Ratna Sari Dewi Soekarno Tak Pernah Benar-Benar Melakukan Pekerjaan Seorang Istri, Ini Alasannya
Ratna Sari Dewi Soekarno Tak Pernah Benar-Benar Melakukan Pekerjaan Seorang Istri, Ini Alasannya
"Setelah itu barulah kawin kedua kali dengan wanita Jepang bernama Dewi Soekarno.
"Jadi Dewi adalah wanita Jepang kedua yang dikawini Soekarno," kata dia.
Mengapa sampai bunuh diri
Nasib tragis memang menjemput Sakiko di akhir hidupnya.
Di kediaman elit di bilangan Menteng, Jakarta, Sakiko mengakhiri hidupnya dengan mengiris urat nadinya pada 30 September 1959.
Saat itu ia sudah memeluk Islam dan namanya berubah menjadi Saliku Maesaroh, tapi kenyataannya ia justru mati muda.
Dalam sebuah buku Paradoks Revolusi Indonesia (2010), Lambet Giebels menyebut alasan Sakiko mengakhiri hidupnya adalah "malu lantaran hostesu kedua, Dewi, menjadi istri favorit Soekarno."
Hostes, nama pekerjaan wanita di klub malam. Pekerjaan tersebut sudah membanjir di Jepang, dan terbilang pekerjaan yang cukup mewah untuk para wanita Jepang.
Sakiko menurut majalah Vanity Fair volume 55 (1992: 133) pernah bekerja di klub malam bernama Benibasha di Tokyo, sedangkan Dewi juga pernah bernah bekerja di klub tersebut sebelum akhirnya pindah bekerja di klub Copacabana.
Dari sebuah catatan Masashi Nishihara dalam Sukarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang 1951-1966 (1994), Dewi atau Naoko Nemoto lahir di tahun 1940 di Tokyo, menjadi anak perempuan ketiga dari seorang pekerja bangunan yang tidak begitu baik kondisi keuangannya.
“Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda sampai dia lulus sekolah lanjutan pertama (SMP) pada 1955, tetapi setahun lebih sedikit sesudahnya, dia mengundurkan diri dan bekerja sebagai hostes klub malam,” catat Masashi.
Soekarno, Dewi Soekarno, Kartika Dewi (Instagram @kartikasoekarnofoundation)
Copacabana, tempatnya terakhir bekerja sebagai hostes, adalah klub yang kerap dikunjungi orang asing.
Soekarno 'digoyang' dua gundik Jepang
Petualangan cinta Sang Proklamator secara ironis memang menjadi kelemahan yang dilihat oleh pihak Jepang saat itu.
Rupanya, Sakiko dan Naoko merupakan salah dua dari empat perempuan yang disodorkan dua perusahaan Jepang kepada Soekarno usai kesepakatan pampasan perang Jepang kepada Indonesia disepakati.
Perusahaan pertama adalah Kinoshita Trading Companya milik Kinoshita Sigeru, perusahaan kedua adalah Tonichi Trading Company milik Kubo Masao. Kinoshita merupakan perusahaan kelas menengah, sedangkan Tonichi perusahaan kecil yang baru lahir 1952 silam.
Kehadiran kedua perusahaan dinilai janggal sebab proyek perbaikan pampasan perang itu terbilang proyek besar, seharusnya dikerjakan perusahaan sejelas Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo Trading dan lainnya.
Nah, keduanya bisa mendekati Soekarno karena tidak hanya mengandalkan kedekatan politik dengan petinggi Jepang, tapi juga memanfaatkan kelemahan Soekarno yang mudah tertarik dengan wanita.
Kinoshita-pun sangat royal menyambut rombongan Soekarno dan partainya di Jepang pada 1958. Ia membelanjakan sekitar 100.000 dollar AS selama mereka tinggal. Akibat pemborosan ini Kinoshita gagal bersaing memperebutkan proyek yang didanai pampasan perang dengan perusahaan Mitsui.
Romantika cinta mendiang Soekarno dengan 9 istrinya, termasuk Fatmawati, Hartini, Inggit Garnasih dan Ratna Sari Dewi atau Dewi Soekarno. (Kolase TribunNewsmaker.com/ Arsip Negara)
Modal Kinoshita tak hanya perempuan dan hiburan. Perusahaan ini memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi. Jejak Kishi pada Perang Dunia II cukup kuat. Pada 1944 ia menjadi salah satu menteri di Kabinet Jenderal Tojo. Pasca perang dunia II, ia didakwa sebagai penjahat perang dan dipenjara di Sugamo.
Setelah menghirup udara bebas, Kinoshita mengetahui Kishi tak dapat menduduki jabatan publik hingga 1952. Ia-pun menawarkan jabatan presiden perusahaan. Lantas pada 1952, Kishi duduk sebagai perdana menteri, kontak dengan Sukarno kemudian terjalin.
Berbeda dengan Kinoshita yang memiliki jejaring politik kelas atas, Perusahaan Tonichi bertemu dengan Soekarno dengan cara unik. Salah satu dewan direksinya yang memiliki jaringan dunia bawah tanah, Yoshio Kodama, memberikan perlindungan dengan mengerahkan pengawalan Yakuza ketika Soekarno melakukan kunjungan pribadi ke Tokyo pada 1958.
Keberhasilan ini membuat pemilik Tonichi, Kubo, memiliki akses pribadi kepada Soekarno. Ia-pun memperkenalkan Sukarno kepada Naoko Nemoto, gadis pekerja klub malam. Perkenalan ini dilanjutkan pertemuan dua kali di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang.
Setelah Soekarno pulang ke Indonesia, mereka saling berkirim surat. Hingga Soekarno memutuskan mengundang Naoko ke Jakarta dan tinggal selama dua pekan dengan ditemani oleh Kubo. Kubo tahu perempuan adalah salah satu kelemahan Soekarno, ia-pun membawa dua perempuan Jepang lain.
Namun Naoko mengabarkan kepada Sukarno melalui surat yang ia kirimkan bahwa dirinya dimanfaatkan Kubo untuk kepentingan bisnis. Soekarno sendiri sudah terlanjur jatuh hati kepada Nemoto.
Kehadiran Naoko ini membuat Sakiko berkecil hati. Enam belas hari kemudian, dia bunuh diri. Kabar ini sempat membuat Sukarno menangis, namun ia tetap mengawini Naoko pada 1961 yang kemudian bernama Ratna Sari Dewi Sukarno.
Duduknya Dewi sebagai istri Sukarno membuatnya menggenggam bisnis pengusaha Jepang di Indonenesia. Kabarnya, setiap pengusaha Jepang yang ingin berinvestasi harus bertandang ke Wisma Yaso, rumah yang dibangunkan Soekarno untuknya. Wisma itu kemudian menjadi Museum Satria Mandala. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dewi Soekarno: Saya tidak Pernah Benar-benar Melakukan Pekerjaan Seperti Seorang Istri, https://www.tribunnews.com/internasional/2020/12/29/dewi-soekarno-saya-tidak-pernah-benar-benar-melakukan-pekerjaan-seperti-seorang-istri?page=all dan style. Itribunnews Cinta Pertama Soekarno di Jepang Ternyata Bukan Ratna Sari Dewi, Tapi Sosok Wanita Ini https://style.tribunnews.com/amp/2020/12/12/cinta-pertama-soekarno-di-jepang-ternyata-bukan-ratna-sari-dewi-tapi-sosok-wanita-ini?page=all
Editor: Dewi Agustina