Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Jumat 12 Februari 2021: BERSAMA YESUS
Semua orang tahu bahwa orang tuli adalah orang yang tak bisa mendengar. Ini terjadi karena telinga, indera pendengarannya, tak bisa berfungsi
Renungan Harian Katolik, Jumat 12 Februari 2021: BERSAMA YESUS (Markus 7:31-37)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Semua orang tahu bahwa orang tuli adalah orang yang tak bisa mendengar. Ini terjadi karena telinga, indera pendengarannya, tak bisa berfungsi dengan baik. Mungkin karena kerusakan atau oleh sebab lain.
Tapi ada juga "orang tuli" yang lebih bersifat simbolik. Artinya, indera pendengarannya normal dan bisa berfungsi dengan baik, tapi orang itu tak mau mendengar, tak mampu mendengarkan orang lain atau apa pun yang mau disampaikan kepadanya.
Kisah "Yesus menyembuhkan seorang tuli" disuguhkan penginjil Markus. Kisah ini unik, karena selain hanya terdapat dalam injil Markus, kisah ini pun bermakna simbolik. Kesembuhan si tuli memang ada makna simbolisnya. Ia menjadi sembuh dalam perjumpaannya dengan Yesus yang tak terduga-duga di tengah perjalanan Yesus.
Kesembuhannya itu ialah kesembuhan dari "ketulian" mengenai siapa sebetulnya Yesus itu. Perjumpaan dengan Yesus Sang Pejalan, membuka gerbang telinganya. "Ketulian" sesenyap apa pun tak bisa menahan suara yang keluar dari diri Yesus.
Olehnya perhatikan sikap dan tindakan Yesus dalam penyembuhan orang tuli itu. Pertama, Yesus memisahkannya dari kerumunan orang banyak sehingga hanya mereka berdua sendirian saja. Yesus mau agar orang tuli itu bebas dari kebisingan, kasak kusuk, nasihat, masukan, gosip, hoaks, pun kesumpekan pikirannya sendiri. Yesus ingin agar orang tuli itu pertama-tama hanya mendengarkan suara Yesus.
Kedua, Yesus memasukkan jari-Nya ke telinga orang tuli itu, meludah dan meraba lidah orang itu. Lalu yang ini penting, Yesus menengadah ke langit, menarik nafas, seperti mendesah dan berkata "Efata!" artinya "Terbukalah!". Sepertinya, ada pergulatan antara Yesus dengan kekuatan jahat yang menolak-Nya, yang membuat tuli orang itu. Maka, kekuatan jahat itu diambil Yesus dari telinganya, diludahkan-Nya dan dibuang-Nya keluar.
Kayaknya Yesus bertindak seperti yang dilakukan dukun. Tapi satu hal yang tak boleh dilewatkan, "Yesus menengadah". Ia mengarahkan diri ke langit.
Dulu ketika dibaptis, Ia melihat sendiri langit terbuka dan saat itu Ia mendengar suara Bapa-Nya, "Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan".
Kini Ia menengadah untuk menghadirkan kembali kekuatan perkenanan dari atas dan menyalurkannya kepada orang yang tuli. Adakah kekuatan lain yang dapat menahan suara dan perkenanan dari langit yang terbuka?
Kita coba menangkap makna simbolik ini. Kita kadang-kadang mengalami tuli sehingga tak bisa mendengar. Barangkali karena kita hanya mau mendengar diri kita sendiri dan enggan untuk mendengar orang lain. Mungkin kita menjadi tuli lantaran terlalu banyak berada dalam kebisingan hidup dan tak lagi bisa mendengar dan mengenali suara Tuhan.
Saat kita tak lagi bisa mendengarkan apa pun karena kebisingan oleh suara apa pun dalam hidup, kita perlu disendirikan bersama Yesus. Kita terima saat dipisahkan oleh Yesus dari orang banyak. Biarlah kita sendirian saja bersama Yesus agar hanya mendengar suara-Nya saja.
Dalam keterpisahan dan kesendirian itulah, terjadi penyembuhan atas diri kita. Di situlah kita bisa kembali mendengar suara yang berkata lembut kepada kita, "engkau anak yang kukasihi, kepadamu Aku tetap berkenan". *
Simak juga video renungan harian katolik berikut: