Opini Pos Kupang
Paparan Covid-19 di Kalangan Tenaga Kesehatan di NTT: Fasilitas Kesehatan Lockdown-Sapa Mau Help
Paparan Covid-19 di kalangan tenaga kesehatan di NTT: Fasilitas Kesehatan lockdown-sapa mau help
Salah seorang teman pemerhati kesehatan NTT menyatakan, "Angka kematian akan meningkat jika lonjakan kasus di atas atau melebihi daya dukung (kapasitas) faskes yang ada".
Kalau nakes tertular; maka pelayanan RS akan lumpuh. Angka kematian C19 memang berkisar 3-5 persen. Tapi C19 mampu melumpuhkan pelayanan rumah sakit. Dan saat RS lumpuh maka beberapa pasien lain non C19 kemungkinan akan tidak tertolong juga.
Kota Kupang dengan jumlah nakes dan faskes nya relative banyak dibanding kabupaten lain di NTT sudah "terdampak" dengan banyak lonjakan kasus C19. Bayangkan jika lonjakan kasus terjadi di kota lain di NTT yang hanya memiliki 1 RSUD seperti Bajawa, Nagekeo atau Matim.
Harus kita ingat bersama, tenaga kesehatan adalah kelompok yang paling berisiko secara fisik maupun psikologis. Angka infeksi tenaga kesehatan yang tinggi akan meningkatkan transmisi di fasilitas kesehatan dan juga pada akhirnya potensi transmisi ke pasien tinggi, termasuk keluarga mereka.
Risiko infeksi yang tinggi pada nakes akibat paparan langsung dengan pasien. Juga rasa takut dan stigmatisasi bisa membuat depresi. Dari beberapa data sudah terlihat, selama pandemi C19, 1 dari 4 nakes mengalami depresi dan kecemasan, serta 1 dari 3 tenaga medis mengalami insomnia.
Rekomendasi
Sudah saatnya perlindungan maksimal buat Nakes di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi di tiap RS harus lebih diperkuat. Skrining massal Nakes secara berkala terutama di rumah sakit yang menangani pasien C19 agar dapat segera diketahui nakes yg terpapar dan diambil tindakan pengobatan dan karantina terpusat yang memadai.
Harus diingat, dengan jumlah Nakes yang terbatas, perlu dicari skenario contingensi untuk mem-backup rumah sakit atau faskes lainnya jika ada tenaga kesehatan yang terpapar dan berpotensi melumpuhkan operasional RS.
Yang paling penting adalah tindakan tegas pemerintah untuk mengetatkan tindakan pencegahan hulu di tingkat masyarakat dalam bentuk pengawasan ketat protokol kesehatan tanpa pandang bulu, termasuk pembatasan sementara aktivitas sosial seperti pesta dan lain-lain untuk menghindari kerumunan; sehingga eskalasi peningkatan kasus di masyarakat bisa ditekan.
Adanya Peraturan Walikota Kupang No 90 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian C19 di wilayah Kota Kupang pun terkesan setengah-setengah.
Hanya memberikan denda tanpa ada pasal yang menyinggung pembinaan dan pembatasan aktivitas sosial yang berpotensi sebagai sumber penularan C19 di Kota Kupang untuk sementara waktu.
Padahal, pemerintah memiliki tanggung jawab legal dan moral untuk memastikan kesehatan, keamanan dan juga kesejahteraan tenaga kesehatan selama masa pandemic C19 ini. Semoga eskalasi C19 di NTT dan khususnya di Kota Kupang bisa segera teratasi dan semua tenaga kesehatan terlindungi. Amin. (*)