Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Kamis 4 Maret 2021: LUKA ORANG KAYA

Borok merupakan luka terbuka pada kulit yang bernanah. Ia bisa muncul di bagian tubuh mana saja akibat luka yang terinfeksi.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Kamis 4 Maret 2021: LUKA ORANG KAYA (Lukas 16:19-31)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Borok merupakan luka terbuka pada kulit yang bernanah. Ia bisa muncul di bagian tubuh mana saja akibat luka yang terinfeksi. Kalau tidak dirawat dengan baik, maka luka yang bernanah itu bisa membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Karenanya borok kadang sulit disembunyikan.

Dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Yesus membuat cerita perumpamaan tentang Lazarus yang miskin dan seorang yang kaya. Lazarus ditampilkan sebagai seorang pengemis yang miskin. Badannya penuh dengan borok dan anjing-anjing secara teratur datang dan menjilat boroknya itu.

Anjing itu hewan yang dianggap najis oleh bangsa Yahudi. Tentu ilustrasi ini sengaja diselipkan agar makin mengesankan bahwa diri Lazarus yang penuh borok itu memang sungguh busuk dan jijik di mata orang lain.

Di sisi lain, ada seorang kaya yang ditampilkan dengan ilustrasi yang kontras. Ia berpakaian jubah ungu dan kain halus. Pasti kulitnya mulus, tanpa cacat, karena mungkin rutin dirawat di spa atau salon kecantikan. Setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.

Namun terdapat satu catatan kecil yang memang sengaja diselipkan. Dengan demonstratif dilukiskan bahwa Lazarus yang menderita borok itu ternyata "berbaring dekat pintu rumah orang yang kaya dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu".

Mudah dimengerti bahwa catatan ini tentu dimaksudkan Yesus untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya yang menderita borok jauh lebih parah dan ngeri adalah si kaya. Memang tak ada borok pada badannya, tapi ada borok pada sekujur jiwanya. Itu borok rohani yang jauh lebih busuk.

Orang yang sama sekali tak menyadari kehadiran orang lain di sekitarnya, yang tak peduli akan penderitaan orang lain, yang membiarkan orang lain hanya bisa mendapatkan kejatuhan sisa-sisa, remah-remah kemewahannya tanpa sedikit pun tergerak untuk berbagi; orang seperti ini justru menderita borok dasyat dalam jiwanya.

Borok ini sungguh berbahaya, karena akan membuat hati membusuk dan akibatnya baru dirasakan setelah kematian. Si penderita akan sengsara di alam maut. Tak ada lagi makanan lezat. Musik hiburan tak terdengar lagi. Sirna semua kemewahan, karena telah dibusukkan dan dihancurkan oleh boroknya sendiri.

Dengan begitu, borok di badan sebenarnya bukan tragedi. Mungkin dianggap najis, jijik, dan dijauhkah oleh orang lain. Tapi bukankah borok di sekujur tubuh itu hanyalah sementara? Dunia medis zaman now dengan terapi canggih mungkin telah dapat menyembuhkannya. Kalau tidak pun, kematian bisa menghapuskan untuk selamanya.

Beda dengan borok dalam jiwa, borok rohani; ini justru tragedi dasyat, malapetaka. Barangkali saat ini tertutupi oleh kehalusan kulit, performance yang smart dan berdaya pikat. Tapi kematian akan membuka tabir dan borok itu akan membakar dan menghanguskan jiwa.

Kita bisa bermenung sejenak dengan pertanyaan reflektif ini: Borok apa yang sedang menggerogoti jiwaku? Apakah ketidakpekaan dan ketidakpedulian terhadap sesama telah menjadi borok yang membusukkan hatiku? *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved