Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, 6 Desember 2020, Pekan II Adventus: Padang Gurun: Jalan Tobat Menuju Allah
Narasi-narasi Biblis memberi kita perspektif untuk memaknai “padang gurun” yang berdaya mewarnai ziarah Adventus kita menuju Natal.
Renungan Harian Katolik, Minggu 6 Desember 2020, Pekan II Adventus: Padang Gurun: Jalan Tobat Menuju Allah (Yesaya 40:1-5.9-11; 2Petrus 3:8-4; Markus 1:1-8)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - “Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun” (Mrk 1:3)
Yohanes Pembaptis adalah suara yang berseru-seru di padang gurun. Suara itu menerobos hati manusia. Suara itu menginsafkan kita bahwa dari sebuah area yang gersang, tandus dan kerontang, sebuah kehidupan tanpa kehidupan, simbol ketiadaan harapan, ada “sesuatu” yang pantas direnungkan.
Suara itu mengingatkan kita bahwa Adventus adalah ziarah menyongsong “Mesias yang akan datang” yang membawa harapan baru. Kita bersama semua orang dari Yudea dan Yerusalem mesti kembali kepada “suara orang yang berseru-seru di padang gurun” (Mrk 1:5). Demi menangkap pesan dan kepastian harapan di balik alam padang gurun yang gersang.
Narasi-narasi Biblis memberi kita perspektif untuk memaknai “padang gurun” yang berdaya mewarnai ziarah Adventus kita menuju Natal.
Pertama, padang gurun adalah salah satu bentangan panjang kisah hidup sejarah umat Israel. Sebelum masuk tanah terjanji, setelah hidup dalam perbudakan di Mesir, umat Israel mengembara di padang gurun.
Adventus adalah “saat persiapan” untuk mengalami perjumpaan dan masuk ke dalam gerbang Perjanjian Baru dalam Yesus, Messias yang dijanjikan. Persiapan itu ditandai keberanian hati untuk meninggalkan perbudakan dan kuasa dosa. Maka padang gurun adalah panggilan kepada pertobatan. Itulah inti seruan kenabian Yohanes Pembaptis di padang gurun.
Kedua, kita meyakini bahwa di padang gurun yang gersang dan sunyi, nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan. Adakah sesuatu yang dapat diharapkan dari tempat penuh kemustahilan itu? Hal yang pasti: Tuhan ada di sana dalam ketakberdayaan pemahaman dan kekosongan pengetahuan manusia.
Maka Adventus adalah seruan dan ajakan pulang kembali ke padang gurun. Agar bisa mengalami kembali Allah sebagai satu-satunya “harapan yang benar dan pasti.” Bukankah, kisah jeritan pilu Hagar demi anaknya Ismael di padang yang gersang menghadirkan harapan dari Yahwe kepadanya? (Kej 20:14-19).
Ketika kita menziarahi hidup ini, ada sekian banyak harapan yang kita gapai dan jaminan yang kita andalkan. Maka gelegar suara padang gurun mengingatkan kita agar tidak boleh lelah dan setia mencari harapan dan terang sejati dalam Tuhan.
Ketiga, padang gurun adalah “momentum ujian kehidupan.” Tuhan menguji hati dan iman orang Israel. Ruang pertarungan antara keyakinan dan keragu-raguan, sukacita dan keluhan-keluhan, kesetiaan dan pengkhianatan dan sekian banyak pertarungan antara godaan dan nilai-nilai hidup.
Mari kita lebih setia mengalami Adventus sebagai kisah ujian kehidupan. Kita buktikan bahwa kesederhanaan hidup tetap selalu unggul dari kecenderungan tampilan hidup serba mewah. Bahwa tenang, sabar, setia, penuh harapan mesti selalu unggul pula dari kekacauan, kepanikan, pengkhianatan, penuh putus asa dalam ziarah hidup ini.
Sejarah peradaban mengajarkan bahwa hidup yang ceria bersinar selalu lahir dari kisah-kisah perjuangan yang berat melewati ujian-ujian kehidupan yang menantang.
Keempat, padang gurun adalah area ujian berat bagi Israel untuk kembali ke masa lalu. Pulang ke Mesir untuk “mengalami daging penuh kuali” bagi Israel adalah kehidupan ketimbang mengalami kematian konyol di padang gersang (Kel 16:2-3). Tuhan begitu sabar meluruskan sikap hati Israel yang menyimpang.
Maka Adventus adalah sikap batin yang selalu merentangkan tangan ke depan. Itulah sikap batin menyongsong saat-saat yang baru dalam Tuhan. Adventus adalah bentuk dan isi kerinduan yang dahsyat akan Sang Juruselamat.
Konsekuensinya, segala sesuatu yang lama dan usang mesti dilepaskan dan ditinggalkan. Kerinduan menyongsong Sang Mesias yang dilahirkan pada Natal mesti dibarengi dengan sikap serius mengabaikan yang lama, meninggalkan “yang sudah-sudah” yang membelenggu nurani.
Kelima, sesungguhnya padang gurun adalah “Jalan Allah sendiri.” Israel memilih jalan pahit kehidupan di tanah gersang. Tanpa harapan. Jalan penuh kesukaran, hambatan dan tantangan. Israel berani masuk ke dalam sebuah peziarahan hidup penuh keterbatasan. Itulah jalan padang gurun, jalan pilihan dan tuntunan Allah sendiri.
Adventus memperlihatkan kepada kita jalan baru. Jalan pilihan dan dalam Allah sendiri. Adventus mengoreksi jalan-jalan kesukaan dan pilihan kita sendiri. Jalan yang tak berujung pasti. Jalan tanpa harapan.
Yohanes Pembaptis menyerukan bahwa jalan Allah itu mesti dilewati melalui pertobatan dan pembaptisan. Berkah dari itu adalah pengampunan dosa. Israel kembali menjadi anak-anak kepunyaaan Allah. Martabatnya dimurnikan kembali karena mereka melewati jalan pilihan dan ketetapan Allah sendiri.
Marilah kita melewati jalan Allah: jalan pemurnian, jalan penuh harapan dalam sekian banyak cobaan, jalan penuh tanda tanya menuju kepastian, jalan penuh ujian yang membangun kesetiaan. Dengan lapang dada dan jiwa besar penuh kepasrahan iman, marilah kita turun untuk mengalami suara dan jalan padang gurun. Demi menyambut Dia yang segera datang.
Jalan ini akan menyingkirkan jauh-jauh syair ini. “Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan”
Karena, "Sesuai dengan janji Allah, kita menantikan langit dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran" (2Ptr 3:13). Maranatha! Datanglah, Sang Juruselamat. Kuatkan komitmen kami. Teguhkan kesetiaan kami yang rapuh dengan kekuatan-Mu yang membuka gerbang harapan. *
SIMAK JUGA VIDEO RENUNGAN KATLIK BERIKUT:
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/pater-steph-tupeng-witin-svd.jpg)