Berita NTT Terkini

KPP Pratama-Pos Kupang Ngobrol Asyik: Milenial Tak Boleh Hindari Pajak

Pihak KPP Pratama-Pos Kupang Ngobrol Asyik: Milenial Tak Boleh Hindari Pajak

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Intan Nuka
Ngobrol Asyik Pos Kupang bersama Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, Jumat (5/3/2021) 

Anteng Surani menambahkan, pemerintah memungut pajak dari masyarakat dan mengolahnya untuk kembali diberikan bagi kemakmuran masyarakat, seperti rumah sakit, puskesmas, dana BOS, juga Bidikmisi.

Ia menjelaskan, sering didengar istilah pajak pusat dan pajak daerah. Perbedaannya, Pajak pusat itu yang mengelola adalah pemerintah pusat untuk pengelolaan APBN. Sedangkan pajak daerah dikelola oleh pemerintah daerah.

Contoh pajak pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan Tertentu, dan Bea Meterai. Sedangkan pajak daerah yakni pajak reklame, pajak kendaraan bermotor, pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran, dan lainnya.

Anteng menegaskan, tidak semua penghasilan dikenai pajak. Kata Anteng, ada istilah perpajakan yakni Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarannya ditentukan berdasarkan status WP pada awal tahun pajak yang bersangkutan.

Status WP pajak terdiri dari Tidak Kawin (TK), Kawin (K), atau K/I (Kawin, tambahan untuk isteri).Perhitungan pajaknya tentu disesuaikan dengan status tersebut dan jumlah tanggungan anggota keluarga.

Jika orang tua telah meninggal, memiliki utang pajak, dan NPWP masih aktif, Naafi menyarankan agar segera menghapus NPWP itu. Apabila masih ada warisan juga yang belum terbagi, NPWP belum bisa dihapus.

Urusannya harus selesai dulu termasuk utang pajak, seperti tidak melapor SPT Tahunan.

"Kalau sudah melunasi tunggakan pajak, NPWP baru bisa diproses untuk dihapus. Kalau tidak dihapus, kewajiban perpajakan berjalan terus. Syaratnya mudah, isi formulir dan lampirkan akta kematian," terangnya.

Di era modern seperti ini, tidak semua milenial memilih pekerjaan pada lembaga pemerintah. Ada milenial yang bekerja sebagai konten kreator dan pekerjaan lainnya. Anteng berujar, bagi para konten kreator dikenai istilah Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Anteng mengumpamakan dalam setahun penghasilan bruto WP dalam setahun adalah Rp100 juta. Yang dikenakan pajak bukanlah pada jumlah tersebut, melainkan NPPN 50 persen.

"Jadi 50 persen dari Rp100 juta. Berarti hanya Rp50 juta yang dikenakan pajak baru dihitung tarifnya," katanya.

Generasi milenial harus memahami kondisi perpajakan dan melek dengan situasi bangsa. Pajak tidak boleh dihindari. Oleh karena itu, pemahaman pajak sejak dini harus dimulai.

Direktoral Jenderal Pajak memahami masalah ini dan telah aktif berbicara tentang inklusi pajak, salah satunya melalui pelajaran PPKn di sekolah.

KPP Pratama Kupang juga gencar melakukan inklusi pajak bagi milenial. Beberapa hal yang telah dilakukan adalah sosialisasi edukasi perpajakan bagi siswa/siswi sekolah.

"Setiap tahun KPP Pratama Kupang melakukan kegiatan Pajak Bertutur ke sekolah-sekolah. Pajak bertutur itu seperti kami mendatangi sekolah untuk mengenalkan pentingnya pajak dan membahasakannya dengan bahasa yang mudah dimengerti," jelas Anteng.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved