roh. Kalau Yesus tinggal secara fisik, mereka akan tergantung pada kehadiran fisik-Nya dan rasa aman yang Ia berikan kepada mereka. Dengan itu, mereka tak berkembang ke kematangan dan kedewasaan sebagai murid.

Soalnya sebagai murid, mereka mesti bersaksi tentang Yesus. "Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku" (Yoh 15:26-27).

Memang pada saatnya para murid harus bersaksi. Dalam keadaan apa pun mereka harus menjadi saksi-Nya. Terutama kalau mereka dikucilkan. Juga kalau mereka terancam dibunuh. Ini sebagaimana dikatakan-Nya, "Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah" (Yoh 16:2).

Mengapa para murid terancam bahaya dibunuh? Sebab, kata Yesus sendiri, para pembunuh menyangka bahwa lewat perbuatan itu mereka berbakti kepada Allah. Di dunia ini nyatanya ada orang-orang tertentu yang meyakini pembunuhan sebagai tindakan keagamaan yang benar. Mereka membunuh demi Allah. Karena mereka sesungguhnya tidak mengenal Allah (bdk. Yoh 16:3).

Hidup kita sebagai murid tak melulu aman dan nyaman. Tak selamanya kita berada dalam zona tanpa ancaman dan bahaya. Memang tidak semua kita (akan) alami penganiayaan secara fisik atau dibunuh. Tapi ada banyak bentuk penganiayaan lain yang lebih halus dan tak kelihatan.

Di dalam kehidupan komunitas, keluarga, atau lingkungan kerja, ada berbagai penganiayaan, seperti saat ada orang yang mendapat kekerasan verbal, ditolak, diremehkan, dan dipinggirkan. Itulah kemartiran sehari-hari yang kecil.

Tidak ada orang yang senang kalau ditolak, diremehkan, dipermainkan, dianggap tidak berguna atau bodoh, atau dianggap berbahaya, pengganggu. Tapi saat kita sendiri mengalami hal semacam itu, apakah kita cukup sabar dan tak tersulut emosi untuk membalasnya? Apa kesaksian kita tentang Yesus dan nilai keteladanan-Nya? *

Simak juga video renungan harian katolik berikut:

Baca artikel-artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved