Berita Lewoleba Hari Ini
Ribuan Sak Semen Terbenam di Kolam Labuh, Kapal Pelni Tidak Bisa Sandar di Pelabuhan Lewoleba
Ribuan sak semen diketahui masih terbenam di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba. Material sak semen ini masih dibiarkan berada di dasar laut pasca evakuas
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Ribuan sak semen diketahui masih terbenam di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba. Material sak semen ini masih dibiarkan berada di dasar laut pasca evakuasi KM Shimpo 16 yang tenggelam pada Desember 2019 lalu. Hal ini menyebabkan Kapal Pelni hingga sekarang belum bisa sandar di Pelabuhan Lewoleba.
Masalah ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Lembata bersama buruh dan pengguna jasa Pelabuhan Lewoleba, Senin (22/3/2021).
David Vigis Koban, pengguna jasa pelabuhan, menjelaskan terbenamnya ribuan sak semen di kolam labuh membuat Kapal Pelni tidak bisa sandar di Pelabuhan Lewoleba. Pemerintah pun sampai saat ini tidak mampu mengatasi persoalan pendangkalan ini.
"Kecuali kita ada program reklamasi sehingga ribuan sak semen dibiarkan begitu saja, ini kan tidak," kata Kapten Kapal Lembata Express ini.
Dia berujar beberapa tahun silam, kapal Torani pernah mengantar Bupati Andreas Duli Manuk ke Larantuka. Dalam perjalanan, kapal tersebut menabrak sebuah kapal ikan di dekat Pelabuhan Larantuka hingga tenggelam. Pemda Lembata pun bertanggungjawab terhadap musibah itu. Bangkai kapal ikan naas tersebut dievakuasi ke Pantai Suster Larantuka supaya tidak mengganggu aktivitas olah gerak kapal lainnya. David Vigis terlibat langsung dalam proses evakuasi ini.
Berkaca dari pengalaman ini, dia menyebutkan seharusnya pemerintah daerah meminta pertanggungjawaban operator kapal yang kala itu memerintahkan kapal KM Maju 08 melakukan olah gerak dan menabrak KM Shimpo 18 hingga tenggelam.
"Yang bertanggung jawab operator. Ini yang tidak bisa dibiarkan oleh pemda," kata dia.
Sementara itu, Ketua Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Lewoleba Hendrikus Buran berkata dampak dari tidak masuknya Kapal Pelni di Pelabuhan Lewoleba sangat besar. Selain merugikan para buruh, para penumpang asal Lembata yang turun di Pelabuhan Larantuka harus mengeluarkan biaya hingga jutaan rupiah untuk bisa menyeberang lagi ke Lembata.
"Mereka harus bayar buruh yang mahal di Larantuka. Penumpang banyak yang mengeluh karena Kapal Pelni tidak masuk di Lewoleba," katanya.
Dampak lanjutannya, kata Buran, pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lembata juga berkurang drastis. Oleh sebab itu, pemerintah tidak bisa menganggap enteng masalah tertimbunnya ribuan sak semen di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba.
Komisi II DPRD Lembata akhirnya mengeluarkan empat rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Lembata untuk mengatasi sejumlah persoalan di pelabuhan.
Pertama, mendesak DPRD Kabupaten Lembata untuk segera melakukan rapat kerja dengan Pemda Lembata, guna membahas persoalan pelaksanaan Perda Nomor 3 Tahun 2020 sekaligus mendesak DPRD dan Pemda meninjau kembali ketetapan Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perda Kabupaten Lembata Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha secara khusus tentang Pengenaan Tarif Jasa Pelabuhan yang oleh masyarakat pelaku usaha (pengguna jasa) mengalami kenaikan luar biasa dan tidak rasional.
Kedua, mendesak Pemda Lembata untuk segera melakukan pembenahan Pelabuhan laut Lewoleba dan memerintahkan pembersihan sisa-sisa material tenggelamnya Kapal Shinpo 16 di Pelabuhan Lewoleba agar area labuh tambat dapat digunakan dalam waktu dekat.
Ketiga, mendesak Pemda Lembata untuk lebih intensif membangun komunikasi dengan Kementerian Perhubungan RI guna alih kelola dan penataan atau pembangunan Pelabuhan Laut Lewoleba.
Keempat, meminta Bupati Lembata untuk mengeluarkan Peraturan Keputusan Bupati terkait Penerapan Pajak atau Retribusi Pelabuhan sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha sambil menunggu perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2020 diproses dan pembebasan pas masuk untuk para buruh.
Area lampiran

BalasTeruskan