Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Sabtu 13 Maret 2021: MENJADI ORANG BENAR

Yesus beberkan sebuah perumpamaan tentang dua orang yang sedang berdoa. Yang satu orang Farisi. Ia berdoa dengan berdiri.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Sabtu 13 Maret 2021: MENJADI ORANG BENAR (Lukas 18:9-14)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Yesus beberkan sebuah perumpamaan tentang dua orang yang sedang berdoa. Yang satu orang Farisi. Ia berdoa dengan berdiri. Ia bersyukur dan tidak minta apa-apa. Isi doanya hanya mengungkapkan apa yang sudah ia lakukan. Ia pandang bahwa segala perbuatannya sudah benar sehingga ia merasa dirinya hebat dan pasti selamat.

Yang lain pemungut cukai. Ia berdiri agak jauh. Ia tak berani menengadah ke langit. Ia merasa tak ada pada dirinya yang patut dibanggakan. Bahkan ia memukul dirinya sebagai tanda penyesalan dan mohon belas kasihan pengampunan.

Sekilas cerita perumpamaan itu seakan menyampaikan pesan tentang pentingnya doa yang tekun, cara berdoa yang benar. Padahal yang menjadi inti sebenarnya tentang sikap hidup yang dinilai benar oleh Allah; sikap yang dibenarkan Allah. Koq begitu?

Coba dicermatilah! Penginjil Lukas menulis dengan sangat jelas dan terang pada bagian pengantar cerita perumpamaan itu: "Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini" (Luk 18:9).

Dan, langsung pada akhir cerita, dicatat kata-kata penegasan Yesus, "Aku berkata kepadamu, orang ini = pemungut cukai) pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, dan orang lain itu tidak (= orang Farisi). Sebab barang siapa meninggikan dirinya, ia akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan dirinya, ia akan ditinggikan" (Luk 18:14).

Jika mau sedikit bermenung, sebenarnya hampir semua orang memiliki kecenderungan yang sama, yakni merasa dirinya lebih baik ketimbang orang lain. Orang cenderung percaya bahwa dirinya jauh lebih baik dari orang lain ketika dia melakukan sebuah perbuatan baik.

Sebuah studi yang dilakukan peneliti University of Chicago Booth School of Business, mencari tahu mengenai fenomena ini. Apakah benar orang cenderung merasa dirinya lebih bermoral dari orang lain ketika ia berbuat baik? Atau, apakah orang cenderung merasa lebih suci ketimbang orang lain ketika ia berbuat baik?

Jawabannya selaras dengan pemikiran di atas. Bahwa kecenderungan merasa lebih benar, lebih suci, dan lebih bermoral memang dimiliki oleh manusia. Kecenderungan ini terjadi karena orang biasanya mengevaluasi dirinya dengan cara berpikir dan penilaiannya sendiri, tanpa mempertimbangkan perspektif lain di luar diri sendiri.

Yesus sedang berhadapan langsung dengan orang yang merasa dirinya benar dan menganggap rendah orang lain. Cerita perumpamaan itu mau mengoreksi secara mendasar bahwa kebenaran hanyalah pada Allah. Manusia mana pun benar sejauh dibenarkan oleh Allah.

Tiada seorang pun yang benar dari dirinya sendiri dan karena dirinya sendiri saja. Perbuatan baik apa pun yang dilakukan tidak bisa dijadikan alasan pasti dan kuat untuk menganggap diri baik dan benar. Perbuatan mulia apa pun yang dilakukan tak bisa dijadikan dasar untuk menganggap diri lebih tinggi dan mulia dari orang lain.

Kita jadikan catatan korektif Yesus sebagai bahan untuk refleksi diri kita masing-masing: apakah kita suka memandang orang lain lebih rendah dan kurang berharga dari diri kita sendiri? *

Simak juga video renungan harian katolik berikut:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved