Breaking News

Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Sabtu 2 Januari 2021: Tahu dan Sadar Diri

Ketika Yesus tampil di panggung dunia, Yohanes Pembaptis sudah sangat top, tenar, terkenal. Ia digandrungi sebagai pengkotbah ulung

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Sabtu 2 Januari 2021: Tahu dan Sadar Diri (Yohanes 1:19-28)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Ketika Yesus tampil di panggung dunia, Yohanes Pembaptis sudah sangat top, tenar, terkenal. Ia digandrungi sebagai pengkotbah ulung; banyak orang berbondong-bondong ingin mendengarkan pengajarannya. Ia dikagumi oleh banyak orang di seantero negeri Palestina dan telah mempunyai banyak pengikut. Meski ia cuma berpakaian kulit kayu dan makanannya hanya belalang dan madu hutan, tapi banyak orang yang rela menjadi muridnya yang setia mengikutinya.

Namun ada 2 (dua) hal menarik yang harus diangkat dan dijadikan bahan permenungan hari ini. Pertama, ternyata ia tahu diri, sangat sadar diri. Ketika beberapa imam dan orang-orang Lewi menanyakan dia, "Siapakah engkau?" Ia menjawab jujur, apa adanya, tak berdusta, "Aku bukan Mesias" (Yoh 1:19-20).

Kedua, ia juga tahu tugasnya. Saat ditanya lebih lanjut, "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia? Engkaukah nabi yang akan datang?" Dia menjawab tegas, "Bukan! Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya" (Yoh 1:21-23). Dalam bahasa penginjil Yohanes, tugasnya hanyalah memberi kesaksian tentang Terang, supaya semua orang menjadi percaya (Yoh 1:7).

Merenungkan kedua hal menarik ini, saya, Anda, siapa saja, seharusnya tersedak dan menjadi malu. Kenapa?

De facto kita suka sekali memamerkan diri, membusungkan dada dengan rupa-rupa cara, dengan berbagai atribut. Tanpa ditanya, kita memperkenalkan diri, "Saya adalah pimpinan perusahaan ini, saya tamatan universitas terkenal itu". Kita senang mencantumkan nama dengan sederetan gelar akademik. Pada kartu undangan, tertulis catatan kecil, "Mohon maaf bila terdapat kekeliruan dalam penyebutan nama, gelar, dsb".

Dua tahun lalu seseorang pernah memuat postingan yang cukup menohok. "Pertengahan bulan Desember ini ada penerimaan raport buat putra-putri kita. Saya ikut bahagia di hari yang cerah ini buat Anda semua. Izinkanlah saya memberi sudut pandang yang mungkin bermanfaat bagi kita semua: Berhentilah memamerkan atau mementingkan ranking putra-putri Anda."

"Yang terpenting dari pendidikan itu bukan ranking. Hakekat pendudikan itu adalah menjadikan anak-anak Anda mampu mengembangkan bakatnya, tahu nilai-nilai benar dan salah, punya semangat untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, berpikir logis. Berhentilah Anda menjadikan ranking sebagai kunci dari keberhasilan!".

Kita pun semestinya malu, karena ternyata terkadang kita bertugas, bekerja, berkarya lebih untuk kebesaran, kemakmuran, kejayaan diri. Ada rasa kurang, tak cukup, bahkan terpukul bila kita tak dianggap sebagai orang yang gemilang, sukses. Padahal inti hakekat dari berkarya, apa pun profesi, jabatan, tugas, tak lain adalah memanusiawikan diri dan orang lain. Bahkan yang paling mulia adalah agar "Tuhan makin besar dan aku makin kecil". St. Ireneus punya semboyan, "Gloria Dei, homo vivens", kemuliaan Allah adalah manusia yang hidup.

Di awal tahun ini, kita melihat jalan panjang hidup kita ke depan. Kita akan berlangkah maju, hari demi hari. Kita sudah jadi "orang", dikenal banyak orang, punya banyak atribut dan jabatan, mengemban banyak tugas dan pekerjaan. Tuhan belum ada apa-apanya dibandingkan dengan diri kita. Dia baru lahir kemarin, masih tergolong ingusan. Tapi kita berusaha sadar diri, tahu diri, tahu tugas kita.

"Kita sesungguhnya saksi untuk memberi kesaksian tentang terang, supaya oleh kita semua orang menjadi percaya" (bdk. Yoh 1:7).*

Simak juga video renungan harian katolik berikut:

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved