BPS Umumkan 10 Daerah Termiskin di Indonesia, NTT?

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis data kemiskinan dan peringkat kemiskinan menurut provinsi di Indonesia.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Yunita, tukang rongsokan, tengah istirahat di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (22/4/2020). Di tengah pandemi Covid-19 dalam situasi yang sangat berat, pemerintah mengumumkan akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan hingga 3,78 juta orang. 

BPS Umumkan 10 Daerah Termiskin di Indonesia, NTT?

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis data kemiskinan dan peringkat kemiskinan menurut provinsi di Indonesia.

Menurut data BPS, rakyat miskin di Indonesia bertambah 2,76 juta jiwa selama pandemi Covid-19. Sehingga jumlah kemiskinan menjadi 27,55 juta orang per September 2020.

Secara persentase kemiskinan ini naik 0,97% dari 9,22% di September 2019 menjadi 10,19% per September 2020.

Dari data BPS, salah satu provinsi paling miskin di Indonesia adalah Papua.

Papua mencatat persentase kemiskinan mencapai 26,8%, atau jauh lebih tinggi dari penduduk miskin nasional.

Kemudian disusul oleh Papua Barat yang tercatat sebesar 21,7% jumlah rakyat miskinnya dari total penduduknya.

Di posisi ketiga ditempat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan persentase kemiskinan 21,21%.

Sementara itu, daerah yang paling sedikit penduduk miskinnya adalah Bali sebesar 4,45%. Ini jauh lebih rendah dari tingkat kemiskinan nasional.

Adapun peningkatan penduduk miskin 2,76 juta jiwa tersebut paling banyak di perkotaan di mana kemiskinan di perkotaan selama pandemi naik dari September 2019 6,56% menjadi 7,88% di September 2020.

Sedangkan penduduk miskin di pedesaan meningkat tipis, dari September 2019 12,60% menjadi 13,20% di September 2020.

Meski demikian, tingkat kemiskinan di pedesaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.

Kemiskinan di pedesaan di September 2020 tercatat sebanyak 13,20% sedangkan di perkotaan sebanyak 7,88% dari total penduduk miskin di Indonesia.

Berikut 10 provinsi termiskin di Indonesia:

1. Papua 26,8%
2. Papua Barat 21,7%
3. Nusa Tenggara Timur 21,21%
4. Maluku 17,99%
5. Gorontalo 15,59%
6. Aceh 15,43%
7. Bengkulu 15,30%
8. Nusa Tenggara Barat 14,23%
9. Sulawesi Tengah 13,06%
10. Sumatera Selatan 12,56%

Penduduk miskin NTT meningkat jadi 1.173.530 orang

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat jumlah penduduk miskin di provinsi itu bertambah sebanyak 19.770 orang menjadi 1.173.530 orang pada September 2020 dari Maret 2020.

Secara persentase, penduduk miskin di NTT pada September 2020 sebesar 21,21 persen meningkat 0,31 poin terhadap Maret 2020, kata Kepala BPS NTT Darwis Sitorus dalam keterangan pers terkait profil kemiskinan di NTT September 2020 yang diterima di Kupang, Senin (15/2/2021).

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan di NTT naik sekitar 5.500 orang menjadi 118.880 pada September 2020 orang dari Maret 2020 sebanyak 113.390 orang.

Sedang penduduk miskin di wilayah pedesaan pada periode yang sama bertambah sekitar 14.300 orang menjadi 1.040.370 orang.

Kepala Bada Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur Darwis Sitorus.
Kepala Bada Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur Darwis Sitorus. (ANTARA/Aloysius Lewokeda)

Darwis Sitorus menjelaskan adanya pandemi COVID-19 mengakibatkan tingkat kemiskinan di provinsi berbasiskan kepulauan itu secara persentase bergerak naik yakni pada Maret 2020 sebesar 20,90 persen menjadi 21,21 persen pada September 2020.

Sementara terkait garis kemiskinan di NTT pada September 2020 tercatat sebesar Rp404.712/kapita/bulan atau naik 5,46 persen dibandingkan September 2019.

Ia menjelaskan garis kemiskinan dihitung berdasarkan nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non makanan di mana sumbangsi terbesar garis kemiskinan di NTT pada September 2020 berasal dari makanan sebesar 78,24 persen.

Darwis menyebutkan komoditi beras memberi sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan makanan yaitu 24,26 persen di wilayah perkotaan dan 25 persen di pedesaan.

Disusul komoditi rokok kretek filter menyumbang garis kemiskinan sebesar 6,72 persen di perkotaan dan 6,02 persen di pedesaan.

Sementara itu, komoditi bukan makanan yang menyumbang garis kemiskinan yaitu perumahan sebesar 8,61 persen di perkotaan dan 7,13 persen di perdesaan.

Penyebab Kemiskinan

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan yakni penurunan pendapatan yang dialami oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.

Meski demikian, masyarakat yang berada dalam lapisan bawah terdampak lebih dalam dibandingkan dengan lapisan atas.

"Misal waktu itu disampaikan untuk lapisan bawah, tujuh dari 10 responden mengaku pendapatan turun, sementara kelompok atas hanya tiga dr 10 responden, dan ini (pandemi Covid-19) menyebabkan penurunan dari seluruh lapisan masyarakat," kata Suhariyanto ketika memberikan keterangan pers secara virtual, Senin (15/2/2021).

Suhariyanto pun mengatakan, laju inflasi secara umum juga sangat rendah. Hal itu terjadi lantaran pandemi memukul baik dari sisi penawaran dan permintaan.

Selama Maret hingga Desember 2020, Suhariyanto mengatakan, banyak komoditas yang mengalami penuurnan harga, seperti harga beras yang turun 0,49 persen.

"Komoditas yang paling banyak dikonsumsi penduduk miskin, seperti harga ayam ras, telur ayam ras, mengalami penuurnan cukup dalam, meski juga ada kenaikan untuk daging sapi, minyak goreng, dan tepung terigu," ucapnya.

Di sisi lain, pandemi juga menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran pada tahun 2020. Tingkat Pengangguran terbuka pada Agustus 2020 meningkat menjadi 7,07 persen dari 5,23 persen.

Selain itu, sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak oleh pandemi. Di mana sebanyak 2,56 juta orang mengalami pengangguran, 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja, dan sebanyak 24,03 jt penduduk mengalami pengurangan jam kerja.

"Jadi mereka akan terpengaruh dari sisi pendapatannya. Demikian juga untuk pekerja setengah menganggur, yang waktu bekerjanya kurang dari jam kerja normal (35 jam), ada peningkatan, sehingga ada indikasi pendapatan masyarakat akan menurun," ujar Suhariyanto.

Kesenjangan meningkat

Seiring dengan peningkatan penduduk miskin, kesenjangan antara si kaya dan si miskin pun juga melebar. Hal itu terlihat dari rasio gini atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang melebar menjadi sebesar 0,385.

Angka tersebut meningkat 0,0004 poin dibandingkan dengan posisi Maret yang sebesar 0,381.

Posisi gini ratio di Maret pun meningkat 0,005 poin bila dibandingkan denngan September 2019 yang sebesar 0,380.

"Seiring dengan peningkatan kemiskinan, gini ratio juga meningkat, baik di desa dan kota," kata Suhariyanto.

Berdasarkan laporan BPS, gini ratio di pedesaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,319, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,317 September 2019 yang sebesar 0,315.

Sementara gini ratio perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,393 dan September 2019 yang sebesar 0,391.

Suhariyanto sebelumnya juga sempat menjelaskan terjadi peningkatan angka kemiskinan baik di kota dan di desa.

Namun demikian, menurut dia, pandemi Covid-19 memberikan dampak yang lebih signifikan di perkotaan.

"Di sana bisa terlihat penduduk miskin perkotaan karena pandemi naik 1,32 persen sementara pedesaan alami kenaikan, tapi hanya separuhnya yakni 0,60 persen," jelas Suhariyanto.

"Kalau dilihat komposisi penduduk miskin desa dan kota, di pedesaan masih jauh lebih tinggi dari kota dan itu perlu dapat perhatian," ujar dia.

Selain itu, ukuran ketimpangan yang juga sering digunakan adalah ukuran Bank Dunia, yakni persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen.

Berdasarkan ukuran tersebut, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah memiliki angka di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.

Pada September 2020, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,93 persen.

Hal ini menandakan bahwa kategori ketimpangan di Indonesia termasuk rendah. Namun memang kondisinya mulai mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar 17,73 persen dan September 2019 yang sebesar 17,71 persen.

Bansos bantu tekan lonjakan penduduk miskin

Suhariyanto mengatakan, meski terjadi peningkatan, jumlah penduduk miskin tersebut lebih rendah dari proyeksi yang dilakukan oleh beragam institusi.

Suhariyanto mengatakan, hal itu merupakan hasil dari bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah untuk menekan dampak dari pandemi Covid-19.

"Meski ada kenaikan, kenaikannya di September 2020 ini hanya sebesar 0,97 persen. Ini menunjukkan berbagai porgram bansos yang dirancang pemerintah di masa pandemi membantu lapisan bawah," jelas Suhariyanto.

Kementerian Keuangan mengatakan, peningkatan jumlah penduduk miskian tersebut lebih baik dari proyeksi Bank Dunia, di mana angka kemiskinan Indonesia bisa mencapai 11,8 persen akibat pandemi Covid-19.

"Artinya, program PEN sepanjang 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febiro Kacaribu, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (16/2/2021).

Sepanjang tahun 2020 lalu, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

Namun demikian, hingga akhir tahun realisasinya mencapai Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari yang sudah dialokasikan.

Febrio mengatakan, intervensi pemerintah tersebut telah melindungi masyarakat tidak hanya dari kalangan miskin dan rentan, namun juga dari kelas menengah.

"Program tersebut berupa perluasan penerima dan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, Bantuan Sembako Jabodetabek, Bantuan Sembako Tunai, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, Bantuan Beras PKH, Bantuan Tunai Penerima Kartu Sembako, Subsidi Gaji/Upah, Kartu Pra Kerja, Diskon Listrik, Subsidi Kuota Internet untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Bantuan Subsidi Upah (BSU) BPJS Ketenagakerjaan dan tenaga pendidik honorer," ujar Febrio.

Realisasi sementara program perlindungan sosial untuk mendukung konsumsi rumah tangga mencapai Rp 220,39 triliun di sepanjang 2020 atau lebih tinggi dari alokasi awal sebesar Rp203,9 triliun.

Selain itu, pemerintah juga mendukung masyarakat miskin dan rentan melalui insentif dunia usaha, terutama kepada kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), agar tetap bertahan dari dampak pandemi.

"Dukungan PEN untuk UMKM diberikan untuk menopang permodalan dan cash flow agar tetap bertahan dan dapat melakukan jump start pada masa pemulihan ekonomi," jelas Febrio.

Sumber: CNBCindonesia.com/antaranews/kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved