Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Minggu 20 Desember 2020, Minggu IV Adventus: Salam

“Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:26). Maria terkejut mendengar salam itu. Sesungguhnya salam itu adalah warta natal.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Minggu 20 Desember 2020, Minggu IV Adventus: Salam (2Sam7:1-5.8b-12.14a.16;Rm 16:25-27;Luk 1:26-38)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - "Apakah arti salam itu?" (Luk 1:29).

“Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:26). Maria terkejut mendengar salam itu. Sesungguhnya salam itu adalah warta natal. Salam itu menjembatani relasi antara surga dan bumi. Allah menjelma ke dalam sejarah hidup manusia. Yang Ilahi menerobos masuk ke dalam realitas dunia fana. Hidup yang fana, rapuh dan terbatas disempurnakan. Gerbang keselamatan terbuka.

Allah hadir sebagai yang tidak terbatas untuk menyempurnakan yang terbatas. Kebimbangan Maria, sosok gadis sederhana dusun Nazareth menemui ruang penyempurnaan ketika rahimnya menjadi “palungan” Yesus. Allah sungguh hadir bagi dunia dan manusia. Salam itu bermakna bahwa Allah datang secara nyata melawati umat-Nya. Maria menjadi gambaran kelayakan citra manusia untuk menerima kehadiran Sang Juruselamat.

Salam itu bermakna: mengubah segala yang tidak mungkin bagi manusia karena kerapuhan dan keterbatasannya menjadi sebuah keniscayaan bagi Allah yang kuat kuasanya melampaui segala yang terbatas. Salam itu melewati segala ketaksempurnaan dan ketakberdayaan manusia. Hal yang mungkin dan niscaya bagi Allah melampaui pertanyaan berbasis kerapuhan manusiawi: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi?"

Salam itu pun bermakna peneguhan bagi iman manusia yang terombang-ambing di tengah lautan pilihan. Allah hadir secara konkret dalam sosok bayi lemah justru untuk meneguhkan dan menguatkan. Saat kita percaya bahwa Allah sungguh beserta kita, apakah masih ada kekuatan duniawi yang akan mampu menggentarkan iman kita?

Gelombang kepanikan, kegentaran, ketaknyamanan dan berbagai huru-hara yang mengempas batin ke sudut kebimbangan yang dahsyat menjadi tanda citra diri yang keropos, kering dan gersang tanpa kehadiran Tuhan. Ketika manusia kehilangan rajutan relasi dengan Allah dan menjauh dari jangkauan kasih-Nya lalu mengandalkan kuasa manusiawinya yang pongah, akan terbayang kerusakan dan kehancuran. Saat manusia menjadi hamba dari kuasa dunia dan harta, Maria menarik kita kembali kepada Dia. “Aku ini hambaTuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38).

Rasul Santo Paulus meneguhkan langkah kita: Kehadiran Yesus menjadi kekuatan Ilahi untuk menghadapi situasi hidup apa pun yang terasa mencekam nurani (Rom 16: 25). Raja Daud dengan segala gelimang kuasa dan harta pun berpaling kepada Allah yang menghadirkan kenyamanan abadi (2Sam 7:14-18). Kita hanya butuh iman yang menerobos dinding agama untuk menjumpai Dia dalam diri sesama yang mewartakan bahwa Natal Tuhan adalah momen keseharian. Kita tidak perlu bimbang karena Allah sungguh menyertai kita.

Mari kita lalui hidup kita dengan salam: sumber bahagia, sukacita serta gembira. Salam menghalau jauh-jauh ketakutan dari hidup. Memberi salam berarti menghadirkan Allah yang berdaya mengusir kecemasan, kebimbangan, kepanikan dan ketakutan. Salam dalam beragam ekspresi mewarnai hidup kita.

Ucapan salam pejabat-pejabat kita bisa ukuran satu meter tapi Indonesia bertabur fitnah, hoaks dan provokasi kekerasan. Banyak orang dengan predikat agamawan dengan mulut berlepotan salam tapi disertai sampah berbau ujaran kebencian. Bibirnya bergairah firman (katanya dari Allah) tapi tangannya berlumur darah sesama yang adalah “dia yang lain.

”Salam Natal menghadirkan sosok Maria, teladan kita yang sahaja, teduh, dan lembut karena setia bersimpuh di hadirat Allah. *

Simak juga video renungan harian Katolik berikut:

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved