Reshuffle kabinet

Jadi Mensos, Jabatan Risma sebagai Walikota Surabaya Masih Dipersoalkan, Ini Kata Pengamat

Jadi Mensos, Jabatan Risma sebagai Walikota Surabaya Masih Dipersoalkan, Ini Kata Pengamat

Editor: Adiana Ahmad
Tribunnews.com
Risma saat sertijab di Gedung Aneka Bhakti, Kemensos, Jln Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2020). (Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi) 

Jadi Mensos, Jabatan Risma sebagai Walikota Surabaya Masih Dipersoalkan, Ini Kata Pengamat

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sudah dilantik jadi Menteri Sosial ( Mensos ), Risma kini harus berhadapan dengan polemik terkait jabatannya sebagai Walikota Surabaya.

Meski sudah ada Plt, Pengamat mengatakan Risma tetap harus diberhentikan oleh Sidang Paripurna DPRD Kota Surabaya.

Hal itu disampaikan pengamat politik seklaigus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti kepada wartawan, Jumat (25/12/2020).

Penyataan Ray Rangkuti menanggapi Pernyataan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik bahwa Tri Rismaharini dengan sendirinya telah berhenti sejak dilantik sebagai Menteri Sosial di dalam Kabinet Indonesia Maju adalah benar adanya.

"Pemberhentian itu seharusnya tetap harus melalui mekanisme rapat paripurna DPRD. Bukan melalui SK presiden," kata Ray.

Terkait klaim Risma mendapat restu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk rangkap jabatan sementara, menurutnya hal itu tidak dengan sendirinya tetap menempatkan Risma sebagai wali kota.

"Jadi tidak ada istilah sudah mendapat izin presiden.

Izin presiden tidak dengan sendirinya tetap menempatkan ibu Risma sebagai walikota.

Tapi bisa dengan kapasitas lain, seperti Mensos atau warga biasa," ujarnya.

Ray menjelaskan, sesuai dengan UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara, menteri dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 23 poin a).

Hal ini diperkuat oleh pasal 78 ayat (2) poin g UU No 23/2014 yakini "diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan".

"Dengan dua ketentuan ini, dengan sendirinya ibu Risma sudah tidak memenuhi sarat untuk tetap menjadi kepala daerah.

Tinggal proses politik dan administrasinya harus tetap dilakukan, yakni melalui sidang paripurna di DPRD untuk menetapkan pemberhentian ibu Risma sebagai kepala daerah," ucapnya.

"Tentu, ada peluang hal ini dipersoalkan. Misalnya DPRD tidak mau bersidang untuk menetapkan pemberhentian ibu Risma. Jika itu yang terjadi, Surabaya dalam status quo.

Punya kepala daerah yang sama sekali tidak bisa aktif, tapi juga tak dapat digantikan. Tinggal kita lihat seperti apa sikap DPRD Surabaya," imbuhnya.

Lebih lanjut, jika Risma tetap berkeinginan untuk meresmikan jembatan atau museum atau apapun, hal itu tentu diperbolehkan.

Namun tidak lagi dalam kapasitas beliau sebagai wali kota.

"Bu Risma dapat mempergunakan kapasitas lain dirinya.

Entah sebagai Mensos, atau warga biasa Surabaya. Kalau sebagai wali kota, jelas hal itu tidak diperkenankan undang-undang.

Tapi jika Bu Risma masih tetap mempergunakan kapasitas walikota, punya potensi melanggar 2 undang-undang," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengamat: Pemberhentian Risma sebagai Wali Kota Surabaya Tetap Harus Melalui Rapat Paripurna DPRD, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/12/25/pengamat-pemberhentian-risma-sebagai-wali-kota-surabaya-tetap-harus-melalui-rapat-paripurna-dprd?page=all
Penulis: chaerul umam
Editor: Hendra Gunawan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved