Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Rabu 6 Januari 2021: Hati Tak Boleh Degil

Ini kisah "Yesus berjalan di atas air". Kejadiannya di danau. Waktunya pada malam hari, tepatnya jam tiga subuh.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Rabu 6 Januari 2021: Hati Tak Boleh Degil (Markus 6:45-52)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Ini kisah "Yesus berjalan di atas air". Kejadiannya di danau. Waktunya pada malam hari, tepatnya jam tiga subuh.

Saat itu para murid diperintahkan berangkat naik perahu lebih dulu ke seberang. Melihat betapa payahnya para murid mendayung dan tidak maju-maju karena angin sakal, Yesus datang kepada mereka dengan berjalan di atas air. Wouwww ... keren!

"Waktu malam", so pasti gelap gulita. Ilustrasi yang menggambarkan kondisi hidup para murid tempo dulu. Pun dialami oleh manusia sepanjang sejarah. Tak hanya siang dengan terang mentari. Tapi juga datang malam yang gelap.

Ada kalanya hidup terang benderang. Semua aktivitas berjalan normal dan lancar tanpa hambatan seperti melaju di jalan tol. Tapi terkadang muncul malam pekat. Hidup jadi gelap. Jalan sulit dilihat. Masa depan seakan tertutup kabut. Bahkan mungkin seakan buntu atau tak tahu jalan lagi. Apalagi kalau angin kencang menghantam dan membuat perahu hidup tak maju-maju.

Masing-masing orang pasti mengalami hidupnya berada dalam waktunya malam. Kegelapan mengambil alih hidup dan mengisi segalanya dengan kekosongan dan keheningan luar biasa, sehingga segalanya terhenti. Orang merasa buntu, nyaris putus asa, dan mungkin disergap ketakutan dan merasa kalah.

Memang terkadang Tuhan menyuruh kita pergi, berlayar mengarungi danau, laut, atau samudera kehidupan sendirian, tanpa Dia. Kita harus mendayung biduk sendiri. Berjuang untuk maju menghadapi angin sakal atau badai dan gelombang apa saja. Hidup itu adalah perjuangan, bahkan pertarungan untuk maju menuju seberang.

Malam yang gelap, angin sakal, angin kencang, badai dan gelombang memang menyingkap kerentanan manusiawi kita dan mengungkap ketidakpastian dunia yang sering kita lalui dengan bangga.

Semua itu menelanjangi kemanusiaan kita: kemampuan dan kehebatan kita ada batasnya, ego dan kesombongan kita tak ada arti dan gunanya, pegangan dan citra yang kita kejar seakan tak punya akar yang kuat untuk menopang dan membuat kita tangguh terus bertarung maju. Malam yang kelam dan angin sakal menguak tabir bahwa kita tak ada apa-apanya bila sendirian.

Meski begitu Tuhan tak pernah tertidur dan tak lagi memperhatikan kita. Nyatanya Ia tetap dan terus memandang kita. Pada saatnya Ia akan mendatangi kita, berjalan di atas air. Ia memperlihatkan kepada kita, siapakah Dia sesungguhnya.

Bukan Pribadi kaleng-kaleng. Tidak abal-abal. Ia ada di atas dan menguasai semua. Alam yang tak bisa dihadapi dan ditaklukkan oleh kita, tak ada apa-apanya bagi Dia. Dan ini yang dikatakan-Nya kepada kita, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Mrk 6:50). Dia meyakinkan kita bahwa Ia tetap ada. Ia adalah Imanuel, Allah beserta kita.

Bagi kita, jangan pernah mengira, berspekulasi bahwa Tuhan adalah hantu dan berteriak-teriak ketakutan. Ia bukan hantu seperti preman yang menakutkan; atau debt collector yang menagih hutang nafas hidup dan materi yang Ia pinjamkan. Ia bukan hantu yang menghantui kita dengan bayang-bayang dan ilusi.

Hati kita jangan sampai tetap degil (Mrk 6:49.52). Karena "degil" itu mengerikan. Istilah Yunani untuk degil adalah 'porosis', akar katanya 'poros' yang berarti semacam batu yang kerasnya luar biasa; tertutup oleh sesuatu yang keras, mengeras, tak kunjung paham. Dalam istilah kita, diartikan sebagai tak mau menerima pendapat orang, keras kepala, berkepala batu.

Amsal memberi nasihat, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu" (Ams 3:5-6).

St. Yohanes yang telah melihat Allah memberi peneguhan, "Allah adalah kasih. Kasih Allah sempurna di dalam kita. Maka tetaplah berada dalam kasih. Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan. Barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih" (1 Yoh 4:7-21).*

Simak juga video renungan harian berikut ini:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved