PRB Provinsi NTT Sedang Menguji Coba Sebuah Aplikasi Pemantau Kepatuhan Protokol Kesehatan
Sasaran pemantauan dari aplikasi ini adalah fasilitas publik yang ada di NTT kemudian hasil pantauan akan dipublikasikan.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
PRB Provinsi NTT Sedang Menguji Coba Sebuah Aplikasi Pemantau Kepatuhan Protokol Kesehatan
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang menguji coba sebuah aplikasi pemantau kepatuhan terhadap protokol kesehatan dalam masa pandemi.
Hal ini diungkapkan Ketua Forum PRB NTT, Buce E. Y. Ga dalam Acara Ngobrol Asyik bersama Pos Kupang pada Senin (30/11/2020) dengan tema "Melihat Perspektif Covid-19 dari Perspektif Bencana.
"Kita sedang menguji coba sebuah aplikasi selama 2 bulan. Aplikasi ini digunakan untuk memantau semua fasilitas publik terkait dengan protokol Covid-19 yakni mencuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak" jelas Buce.
"Hari ini kita masih percaya vaksin yang akan datang tetapi kita harus tetap percaya pada pesan lama yakni mencegah lebih baik daripada mengobati" lanjutnya.
Sasaran pemantauan dari aplikasi ini adalah fasilitas publik yang ada di NTT kemudian hasil pantauan akan dipublikasikan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PRB Kota Kupang, Silvester Ndaparoka berharap agar bertemu dengan satgas Provinsi dan satgas Kota Kupang untuk membedah masalah ini
"Dari aplikasi ini kami akan tahu tempat gunting rambut mana yang ada protokol kesehatan hari ini, dan kami akan tahu warung mana yang tidak pakai masker. Kami punya data tentang itu " jelas Silvester.
Lanjut Silvester, Aplikasi ini adalah aplikasi yang sangat friendly, millenial, bisa dilakukan siapa saja dan tanpa perlu registrasi.
Buce mengatakan, dalam konteks bencana, tidak saja di NTT tapi juga di Indonesia bahkan dunia, jika melihat teori bencana, ada bermacam - macam bencana.
Ada kategori bencana hidrologis yang berhubungan dengan iklim, bencana geologi yang berhubungan dengan aspek - aspek geologi seperti gempa bumi dan gunung meletus dan ada juga kategori bencana ancaman biologis, termasuk di dalamnya wabah penyakit Covid-19.
"Pengalaman kita selama ini kan mengatasi KLB (Kejadian Luar Biasa) yang periodenya pendek dan penularannya tidak masif seperti Covid ini" kata Buce.
"Kita bersyukur pemerintah langsung menetapkan Covid-19 sebagai sebuah bencana karena penanganannya bisa lebih cepat dan bisa menggunakan pendekatan dari berbagai aspek" ujar Buce.
Dia menambahkan, efek dari wabah covid-19 bukan hanya sekedar wabah penyakit yang harus ditangani oleh tenaga medis tetapi memiliki efek yang cukup luas, misalnya sekolah-sekolah ditutup dan harus ada PHK tenaga kerja.
"Terakhir kan pemerintah membentuk satgas yang tidak hanya mengurus wabah ini tetapi diberbagai bidang juga, termasuk pemulihan ekonomi" lanjut Buce.
Pada pandemi Covid-19, PRB bukan hanya melakukan penanganan terhadap penularan covid tetapi juga mengurus orang-orang yang kehilangan pekerjaan.
"Siklus PRB mulai dari upaya-upaya pencegahan hingga dengan tanggap darurat" jelas Buce
Sebelum covid-19 PRB memfokuskan pada upaya-upaya kampanye untuk mengurangi resiko bencana melalui momentum-momentum pada bulan PRB yakni pada minggu ke-2 bulan Oktober. Kegiatan ini dilakukan setiap tahun.
Selain itu, PRB juga punya Hari Kesiapsiagan yang didalamnya dilakukan simulasi penanganan bencana.
Dalam penanganan Covid-19, lanjut Buce, proses respon darurat berjalan beriringan dengan upaya - upaya pemulihan.
"Jadi berbeda dengan ketika seperti sekarang, gunung meletus di Lembata. Saat ini, ada evakuasi respon darurat pengungsi dan mungkin setelah dua atau tiga bulan kemudian dalam siklus penanganan bencana, itu baru mulai dilakukan upaya pemulihan" ungkapnya.
"Mungkin situasi daruratnya bisa diperpanjang sampai 6 bulan. Kalau kita bicara Covid ketika kita mengurusi penularan sekaligus kita mengurusi orang - orang yang di PHK yang kehilangan pekerjaan" lanjut Buce.
Dia menambahkan, pemerintah saat ini juga sudah lebih maju dalam sistem penanganan bencana.
Sementara Ketua PRB Kota Kupang, Silvester Ndaparoka mengungkapkan, sejak pertama kali wabah Covid-19 di Wuhan, dia bersama teman - temannya susah membicarakan tentang virus tersebut.
"Di Desember dan Januari itu bahkan kita sudah mulai percakapan - percakapan serius dengan teman - teman itu sudah berlangsung bagaimana membaca bencana model ini. Jadi secara teori secara pandangan teman - teman ini bahkan ada joke 'oh bencana ini bisa naik pesawat' itu dari awal - awal sudah kita diskusikan" ungkap Silvester.
"Bahkan sebelum ada Kupang 01 kita sudah ada percakapan - percakapan, kebetulan juga kami berafiliasi dengan teman - teman di gereja, kami sudah saat itu dengan teman - teman yanh ngurusi Paskah kita sudah waspadai Corona dalam urusan pawai Paskah" lanjutnya.
PRB juga melakukan perang terhadap hoax karena berita diawal penyebaran Civid-19 sangat simpang siur informasinya.
"Itu yang kita lakukan sebelum di NTT ada" kata Buce.
Sementara Silvester menjelaskan, Forum PRB Kota Kupang sendiri diakhir tahun 2019 mengagendakan konsolidasi 5 pilar dalam urusan bencana yang disebut pilar Pentahelix yakni pemerintah, dunia usaha, media, akademisi dan masyarakat. Gereja LSM dan lain lain ada di pilar masyarakat.
"Lima pilar ini yang sebenarnya kita mau konsolidasi di 2020 tapi kebetulan karena kejutan Covid muncul di 2020 awal ya sudah energi kita alihkan ke urusan Covid sambil mengkonsolidasi lima pilar tadi dan berjalan" ungkap Silvester.
"Puji syukur teman - teman terkonsolidasi mekanisme organisasi terbangun dan yang kami lakukan adalah kamu terus terus berkoordinasi dengan Forum PRB Provinsi karena Kota Kupang juga merupakan ibukota Provinsi. Kota ini jadi barometer sehingga kita mengkonsolidasi dalam tim untuk memberi respon pada Covid" lanjutnya.
Disamping itu, ada juga penguatan kapasitas pengurus dan kapasitas pada 4 bidang yakni advokasi regulasi, pengembangan kapasitas, penguatan organisasi dan penelitian penguatan pengelolaan pengetahuan.
Kalau melihat NTT secara keseluruhan, kata Buce, bencana yang terjadi secara berulang setiap tahun adalah kekeringan.
"Setiap tahun pasti terjadi dipuncak musim kemarau dan kadang - kadang diawal periode seperti 2016 itu kan kita punya curah hujan rendah sekali dan El Nino. Tanpa El Nino pun kita selalu mengalami krisis kekeringan" kata Buce.
"Efek yang paling terasa biasanya krisis air bersih dan hari ini kita bisa merasakan di Kota Kupang dan di kabupaten yang lain. Harusnya karena terjadi secara berulang harusnya kita jadi siap tetapi ini yang terjadi kita tetap susah air" lanjutnya.
Silvester menambahkan, selain bencana kekeringan ada beberapa daerah yang sangat sering mengalami bencana hidrometeorologi misalnya banjir.
"Teman - teman di Malaka itu pasti, di TTS bagian selatan itu pasti, akan mendapatkan banjir bandang ataupun banjir karena hujan" ungkap Silvester.
Silvester menambahkan, daerah - daerah Ring of Fire seperti Sumba dan Flores harus lebih waspada dengan bencana - bencana geologi seperti gempa bumi dan gunung meletus.
Baca juga: Pejabat Bupati Sumba Barat : Masyarakat Harus Waspada, Jangan Anggap Remeh Virus Corona
Baca juga: Yos Rera Beka Minta Maaf Kepada Jonas Salean Dalam Persidangan
Baca juga: Ile Lewotolok Meletus, Bank NTT Buka Rekening Bank NTT Peduli
Baca juga: Pasien Positip Virus Corona Terus Bertambah Jadi 21 Orang
"Kehadiran kami adalah memastikan masyarakat tangguh, memastikan pemerintah lebih siap dengan armadanya, dengan kekuatannya, dengan uangnya dengan SDMnya dengan masyarakatnya untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi)