Kasus Djoko Tjandra
Agar Red Notice Dihapus, Tommy Sumardi Minta Rp 25 M Tapi Djoko Tjandra Keberatan Jadi Turun Rp 10 M
Mendengar permintaan Tommy Sumardi itu, Djoko Tjandra terkejut sebab biaya pengurusan di kepolisian mencapai Rp 25 miliar.
Agar Red Notice Dihapus, Tommy Sumardi Minta Rp 25 M, Tapi Djoko Tjandra Keberatan Jadi Turun Rp 10 M
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kasus Djoko Tjandra yang menjadi buronan negara selama bertahun-tahun, telah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (22/12/2020).
Namun jauh sebelum Djoko Tjandra divonis 2 tahun 6 bulan penjara, terkuak kisah tentang upaya menghapus red notice yang membelit pengusaha cessie Bank Bali senilai ratusan miliar tersebut.
Ternyata, Tommy Sumardi sebagai perantara Djoko Tjandra pernah meminta kepada DJoko Tjandra, biaya penghapusan red notice sebesar Rp 25 miliar.
Mendengar permintaan Tommy Sumardi itu, Djoko Tjandra terkejut sebab biaya pengurusan di kepolisian mencapai Rp 25 miliar.
Ini diungkapkan Djoko Tjandra saat menjadi saksi atas terdakwa Brigjen Prasetijo itu. Djoko Tjandra mengaku jumlah itu terlalu mahal.
"Ini ongkos pertama kali Rp 25 miliar."
"Saya nawar Rp 5 miliar. Kemudian akhirnya beliau turun Rp 15 miliar dan kami sepakat Rp 10 miliar."
"Entah apa kita bicara akhirnya ketemu di titik Rp 10 miliar," ucap Djoko Tjandra di persidangan suap penghapusan red notice, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2020).
Djoko Tjandra mengakui upaya penghapusan red notice itu dalam rangka mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus korupsi hak tagih Bank Bali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Djoko Tjandra menyatakan harus mendaftarkan PK itu sendiri di Indonesia. Namun, Djoko Tjandra mengetahui namanya masih dicekal.
"Saya enggak bisa masuk ke Indonesia karena Imigrasi belum melepas saya."
"Dapat informasi dari, saya tidak ingat."

"Tetapi kira-kira itu, saya minta ke Tommy untuk melakukan pengecekan."
"Saya posisi ada di Malaysia, TS di Jakarta. Komunikasi lewat telepon," ucap Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra menerangkan, Tommy saat itu menyanggupi permintaannya dengan syarat ada biayanya.
Angka yang disepakati terakhir ialah Rp 10 miliar, yang diketahui Djoko Tjandra sebagai uang konsultan.
Djoko Tjandra tidak mengetahui ke mana uang itu digunakan oleh Tommy di Indonesia.
Djoko Tjandra melanjutkan, dirinya pun melakukan transaksi melalui sekretaris pribadinya, Nurmawan Fransisca kepada Tommy, pertama kali pada 27 April 2020.
Uang yang diserahkan senilai 100 ribu dolar AS. Uang diantarkan oleh seorang office boy di Resto Meradelima, Jakarta Selatan.
"Kedua pada 28 April 2020 sebesar 200 ribu dolar Singapura."
"Penyerahan pada waktu itu saya ketahui di Hotel Mulia."
"Diserahkan oleh Sisca kepada Tommy Sumardi."
"Sumber uang itu kita beli di money changer. Sisca menerima uang dari money changer," papar Djoko Tjandra.
Ketiga, imbuh Djoko Tjandra, pada 29 April 2020 sebesar 100 ribu dolar AS.
Transaksi ini dilakukan oleh Sisca, yang diantar office boy ke Tommy di Resto Meradelima.
Penyerahan selanjutnya pada 4 Mei 2020 sebesar 150 ribu dolar AS. Prosesnya sama, di Resto Meradelima.
Kelima, tambah Djoko Tjandra, pada 12 Mei 2020 sebesar 100 ribu dolar AS di kawasan Tanah Abang. Uang diantar office boy kepada Tommy.
"22 Mei 2020 diserahkan di rumah TS, 50 ribu dolar AS. Prosesnya sama (melalui office boy)," tutur Djoko Tjandra.
Djoko mengatakan, pada 11 Mei 2020, namanya dalam red notice dan pencekalan sudah dicabut.
"Intinya bahwa DPO sudah diangkat," cetus Djoko Tjandra.
Dituntut 1 Tahun 6 Bulan Penjara
Tommy Sumardi dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dalam kasus suap pengurusan red notice Djoko Tjandra.
Jaksa penuntut umum (JPU) juga menuntut Tommy selaku terdakwa membayar denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan pidana badan.
Tommy disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Tommy Sumardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa membacakan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020).
Dalam tuntutannya, jaksa melakukan sejumlah pertimbangan.
Untuk sisi yang memberatkan, Tommy dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sedangkan sisi yang meringankan, Tommy dianggap telah mengakui perbuatannya. Tommy juga dinyatakan bukan pelaku utama.
Selama persidangan, Tommy juga dinilai telah memberikan keterangan atau bukti yang signifikan mengungkap tindak pidana dan pelaku lain.
Untuk itu, jaksa turut meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara ini menyatakan Tommy sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama.
"Terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator telah memberikan keterangan atau bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana dan pelaku lainnya," jelas jaksa.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua jenderal polisi.
Yakni, Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.
(*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Tommy Sumardi Minta Rp 25 Miliar untuk Hapus Red Notice, Djoko Tjandra Menawar, Sepakat Rp 10 M, https://wartakota.tribunnews.com/2020/12/15/tommy-sumardi-minta-rp-25-miliar-untuk-hapus-red-notice-djoko-tjandra-menawar-sepakat-rp-10-m?page=all