Situasi Terus Memburuk Pasca Kudeta Militer, WNI Diminta Segera Tinggalkan Myanmar

Warga Indonesia di Myanmar diminta untuk segera meninggalkan negara itu menyusul memburuknya situasi keamanan pasca kudeta militer.

Editor: Agustinus Sape
AP Photo
Demonstrasi terus berlangsung di Myanmar menentang kudeta militer. Satu bulan terakhir Myanmar di bawah kendali militer. 

Situasi Terus Memburuk Pasca Kudeta Militer, WNI Diminta Segera Tinggalkan Myanmar

POS-KUPANG.COM, JAKARTA -- Warga Indonesia di Myanmar diminta untuk segera meninggalkan negara itu menyusul memburuknya situasi keamanan pasca kudeta militer.

Kekerasan antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan aparat keamanan terus meningkat. Korban sipil terus berjatuhan.

Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Iza Fadri mengatakan WNI yang tidak punya kepentingan dan kegiatan agar pergi dari Myanmar.

"Kita sampaikan agar WNI yang tidak punya kepentingan dan kegiatan agar meninggalkan Myanmar," kata Iza dalam pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/3/2021).

Sebelumnya, Iza juga telah menjelaskan bahwa pihak kedutaan akan mengupayakan fasilitas pesawat bagi WNI yang berencana pulang ke Indonesia.

Menurut dia, WNI yang hendak pulang bisa menumpang pesawat yang berangkat dari Myanmar via Kuala Lumpur dan Singapura. "Kita infokan."

Singapura

Selain Indonesia, Pemerintah Singapura juga meminta warganya yang berada di Myanmar untuk segera meninggalkan negara itu menyusul situasi kian mengkhawatirkan pasca kudeta militer.

Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) meminta warganya segera meninggalkan Myanmar karena meningkatnya kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan. Korban sipil terus berjatuhan. Hingga kini lebih dari 50 orang tewas dalam unjuk rasa menolak kudeta.

"Warga Singapura di Myanmar harus mempertimbangkan pergi sesegera mungkin, dengan cara komersial sementara masih mungkin dilakukan," kata Kemlu Singapura, Kamis (4/3/2021) seperti dikutip dari Reuters.

Warga Singapura juga diminta untuk tidak melakukan perjalanan ke Myanmar.

Sementara warga Singapura yang memilih untuk tetap berada di Myanmar diminta untuk tetap berada di dalam rumah. Mereka diimbau menghindari perjalanan yang tidak perlu, khususnya ke daerah-daerah di mana unjuk rasa berlangsung.

"Warga Singapura diingatkan untuk tetap waspada dan memantau berita lokal dengan seksama," kata Kemlu Singapura.

MFA juga meminta warga Singapura di Myanmar untuk mengisi eRegister di situs web resmi sehingga mereka mudah dihubungi.

Singapura merupakan investor terbesar Myanmar dalam beberapa tahun terakhir. Menteri Luar Negeri Singapura mencatat ada sekitar 500 warganya di Myanmar.

Pemerintah Singapura telah mendesak junta militer Myanmar segera membebaskan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan pejabat sipil lainnya yang ditahan sejak kudeta 1 Februari lalu.

Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, juga mendesak junta militer Myanmar menghentikan kekerasan dalam menanggapi demonstran yang menolak kudeta.

PBB mencatat sebanyak 38 orang tewas dalam kerusuhan hari Rabu (3/3). Angka itu merupakan jumlah korban terbanyak selama aksi kudeta berlangsung.

Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan bahwa Rabu itu adalah hari paling berdarah sejak kudeta.

Myanmar mengalami krisis politik setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan mengumumkan kudeta pada 1 Februari lalu.

Selain Suu Kyi, Tatmadaw menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain, seperti Presiden Myanmar, Win Myint, dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Tatmadaw juga mengumumkan status darurat militer selama satu tahun.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan lebih dari 50 orang tewas akibat bentrokan antara pedemo anti-junta militer dan aparat sejak kudeta Myanmar berlangsung.

Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan sedikitnya 38 orang tewas dalam demonstrasi berdarah pada Rabu (3/3).

Menurut PBB, junta militer Myanmar tak menghiraukan kecaman dan sanksi yang dijatuhkan berbagai negara di dunia terkait kudeta dan kekerasan yang berlangsung saat ini.

Burgener, mengaku telah berbicara melalui telepon dengan Wakil Panglima Militer Myanmar, Soe Win.

Dalam percakapannya dengan Soe Win, Burgener memperingatkannya bahwa junta militer akan menghadapi tindakan keras hingga isolasi dari dunia internasional sebagai pembalasan kudeta yang berlangsung.

Namun Win menjawab bahwa militer Myanmar sudah biasa mendapat sanksi.

Sumber: cnnindonesia.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved