Mata Najwa
Wapres Maruf Amin Tak Tinggal Diam Siswi Dipaksa Berjilbab, Nadiem Makarim Bereaksi! Di Mata Najwa
Maruf Amin yang berlatar ulama dan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI) pun menjelaskan soal wajib tidaknya jilbab di sekolah.
POS KUPANG, COM - Wakil Presiden Maruf Amin angkat bicara soal kewajiban memakai jilbab di sekolah.
Hal tersebut diungkapkan Wapres Maruf Amin di acara Mata Najwa yang bertema Sekali Lagi Soal Toleransi.
Diketahui, kasus pemaksaan siswi non Muslim di Padang Sumatera Barat menjadi perhatian publik.
Kepada Najwa Shihab, Maruf Amin yang berlatar ulama dan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI) pun menjelaskan soal wajib tidaknya jilbab di sekolah.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim bersama 3 menteri lainnya menerbitkan SKB 3 Menteri khusus mengatur seragam di sekolah negeri.
Nadiem Makarim tak menginginkan kasus di Padang terulang.
Wakil Presiden Maruf Amin menilai, aturan yang mengharuskan siswi non muslim mengenakan jilbab di sekolah tidak tepat.
Hal tersebut kini tengah menjadi polemik setelah di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat mewajibkan muridnya yang non muslim mengenakan jilbab.
Maruf Amin menilai, negara telah memiliki cara dan aturan untuk tidak memaksakan suatu pihak melakukan hal yang tidak sesuai dengan hati nurani dan agamanya.
"Agama sendiri juga mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
Karena itu memaksakan aturan untuk non muslim pakai jilbab, dilihat dari aspek kenegaraan juga tidak tepat, tidak benar.
Dari segi keagamaan juga tidak benar," ujar Ma'ruf di acara Mata Najwa, Rabu (3/2/2021).
Oleh karena itu, kata dia, ketentuan atau kebijakan tersebut harus diluruskan dan diperbaiki agar tidak terjadi kekeliruan yang tidak seharusnya.
Meskipun kasus di Padang tersebut berlandaskan aturan sekolah yang merupakan turunan dari peraturan daerah untuk mempertahankan kearifan lokal, namun Maruf Amin menilai hal tersebut tidak tepat.
"Saya kira kita kembali kepada bahwa kearifan lokal tentu harus memperhatikan agama atau pemahaman dari masing-masing pihak.
Maka menurut saya kebijakan seperti itu tidak tepat dalam sistem kenegaraan kita, kecuali untuk Aceh yang punya kekhususan," ujar dia.
Menurut Maruf Amin, peraturan daerah menjadi kurang tepat apabila sudah menyangkut pemaksaan agama lain untuk menggunakan atribut agama lainnya.
Dalam hal ini adalah jilbab.
Walaupun kasus siswa non muslim yang harus mengenakan jilbab di sekolah tersebut baru saat ini muncul, tetapi isu serupa sudah sering terjadi di beberapa daerah.
Hanya saja mencuatnya kasus SMKN 2 Padang tersebut membuat pemerintah pusat menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama soal atribut sekolah tersebut, pada Rabu.
MAruf Amin mengatakan, meskipun beberapa kali terjadi di beberapa daerah, tetapi selama ini hal tersebut belum menjadi isu nasional sehingga pemerintah pusat belum mengambil sikap.
"Tapi ketika itu menjadi fenomena, masalahnya bersifat nasional dan mengganggu prinsip kebhinekaan, toleransi, saya kira perlu pemerintah ambil langkah," kata dia.
"Untuk jilbab sudah ada SKB 3 menteri yang menetapkan cara bagaimana berpakaian itu diatur di sekolah negeri.
Dikecualikan Aceh, saya kira itu tepat sekali," lanjut Ma'ruf.
Respon Nadiem Makarim
Adapun isu polemik jilbab di SMKN 2 Padang tersebut bermula dari viralnya sebuah video seorang siswi non muslim yang diminta mengenakan hijab di sekolah tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, kejadian tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan.
"Bukan hanya melanggar undang-undang (UU), melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan," kata Nadiem Makarim melansir laman Instagram resminya, Minggu (24/1/2021).
Dia menegaskan, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau himbauan kepada siswa untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
"Apalagi jika tidak sesuai agama atau kepercayaan siswa," tegas Nadiem Makarim.
Kemudian pada Rabu (3/2/2021), SKB tiga menteri juga diterbitkan tentang penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah.
"Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Sekolah negeri adalah yang diselenggarakan pemerintah untuk semua masyarakat Indonesia, dengan agama apapun, dengan etnisitas apapun, diversivitas apapun.
Berarti semua yang mencakup di dalam SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri," kata Nadiem Makarim, dikutip dari KOMPAS TV.
Dengan demikian, para murid dan para tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Oleh karena itu, pemerintah daerah dan sekolah dilarang mewajibkan ataupun melarang penggunaan seragam dengan kekhususan agama.
"Pemerintah daerah atau sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Jadi karena atribut ini adalah di masing-masing individu guru dan murid tentunya dengan izin orangtuanya," kata dia.
Selain itu, pemerintah daerah dan sekolah pun tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam atau atribut dengan kekhususan keagamaan.
Dengan terbitnya SKB 3 menteri tersebut, maka pemerintah daerah dan kepala sekolah pun wajib mencabut aturan yang mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhususan agama dalam tempo 30 hari.
( TribunKaltim.co / Rafan Arif Dwinanto)
Artikel ini telah tayang dengan judul "Wapres: Dari Aspek Negara dan Agama, Paksakan Siswi Non-Muslim Berjilbab di Sekolah Tak Diperkenankan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/03/21565271/wapres-dari-aspek-negara-dan-agama-paksakan-siswi-non-muslim-berjilbab-di?page=3.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Di Mata Najwa, Wapres Maruf Amin Tak Tinggal Diam Siswi Dipaksa Berjilbab, Nadiem Makarim Bereaksi, https://kaltim.tribunnews.com/2021/02/03/di-mata-najwa-wapres-maruf-amin-tak-tinggal-diam-siswi-dipaksa-berjilbab-nadiem-makarim-bereaksi?page=4