Cerita Ibu Florensia Nona dari Sikka NTT: 'Saya Punya Anak Tiga Banci Ini, Tuhan yang Buat'

Kenyataan hidup sebagai waria (wanita pria) tidaklah gampang. Sebagian besar masyarakat belum bisa menerima kehadiran mereka

Editor: Agustinus Sape
BBC News Indonesia
Chintya, Lola dan Linda, tiga transpuan dari satu keluarga besar di Maumere, NTT. 

"Bapak marah, jangan ikat tenun, nanti babi hutan gigit. Makanya si Linda ini pergi. Tapi mama tidak marah," kata Florensia.

Florensia Nona bersama keluarga besarnya di pelataran rumah di Desa Ipir, Bola, Kabupaten Sikka, NTT.
Florensia Nona bersama keluarga besarnya di pelataran rumah di Desa Ipir, Bola, Kabupaten Sikka, NTT. (BBC News Indonesia)

Bukan hanya itu, bapak juga marah dengan Linda, karena membantu memasak di rumah.

"Bapak marah ini, sampai pukul. Sebab kamu ini laki, kenapa seperti perempuan. Si Linda ini bilang, bapak jangan marah. Kami masak ini kan untuk bapak," kenang Florensia.

Tapi, sejak bapak meninggal sembilan tahun lalu, segala urusan adat istiadat keluarga kini diwakili oleh Linda. Mulai dari urusan tanah, pernikahan hingga rapat pengambilan keputusan.

"Hanya Linda yang bisa omong soal urusan rumah adat. Sementara mereka yang dua (anak laki-laki) itu, belum bisa untuk urusan adat di rumah," kata Florensia.

Florensia juga bercerita, suaminya kerap membedakan perlakuan dua anak laki-laki lainnya dari tiga anak yang menjadi transpuan.

"Mereka tiga orang ini sudah jadi perempuan. Kamu dua orang ini harus isap rokok, minum arak," katanya menirukan ucapan mendiang suaminya saat masih hidup.

Linda, putra pertama Florensia Nona yang memiliki jati diri sebagai transpuan.
Linda, putra pertama Florensia Nona yang memiliki jati diri sebagai transpuan. (BBC News Indonesia)

Tapi bagaimana pun, Florensia mengatakan, "Mama sayang, karena mereka anak kandung saya."

Anak kesayangan itu, Linda, saat ini bekerja sebagai penjaga kos-kosan di Kota Maumere.

Kenangan pahit masa kecil diperlakukan berbeda dari dua adik laki-laki yang kini sudah menikah, masih membekas dalam ingatannya.

"Jadi waktu itu, adik (laki-laki) saya dua orang tak pernah temanan (dengan) kita. Selalu dengan bapak, makan dengan bapak, isap rokok dengan bapak. Sedangkan kami tiga orang itu selalu dengan mama," kata Linda.

Selain itu, Linda juga dididik dengan keras untuk menjadi laki-laki.

"Kadang saya dipukul, saya disiksa, kadang dikasih telanjang, kadang dikasih botak rambut, tapi saya terima saja, saya tetap lawan sama orangtua saya. Kalau mereka enggak mau, ya saya lawan, saya lari sembunyi," kata Linda dengan suara bergetar.

Sikap bapaknya sempat melunak, saat Linda mulai bekerja sebagai penjaga toko, dan membantu kehidupan keluarga.

"Jadi waktu itu bapak bilang, biar kamu jadi banci, tapi kamu tetap kasih saya uang untuk kita hidup di rumah. Jadi waktu saya kerja itu uang gaji saya itu selalu saya kasih ke bapak," kata Linda.

Lola dan Linda, adik-kakak yang memilih menjadi transpuan. Lola mengaku menjadi yang pertama mendeklarasikan diri sebagai transpuan.
Lola dan Linda, adik-kakak yang memilih menjadi transpuan. Lola mengaku menjadi yang pertama mendeklarasikan diri sebagai transpuan. (BBC News Indonesia)
Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved