Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Jumat 5 Februari 2021: Recta Prava Facere; Berupaya Meluruskan yang Bengkok
Terentius dalam Phormio 771 pernah berujar “Recta Prava Facere; Berupaya membuat yang bengkok jadi lurus”
Renungan Harian Katolik, Jumat 5 Februari 2021: Recta Prava Facere; Berupaya Meluruskan yang Bengkok (Markus 6 :14-29)
Oleh: RD. Maxi Un Bria
POS-KUPANG.COM - Terentius dalam Phormio 771 pernah berujar “Recta Prava Facere; Berupaya membuat yang bengkok jadi lurus” (B.J Marwoto & Wihdarmono,2006: 228). Seruan Terentius berkaitan dengan ajakan kepada publik untuk mengatakan dan melakukan yang benar serentak memperbaiki yang keliru atau pun yang salah.
Manakala sebagian manusia membiarkan yang bengkok dan salah tetap hadir tanpa upaya untuk memperbaikinya. Yohanes Pemandi tampil menegaskan sikap hidupnya, memilih dan menghidupi yang benar dan pantas untuk meraih kebahagiaan, damai dan keselamatan .
Sering kali gengsi dan janji yang ditabur manusia dalam interaksi sosial dapat berdampak kepada pengaburan kebenaran dan dehumanisasi manakala yang dikedepankan adalah gengsi. Sementara jebakan gengsi dapat menggiring manusia masuk dalam tindakan irasional.
Argumen ini setidak-tidaknya berkaitan erat dengan narasi tentang Sikap Herodes yang terpaksa mebunuh Yohanes Pemandi karena lebih mengedepankan gengsi dan emosi di hadapan publik daripada pertimbangan rasional logik. Herodes terbuai dengan tarian putri Herodias dan telanjur mengumbar janji di hadapan publik untuk memberikan hadiah apa saja yang diminta.
Karena rasa malu dan ingin mempertahankan wajah di hadapan para undangan akhirnya permintaan putri Herodias dikabulkan, kepala Yohanes Pemandi dipenggal. Nilai hidup manusia dikorbankan demi gengsi dan negosiasi wajah di hadapan publik.
Herodes mempresentasikan fenomena sosial yang tergiur kekuasaan, gengsi dan popularitas. Ia menolak untuk memilih kebenaran dan bersikap bijak.
Sementara putri Herodias yang menari dan menarik hati mengingatkan kita akan daya tarik lahiriah yang menggelorakan hati dan mengaburkan kebenaran dan orientasi hidup.
Sedangkan Yohanes Pemandi dan Santa Agata memilih merawat kebenaran dan kesucian hati serta iman kepada Kristus sebagai pilihan yang membahagiakan dengan rela mengorbankan hidupnya.
Kita dapat belajar dari narasi Markus 1:14-29 tentang kebenaran dan kerendahan hati. Cinta terhadap kebenaran meneguhkan pilihan Yohanes Pemandi untuk mengatakan dengan jujur apa yang sesungguhnya terjadi. Yohanes berani menegur Herodes atas penyimpangan perilaku mengambil istri saudaranya.
Ia mengatakan kebenaran untuk kebaikan dan keselamatan jiwa Herodes. Tentu saja Herodes terluka dan sakit hati sehingga mencari kesempatan untuk menghukum dan menghilangkan nyawa Yohanes Pemandi.
Arogansi dan gengsi Herodes membutakan hatinuraninya dan pertimbangan rasional. Memang kelak ia tampaknya sadar dan menyesal tetapi Yohanes Pemandi telah menjadi korban karena pilihan sikap Herodes yang berpihak pada kekuasaan, gengsi dan pujian daripada hidup, kebenaran dan kemanusiaan.
Agaknya kita dapat belajar bahwa hanya jiwa yang rendah hati dan rasional dapat melihat kebenaran, terbuka kepada pertimbangan rasional dan sikap-sikap manusiawi yang menjunjung tinggi hidup dan kemanusiaan.
Semoga dalam ziarah hidup dan pergumulan atas berbagai kemelut hidup kita masih mampu mengendepankan pertimbangan hatinurani dan akal budi yang berpihak kepada kebenaran, hidup dan kemanusiaan. Salve.*
Simak juga video renungan harian berikut: