Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 3 Februari 2021: KETIKA MUKJIZAT TIDAK TERJADI
Di Nazaret, di tempat asalnya sendiri, Yesus "tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun" (Mrk 6:5). Yesus hanya dapat menyembuhkan beberapa orang sakit
Renungan Harian Katolik, Rabu 3 Februari 2021: KETIKA MUKJIZAT TIDAK TERJADI (Markus 6:1-6)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Di Nazaret, di tempat asalnya sendiri, Yesus "tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun" (Mrk 6:5). Yesus hanya dapat menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Begitu tulis Markus dalam injilnya. Heran bin ajaib! Masa Yesus tidak dapat melakukan mukjizat? Padahal mukjizat apa yang tak bisa dilakukan oleh Yesus?
Memang agak berbeda dengan catatan Markus pada bagian-bagian sebelumnya. Ia mengisahkan bagaimana Yesus meredakan angin ribut, mengusir banyak roh jahat dari orang Gerasa, menyembuhkan seorang perempuan, dan menghidupkan kembali anak Yairus.
Pada bagian ini, Markus juga jelas menulis bahwa di Nazaret, jemaat takjub saat Ia mengajar di rumah ibadat. Kabar tentang mukjizat-mukjizatnya jadi bahan pembicaraan di mana-mana. Lalu, kenapa ia menulis bahwa Yesus tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di kampung halaman-Nya? Apakah ini hanya retorika penginjil Markus?
Ternyata ini bukan retorika! Yesus memang sungguh tidak bisa, dengan atau tanpa memaui. Markus menulis bahwa orang-orang se-kampungnya ternyata tidak menerima dan mengakui Yesus. Bagi mereka, Yesus itu cuma salah seorang dari antara mereka sendiri. Mereka sudah mengenal latar belakang pekerjaannya dan keluarganya. Yesus itu sama dengan Yesus yang dulu penduduk Nazaret.
Dan, hal itu menjadi batu sandungan. Yesus memakai pepatah, "nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya" (Mrk 6:4), untuk memperlihatkan halangan terbesar bagi Dia untuk mengeluarkan daya dari diri-Nya yang menghasilkan mukjizat.
Mukjizat itu muncul dari respons iman terhadap kehadiran-Nya. Kalau ada tanggapan, dahsyat luar biasa daya-Nya. Terjadi pada orang yang mempercayai-Nya secara tulus. Percaya pada apa yang dikerjakan dan dikatakan-Nya tentang diri-Nya sendiri. Baru demikian terjadi "dynamis" (= mukjizat) yang melampaui ukuran alam dan pikiran.
Ketika di perahu bersama para murid yang ketakutan badai itu, Yesus khan mengatakan mengapa kalian tidak percaya. Artinya, kenapa kalian tidak sungguh-sungguh memegang yang sudah kalian temukan? Kenapa kalian tidak yakin dengan kehadiran-Ku? Kenapa kalian tidak yakin dengan kuasa yang Aku miliki dan bahwa Aku mampu melakukan apa pun?
Jadi, seperti perempuan yang menyentuh ujung jubah-Nya, kepercayaan perempuan itu membuatnya sehat dan utuh kembali. Itu mukjizatnya, itu "dynamis" yang keluar dari diri Yesus, karena orang menerima dan percaya kepada Dia. Yesus mengatakan kepadanya, "Nak, kepercayaanmu sudah menyelamatkanmu".
Kita kadang mengharapkan terjadinya mukjizat dalam hidup. Apalagi saat kita berada dalam situasi dan kondisi hidup yang sulit. Katakanlah, di kala ada anggota keluarga, kerabat, atau sahabat yang sakit parah dan tak lagi ada harapan, kita hanya bisa berujar, "semoga terjadi mukjizat".
Tapi baiklah kita belajar dari kisah orang-orang Nazaret. Yesus tak dapat melakukan apa pun mukjizat, kalau kita menghendaki agar Yesus juga mengerjakan mukjizat seperti yang telah dilakukan-Nya di tempat lain, pada diri orang lain. Apalagi kalau kita meminta bukti mengenai kebenaran berita tentang diri-Nya.
Kita hanya bisa ikut memungkinkan "dynamis"-Nya Yesus, mukjizat-Nya, kalau kita tidak terkungkung dalam anggapan-anggapan kita sendiri tentang Tuhan. Ibaratnya, sepanjang kita terpenjara dalam asumsi, anggapan, pengetahuan, dan penilaian tentang orang lain; maka tentu ada ketertutupan hati bagi orang untuk mengeluarkan kemampuan, bakat dan talentanya. Begitu pun dengan dan terhadap Tuhan. Kita harus terbuka hati atas ketidakterdugaan, atas apa pun yang akan terjadi atau yang dilakukan Tuhan.
Tuhan itu misteri dan bahwa karya Tuhan itu selalu misterius. Karya Tuhan itu tidak dapat dimasukkan ke dalam kotak-kotak anggapan, pemikiran kita manusia. Bila hati kita tidak terbuka terhadap misteri Tuhan dan terhadap Tuhan yang penuh misteri, maka kita tidak sebenarnya tidak percaya dan di situlah batu sandungan terjadinya mukjizat. *
Simak juga video renungan harian katolik berikut: