Breaking News

Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Rabu 17 Februari 2021, Rabu Abu: TOBAT

Gereja mengawali masa Prapaskah dengan memeragakan sebuah ritus di kepala kita, yakni kepala kita ditaburi abu pada hari Rabu Abu

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Rabu 17 Februari 2021, Rabu Abu: TOBAT (Matius 6:1-6.16-18)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Gereja mengawali masa Prapaskah dengan memeragakan sebuah ritus di kepala kita, yakni kepala kita ditaburi abu pada hari Rabu Abu; dan mengakhirinya dengan memeragakan sebuah ritus di kaki sesama, di mana kita membasuh kakinya pada hari Kamis Putih. Taburan abu adalah tanda pertobatan dan pembasuhan kaki sesama adalah simbol cinta kasih yang berwujud nyata dalam pelayanan.

Abu adalah sisa yang tinggal setelah suatu barang mengalami pembakaran lengkap. Taburan abu di kepala menjadi simbol bahwa diri kita ini berasal dari debu dan pada akhirnya akan menjadi debu. "Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali menjadi abu" (bdk. Kej 3:19). Setinggi apa pun diri kita hingga kepala, hingga kepala tegak, kita ini tetaplah akan menjadi abu.

Abu pun berarti debu yang mengotori. Benda apa pun bila tak disapu atau dilap akan tertimbun debu yang mengotori. Tubuh kita nyaris tiap saat kotor oleh debu, apalagi berada di tempat yang panas dan berdebu. Maka, taburan abu (bisa) mengingatkan kita bahwa diri dan terlebih hati kita tak pernah luput dari debu kesalahan dan dosa. Olehnya kita perlu bertobat. "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil" (Mrk 1:15).

Bertobat itu searti dengan mengarah kepada Allah. Tidak bertobat searti dengan hidup terarah kepada sesuatu yang bukan Allah, kepada suatu "dewa" atau "berhala". "Dewa" yang paling disayangi manusia ialah dirinya sendiri. Orang menjadikan dirinya penentu "kebaikan" dan "kejahatan".

Berarti perjalanan kita dalam rentang waktu lebih kurang empat puluh hari sesungguhnya adalah sebuah perjalanan pengosongan dan pertobatan diri. Kita berusaha untuk mengarahkan diri kepada Tuhan dan berusaha untuk tidak menjadikan diri sebagai "dewa".

Itulah sebabnya Gereja menggariskan bahwa unsur penting dalam perjalanan pertobatan ialah berdoa dan berpuasa. Kedua kebajikan ini bukan supaya dilihat dan dikagumi orang, melainkan supaya diri dan hidup kita sungguh terarah kepada Allah, menjadi gambar, citra Allah yang otentik.

Kita ini diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya (bdk. Kej 1:26). Inilah dasar dari martabat dan harkat diri kita. Setiap kita dilahirkan menurut gambar Allah, untuk menjadi gambar Allah, untuk mewahyukan diri Allah. Kalau begitu, bagaimana kita dapat memantulkan Allah dalam hidup kita?

St. Yohanes membagikan refleksinya untuk kita bahwa "Allah adalah kasih" (1 Yoh 4:3). Menurutnya, bukan Allah itu mencintai, tapi Allah itu kasih. Jadi, ketika Allah yang adalah kasih itu menciptakan suatu gambaran dari diri-Nya, maka apa yang dikehendaki-Nya? Apa yang diciptakan-Nya? Yang diciptakan-Nya adalah manusia dengan kualitas dan kemampuan yang tak terbayangkan, yakni kemampuan untuk mencintai, kemampuan untuk memberi diri bagi orang lain, kemampuan untuk mati bagi orang lain.

Oleh karena itu, pertobatan diri mesti terarah dan tertuju kepada sesama, mencintai sesama, menolong sesama. Pertobatan diri yang kita jalani selama masa Prapaskah seyogyanya bermuara kepada kasih, mencintai sesama, membasuh kaki sesama kita. Ada banyak bentuk dan cara yang bisa ditempuh untuk memantulkan Allah yang adalah kasih itu. Salah satu kebajikan konkretnya adalah bersedekah.

Dus, perjalanan pertobatan kita adalah perjalanan dari kepala kita ke kaki sesama. Kita start langkah dengan menundukkan kepala agar ditaburi abu dan kita berlangkah hari demi hari hingga mencapai garis finish di mana kita berlutut dan membasuh kaki sesama kita.

Dengan begitu, perjalanan pertobatan kita adalah perjalanan ber-kenosis, bergerak turun dan mengosongkan diri, sebagaimana ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Kalau kita mampu dan bertahan, kita pasti akan ikut mengalami dan memetik buah dari pemberian Yesus yang total hingga mati di salib yang diperingati pada Hari Jumat Agung dan bangkit bersama-Nya dengan sukacita pada Hari Paskah. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved