Noura dan Masril Sang Pejuang dari Timur

Noura Susantry setia mendampingi suaminya, Jack. Sementara Abdul Manan terus menyemangati Nurmiati, istrinya, selama 14 tahun

dok Noura
Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak 

POS-KUPANG.COM - Noura Susantry sudah 3 tahun berjuang untuk menyembuhkan suaminya, Jacobus Pello alias Jack. Sementara Masril Abdul Manan pun terus menyemangati Nurmiati, istrinya, selama 14 tahun terakhir ini.

Keduanya adalah pahlawan dari Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tak kenal lelah mendampingi dan memotivasi pasangannya untuk terus berjuang menjalani kehidupan sebagai pasien penyintas gagal ginjal

Noura selalu memulai harinya dengan doa pagi jam 05.00. Doanya selalu sama, "Tuhan sembuhkanlah suamiku".

Noura sangat yakin suatu saat nanti doanya akan terkabul. Sejak mengetahui ginjal suaminya tak bisa lagi berfungsi dengan baik di tahun 2017, Noura yang bekerja di salah satu klinik dokter di Kota Kupang itu bertekad melakukan apapun agar suaminya bisa sembuh.

Dari mulai mengantar jemput suaminya melakukan proses cuci darah atau Hemodialisa (HD) di Rumah Sakti Siloam Kupang setiap tiga kali seminggu, hingga mengambil alih fungsi ayah bagi ketiga anak mereka. Semua itu dijalani Noura tanpa keluhan.

Hemodialisa atau HD adalah proses membersihkan dan menyaring darah menggunakan mesin untuk sementara membersihkan tubuh dari zat yang berbahaya yang sebenarnya dilakukan oleh ginjal.

Meski harus pindah ke rumah mertuanya dan tinggal bersama kedua orangtua Jack pun, Noura melakukannya demi kebaikan suami dan anak-anak.     

Saat itu Noura masih bekerja di klinik agar bisa tetap mendapatkan penghasilan lantaran Jack tak bisa lagi bekerja dan menghasilkan uang.  Namun setahun kemudian, Noura terpaksa risign agar bisa lebih konsen merawat sang suami di rumah. Pilihan itu membawa konsekuensi, Noura tak lagi ada penghasilan bulanan.

"Beta (saya) pikir mesti lebih fokus mengurus kak Jack. Beta sulit bagi waktu antara urus keluarga dan bekerja apalagi kondisi kak Jacky sakit. Tak tega harus pergi kerja beberapa jam kasih tinggal kak Jack dan anak-anak. Beta harus pilih berhenti kerja dan terima konsekuensinya," kata Noura kepada Pos Kupang beberapa waktu lalu.    

Noura Susantri Pello-Doek, pendamping pasien penyintas gagal ginjal
Noura Susantri Pello-Doek, pendamping pasien penyintas gagal ginjal (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Beruntung, mertuanya adalah ayah dan ibu Jack, Fransikus Pello dan Magdalena Ully menaruh kasih sayang yang begitu besar kepada mereka. Biaya makan minum dalam rumah juga transportasi untuk pengobatan dan perawatan Jacky ditangani mertua. 

“Setiap kali pergi berobat, mertua selalu memberikan uang transport Rp 75.000, itu sangat bantu kami. Mereka juga sudah ditangani biaya makan minum kami sekeluarga. Beta tak tahu membalasnya dengan cara apa,” kata Noura dengan mata berkaca-kaca.

Saat ditemui di kediamannya, awal November 2020 lalu, Noura baru saja pulang mengantar suaminya menjalani proses Hemodialisa atau HD alias proses cuci darah.

Saat itu Noura mengenakan baju lengan panjang berwarna abu-abu. Rambut sebahunya diikat. 

Tak hanya biaya makan minum, bahkan biaya pendidikan anak mereka pun ditanggung oleh Mario dan Helen, kekak dari Jack. Sesekali kakak kandung Noura ikut membantu.

Meski demikian, Noura tetap memutar otak agar bisa menghasilkan uang sendiri meski tak bekerja diluar rumah. Noura membuat makaroni ngehek yakni makaroni yang digoreng dan dibumbui lalu dijual secara online.

Noura juga memesan beberapa pakaian dari temannya di Pulau Jawa dan menjual secara online. Keuntunganya yang tidak seberapa itu bisa digunakan membeli beberapa kebutuhannya dan suaminya.

“Keuntungan dari jualan makaroni beta pakai beli obat, vitamin dan pulsa data untuk suami tercinta. Juga untuk beli beta punya kebutuhan. Beta selalu usahakan pulsa data untuk kak Jack itu jangan putus. Karena HP jadi hiburan buat kak Jack, nonton youtobe,” kata Noura melirik suaminya.

Kehidupan Noura di masa Pandemi Covid-19 lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Tidak banyak orang yang membeli dagangan onlinenya. Bahkan ada yang hutang pun enggan membayar. 

“Untung ada teman di Jawa sangat baik, kalau beta butuh obat dan vitamin untuk kak Jack, beta pesan dan dia langsung kirim. Bayarnya beta cicil dari keuntungan jualan online,” kata Noura yang bersyukur karena banyak orang yang mengulurkan tangan.

Walaupun banyak tantangan, Noura tetap menjalankan aktifitas hariannya dari mengurus pekerjaan rumah tangga, merawat Jack di rumah, mengantar jemput Jack ke rumah sakit menjalani HD hingga mendampingi anaknya belajar online.  

Tak hanya itu, setahun terakhir ini Noura  juga mendapat pekerjaan tambahan sebagai Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah atau KPCDI Provinsi NTT

Bahkan, di sela-sela kegiatannya itu Noura juga masih sempat mengumpulkan sampah barang seperti  gardus dan botol aqua.

Sampah barang bekas diambil dari sejumlah tempat lalu dibawa pulang dan ditumpuk di samping halaman rumahnya. Jika sampah sudah terkumpul banyak, Noura menghubungi bank sampah untuk datang, menimbang dan bisa menghasilkan uang.

Uang hasil penjualan sampah barang bekas dipakai membantu pasien penyintas gagal ginjal yang tidak mampu membayar BPJS mandiri kelas 3.

Ada juga orang yang menyumbangkan sampah dengan cara langsung menghubungi ke nomor WA 082266441025.

Beberapa masyarakat pun sering menyumbangkan dana untuk komunitas KPCDI di Norek 01602.02.015202-4 Bank NTT Cabang Khusus Kupang. 

Di tengah kesulitannya dan seabrek kegiatan itu tak membuat Noura melupakan kebutuhan anggota KPCDI yang juga adalah pasien penyintas gagal gunjal.

Data KPCDI NTT menyebutkan khusus di Kota Kupang, sebanyak 347 pasien penyintas gagal ginjal melakukan proses HD atau cuci darah pada tiga rumah sakit.

RSUD Prof. Dr WZ Yohannes Kupang melayani 132 pasien, RS Siloam menangani 162 pasien dan sebanyak 35 pasien menjalani proses HD di RS Leona.   

Hingga saat ini baru 5 kabupaten/ kota  di NTT yang memiliki unit HD yang bisa melayani pasien penyintas gagal ginjal. Kota Kupang pelayanan HD dilakukan di RSUD Prof. Dr WZ Yohannes Kupang, RS Siloam dan RS Leona.

Empat kabupaten lainnya yakni Kabupaten Alor di RSU Kalabahi, Kabupaten Manggarai Barat di RS Siloam, Kabupaten Sumba Timur di RSUD Waingapu dan Kabupaten Sikka di RSU TC Hillers Maumere.    

Karena itu pasien yang berasal dari Kabupaten Malaka, Kabupaten Belu, Kabupaten TTS, Kabupaten TTU, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua yang akan menjalani proses HD harus datang ke Kota Kupang.

Selama berada di Kupang mereka tentu harus menetap di kos dan hal itu tentu membutuhkan biaya.

"Kalau ada rumah singgah, mereka bisa tinggal  gratis. Disana kita bisa latih mereka buat kerajinan tangan atau menanam bunga dan dijual sehingga bisa tetap semangat. Saya  rindu punya rumah singgah," kata Noura yang berharap pemerintah bisa membangun rumah singgah untuk KPCDI

Tak bisa dibayangkan betapa sibuk Noura melalui hari demi hari. Satu hal yang luar biasa, sesibuk apapun perempuan berambut lurus ini, dia tak pernah lupa untuk mengantar suaminya menjalani proses HD di Rumah Sakit Siloam Kupang setiap hari Senin, Rabu dan Jumat.

Aktifitasnya dimulai saat bangun tidur jam 05.00. Berdoa lalu membersihkan diri kemudian menyiapkan pakaian, selimut dan obat-obatan lalu membangunkan Jack.

“Saya juga charge HP saya dan HP suami agar bisa dipakai sepanjang hari,” kata Noura.

Keduanya sarapan dan Noura mulai mengecek ketiga anaknya. Jika anak-anak sudah bangun, Noura minta bantuan kepada mertuanya agar bisa menjaga anak-anak selama mereka berada di rumah sakit.

Jam setengah tujuh pagi Noura dan Jack berangkat ke rumah sakit dengan grab mobil. Noura mesti memapah suaminya berjalan perlahan-lahan karena kondisi kaki Jack tak lagi sekuat dulu, pasca operasi kaki tahun 2016.

“Sampai rumah sakit, beta antar kak Jack ke ruang HD lalu beta mendaftarkan nama dan ambil nomor antrian. Terus beta masuk ruang HD dna berdoa dengan kak Jack,” kata Noura

Proses HD berlangsung hingga 4 jam dan waktu itu digunakannya untuk pergi membeli makanan kesukaan Jack, yakni nasi kuning atau bubur ayam atau hamburger.

”Beta menumpang bemo (angkutan kota) lampu 27. Bisa sampai satu jam, karena bemo putar sampai Bundaran PU. Kalau kak Jack mau hamburger, beta beli di KCF dekat bundaran PU. Dia mau makan apa saja beta akan pi (pergi) beli kasih,” kata Noura.

Pulangnya singgah ke Alfa Mart di depan Rumah Sakit Siloam, beli permen dan biskuit lalu Noura kembali ke ruang HD dan memberi sarapan lagi ke suaminya.

“Biasanya sehabis makan kak Jack makan permen atau biskuit sambil main game atau nonton youtobe di HP,” kata Noura sambil menyeka keringatnya.

Mengisi waktu di ruang HD, keduanya bercerita atau melakukan foto wefie kemudian mengupload ke medsos. Jika Jack mengantuk dan ingin tidur, Noura akan menyelimutinya lalu pergi keluar ruangan.

Saat itulah Noura memanfaatkan waktu untuk bisa berbaring di kursi rumah sakit. 

“Kadang malam hari beta tidur sampai lat (telat). Anak-anak bermain sampai jam 11 malam. Kalau mereka tidur, beta harus menyimpan rumah karena barang-barang berantakan dan beta baru bisa tidur sekitar jam 2 pagi. Makanya kalau di rumah sakit, beta selonjor kaki di kursi tidur sambil menunggu Jack,” kata Noura.

Bahkan sejak pandemi Covid-19, Noura hanya bisa tidur sebentar di rumah sakit karena harus pulang untuk mendampingi anaknya Hein dan Julio belajar online di rumah.

Jika Jack sudah selesai menjalani proses HD, Noura dihubungi untuk menjemput dan membawa Jack pulang kembali ke rumah.

Sampai disitu pekerjaan Noura belum selesai. Jika sampai rumah anak-anak tidak berada di rumah, Noura akan mencari keliling kompleks. 

“Kadang mereka bakalai (berkelahi) satu pukul satu  beta harus atasi. Beta setengah mati (repot) mau marah anak nanti ribut di rumah dan ganggu kak Jack tidur. Beta mulai akal su (sudah) bawa dong (mereka) naik bemo keliling atau ke rumah mama di rumah Pasir Panjang. Tapi Corona begini sonde bisa jalan lagi,” kata Noura.

Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak
Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak (dok Noura)

Noura kemudian menidurkan anak-anaknya lalu dia pun beristirahat. Bangun tidur Noura kembali mengerjakan pekerjaan rumah tangga bersama ibu mertua hingga menyiapkan makan malam.

Usai makan malam, Noura kembali mendampingi anaknya belajar online. Setelah itu anak-anak diijinkan bermain dengan Jack di kamar selama beberapa saat.

Noura kembali mengerjakan tugas lain seperti menggoreng makaroni jualannya atau melihat pesanan dari pelanggan online.

"Kalau anak su tidur, beta masih harus menyimpan barang yang berantakan, mainan atau apa begitu. Setelah semua beres baru beta naik tidur. Sesekali beta kaget bangun jika Jack mengeluh sakit dan minta diurut kaki dan belakang punggungnya,” kata Noura.

Alhasil, setiap harinya durasi tidur Noura kurang dari 6 jam. Meski tak tahu sampai kapan menjalani kehidupan seperti ini, Noura yakin suatu saat nanti Tuhan mengubah hidupnya.

“Sebenarnya beta sonde (tidak) mau hidup seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi. Beta hanya mau corona cepat stop supaya beta bisa bawa suami ke Jakarta untuk transplantasi ginjal,” kata Noura.

Noura berencana memberikan satu ginjalnya untuk Jack. Rencana itu sebenarnya sudah akan dilaksanakan bulan Agustus 2019 lalu di Bali. Namun belum terealisasi karena ada beberapa alasan sehingga mereka harus kembali ke Kupang.

“Ginjal beta sudah dicek dan cocok untuk kak Jack. Ini kami mau ke Bali lagi taunya sudah covid. Semoga tahun depan bisa,” kata Noura yang kini memilih Jakarta.

Apapun Noura lakukan untuk kesembuhan suaminya, Jack, termasuk memberikan satu ginjalnya.

Hampir setiap hari anak-anak terutama si bungsu, Juan, bertanya kapan Jack akan sembuh. Karenanya Noura terus bertahan untuk bisa menyembuhkan Jack demi anak-anak.

Noura juga memastikan akan terus mendampingi Jack dan tak akan meninggalkan suaminya itu dalam kondisi apapun juga.

"Saya tidak bisa jalan kasih tinggal, itu dosa. Takut anak kena karma. Saya belum mau Tuhan panggil suami, tunggu mereka (anak) punya kebanggaan sendiri untuk papanya," kata Noura.

                                  

Noura sangat berharap anak-anak mereka dapat tumbuh kembang dengan baik dan memiliki masa depan yang baik.

"Kehidupan kami seperti ini bisa menjadi pelajaran bagi anak-anak. Mereka lihat mamanya punya semangat dan papanya juga bisa bertahan dalam kondisi sakitnya, ada pelajaran untuk anak-anak," ingin Noura.

Untuk pasien penyintas gagal ginjal Noura berpesan agar terus bersemangat menjalani kehidupan. m“Kalau tidak punya semangat hidup, ya satu dua tahun saja. Kalau punya semangat maka cuci darah akan berlangsung sampai belasan dan puluhan tahun. Keluarga juga mesti terus berikan motivasi, sabar dan berdoa terus,” pesan Noura.

Pengorbanan yang sama juga dilakukan Masril Abdul Manan, suami dari Nurmiati. Masril begitu setia mendampingi istrinya, Nurmiati, yang sudah menjalani proses cuci darah selama 14 tahun lebih sejak tahun 2006.  

Setiap kali cuci darah, Masril selalu menyediakan waktu mengantar istrinya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. DR WZ Yohannes Kupang.

Pernah suatu saat istrinya tiba-tiba sakit sehingga Masril dan anaknya membawa istrinya ke rumah sakit tengah malam menggunakan sepeda motor.  m“Kami bonceng bertiga, istri ditengah dan anak duduk paling belakang, kasihan istri saya,” kata Masril.

Masril mengaku sedih melihat istrinya setiap kali menjalani proses HD, jarum suntik mesti ditancapkan ke beberapa bagian tubuh istrinya. Dan proses HD itu dilakukan tanpa bius. 

Masril bisa merasakan kesakitan yang dirasakan istrinya dan dia hanya bisa menghibur istrinya dengan atak-kata sambil mengelus kepala istrinya.   

“Saya sedih, tapi kita mau bagaimana itu mesti dijalani. Kita kan tidak minta hal ini tapi harus bisa terima keadaannya. Kalau bisa saja digantikan, saya mau menggantikan posisi sakit istri saya itu,” kata Masril kepada Pos-Kupang, beberapa waktu lalu.

Sejak awal menjalani proses HD, Masril memotivasi istrinya agar tetap kuat menjalankan semua itu. Ada kejadian yang tak pernah dilupakan Masril saat istrinya dirawat inap selama 63 hari di rumah sakit. Kejadian itu terjadi bulan April hingga Juni 2006.  

“Dia gelisah dan turun dari tempat tidur, tarik standar infus, saya kawal dia terus. Mulai magrib jam 7 sampai jam 3 pagi jalan keliling rumah sakit. Infus digiring, tak tahu arahnya kemana, saya ikut saja kemana dia pergi,” kata Masril.

Masril Adul Manan (kanan) dan istrinya, Nurmiati selaku pasien penyintas gagal ginjal yang sudah menjalani proses Hemodialisa atau HD selama 14 tahun sejak tahun 2006
Masril Adul Manan (kanan) dan istrinya, Nurmiati selaku pasien penyintas gagal ginjal yang sudah menjalani proses Hemodialisa atau HD selama 14 tahun sejak tahun 2006 (pos kupang)

Masril sangat khawatir kondisi istrinya saat itu. Masril pun bingung hendak melakukan apa lagi. Dalam kegalauan itu, Masril memanjatkan doa pada Tuhan.

“Saya berdoa ya Allah SWT, sembuhkan istriku karena kami sangat membutuhkannya. Anak anak kami masih kecil, saya dan anak-anak membutuhkan dia. Kalau memang Allah harus menjemput dia silahkan jemput, hilangkan penderitaannya. Tapi jika Allah mau panjangkan umurnya maka sembuhkan dia,” doa Masril saat itu.

Dan setelah berdoa, Masril lebih ikhlas menjalani kehidupannya. Masril yakin, apapun yang terjadi, pasti itu adalah hal terbaik yanng diberikan Tuhan kepadanya dan istrinya.

Selama 63 hari Nurmiati dirawat di rumah sakit, Masril tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang guru di SMPN 1 Kupang Tengah.  

Menggunakan sepeda motor, Masril rela bolak balik sekolah ke rumah sakit selama hampir satu jam perjalanan. Semua itu dilakukan agar dia bisa tetap menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara dan juga bisa tetap bertanggungjawab sebagai suami yang bisa merawat istrinya.

“Kadang dari sekolah pagi, saya langsung ke rumah sakit, saya urus dia (Nurmiati), kasih mandi air panas. Dua hari sekali sampoin rambutnya. Saya bolak balik sekolah rumah sakit setiap hari. Dikatakan sulit ya sulit, tapi saya harus jalani saja,” kata Masril.

Saat punggung istrinya mulai lecet karena berbaring dalam jangka waktu yang lama di rumah sakit, Masril merawat dengan telaten. “Punggungnya lecet, saya pakai air panas, kasih hand body  lalu kasih bedak babby agar tidak sampai membusuk,” kata Masril.

Kadang Masril menginap di rumah sakit, kadang pulang ke rumah. Ketika Masril pulang dan membersihkan rumput di halaman depan rumahnya, sejumlah tetangga mengira hidup Nurmiati sudah tidak lama lagi.

Namun Tuhan berkehendak lain. Nurmiati diberi kesehatan dan umur yang panjang hingga kini di tahun ke-14 Nurmiati masih bisa menjalani proses HD.

Menurut Masril, semua itu adalah berkah yang diberikan Tuhan kepada mereka. Kuncinya, kata Masril, pasien mesti punya keoptimisan dan juga keluarga mesti mendukung, memberikan motivasi. Selain itu keluarga juga harus sabar dan tegas terhadap pasien yang ingin makan makanan yang pantang.

“Kita dukung dia, apapun kebutuhan dipenuhi. Jauhkan makanan yang pantang untuknya. Namanya juga manusia pasti punya selera makanan, jadi kita harus ngomel sedikit,” pesan Masril.

Masril berterimakasih kepada seluruh tenaga kesehatan yang sudah melayani pasien penyintas ginjal selama ini. “Tetap semangat melayani kami, jangan bosan melayani kami. Terimakasih sudah bekerja dengan hati,” kata Masril.

* Bersyukur

Nurmiati, pasien penyintas gagal ginjal tak menyangka bisa menjalani kehidupan hingga saat ini, padahal sudah menjalani proses cuci darah sejak tahun 2006 atau 14 tahun lebih.

Awalnya istri dari Masril Abdul Manan ini mengidap hipertesi dan keluar masuk rumah sakit sejak tahun 2003. Tahun 2005, Nurmiati didiagnosa gagal ginjal sehingga mesti menjalani proses HD, namun Nurmiati enggan melakukannya.

Hingga akhirnya, Nurmiati tak tahan lagi menangung akibat dari penolakannya untuk cuci darah itu. "Saat itu saya seperti linglung, dibilangnya urium sudah sampai ke otak, karena ginjal tak berfungsi lagi. Akhirnya saya berlutut mohon ke dokter agar saya cuci darah sudah,” kenang Nurmiati.

Akhirnya tanggal 3 Juni 2006, Nurmiati mulai menjalani HD seminggu dua kali dan terus berlangsung hingga saat ini di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang. Banyak suka duka dialami Nurmiati.

Nurmiati  pernah putus asa menjalani hidup sebagai pasien penyintas gagal ginjal, namun suaminya, Masril Abdul Manan selalu memberi motivasi kepadanya. Dia sedih melihat suaminya kerepotan mengurusnya dan anak-anak.

Pernah Nurmiati meminta suaminya menikah lagi agar bisa ada yang mengurus anak-anak dan suaminya, tapi Masril menolaknya. "Saya bersyukur mendapatkan suami seperti dia (Masril). Dia tetap setia mendapingi saya dan merawat saya hingga saat ini," syukur Nurmiati.

Nurmiati berharap pasien lainnya bisa tetap semangat dan optimis menjalani proses perawatan dan pengobatan. Apalagi saat ini semua fasilitas dan sarana prasarana sudah lebih baik ketimbang belasan tahun lalu.

Nurmiati, pasien penyintas gagal ginjal yang sudah menjalani proses Hemodialisa atau HD selama 14 tahun sejak tahun 2006
Nurmiati, pasien penyintas gagal ginjal yang sudah menjalani proses Hemodialisa atau HD selama 14 tahun sejak tahun 2006 (pos kupang)

Nurmiati terkenang dia pernah mengalami masa kehabisan cairan untuk proses HD sehingga harus didatangkan langsung dengan pesawat dari Jakarta ke Kupang tahun 2009. Saat itu mereka sampai menghadap pimpinan DPRD yang dijabat oleh Drs. IA Medah.

"Sampai Ketua DPRD, IA Medah bilang, bagaimanapun caranya ini adalah nasib orang. Lalu beliau telepon direktur dan cairan dibawa pakai pesawat dari Jakarta, saat itu Jakarta pas bajir.  Padahal sebenarnya cairan itu tidak boleh dibawa dengan pesawat. Dibantu juga oleh anggota DPR RI, Bapak Joseph Nai Soi,” kenang Nurmiati.

Nurmiati masih bisa bertahan hingga sejauh ini lantaran mendapat banyak dukungan dari suami, anak-anak dan muridnya.  Dan Nurmiati percaya Tuhan selalu campur tangan dalam kondisinya itu.

“Umur itu Tuhan yang menentukan. Jadi kita berusaha, berdoa. Dan dorongan dari keluarga itu yang paling tepat sekali. Dukungan keluarga buat saya tetap bertahan, anak-anak dan anak didik saya," kata Nurmati.

Nurmiati berharap pasien penyintas gagal ginjal mesti jangan putus asa menjalankan proses HD. "Harus semangat, jangan putus asa. Tidak ada sakit yang tak ada obatnyaa. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jangan putus asa," pesan Nurmiati.

Hal senada disampaikan pasien penyintas gagal ginjal, Jacobus Pello alias Jack yang adalah suami dari Noura Susantry.

Bagi Jack, Noura adalah istri dan pendamping yang setia dan sangat membantunya lahir dan bathin. Selama tiga tahun lebih menjalani proses cuci darah, Noura selalu sabar mendampinginya.

“Kalau tidak ada Noura, tidak tahu saya jadi seperti apa. Noura perempuan yang baik dan hebat,” puji Jack yang saat itu terbaring di tempat tidur di dalam kamarnya.

Dukungan dan motivasi dari keluarga, kata Jack, sangat mendukung semangatnya untuk berjuang melawan penyakitnya itu.

Jack bahkan yakin, jika tidak ada Noura dan anak-anak serta keluarga yang memberinya dukungan, dia pasti sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Hingga saat ini Jack masih tidak habis pikir kenapa Noura ingin mendonorkan ginjalnya. Padahal bisa jadi mencari donor ginjal lain.

Saat Noura menyampaikan maksudnya itu, Jacky sempat menolak. Tapi Noura terus meyakinkan bahwa keputusannya itu diambil setelah melalui pergumulan dan doa. Karenanya Jack siap menerimanya sebuah ginjal dari istrinya, Noura

“Saya sangat terharu mendengar hal itu dan saya menyerahkan semuanya pada Tuhan. Rasanya kata terimakasih tidak cukup saya berikan untuk Noura,” kata Jack.

Untuk pasien penyintas gagal ginjal, Jack berharap tetap yakin dan percaya akan mujizat dan kesembuhan dari Tuhan.  (pos-kupang.com,  novemyleo)

Nonton Acara Ngobrol Asyik Pos Kupang :

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved