Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik: Arah dan Jalan Lurus

Sejak kedatangan-Nya di Yerusalem, Yesus sudah menunjukkan sikap-Nya yang tegas. Ia menangisi Yerusalem, kota yang dicintai-Nya.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Jumat 20 November 2020: Arah dan Jalan Lurus (Lukas 19:45-48)

Oleh Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Tanggal 10 November 2020, persis hari pahlawan, Habib Rizieq Shihab pulang dari pelariannya di Mekkah. Sejak kedatangannya di bandara Soekarno-Hatta, di hadapan pendukungnya, ia berpidato tentang revolusi akhlak. Ia mengeritik Pemerintah, menganggap presiden ilegal, menuding aparat melakukan kriminalisasi ulama.

Saat perayaan Maulid Nabi, ia bukannya berceramah agama dan mengajarkan ajaran nabinya, tapi malah lantang berpidato menggelorakan revolusi,  menghina orang termasuk mencela Nikita Mirzani, sang artis yang menyentilnya sebagai tukang obat. Padahal ia adalah seorang pemuka agama, katanya keturunan nabi, yang diagungkan sebagai imam besar oleh pengikutnya.

Rizieq seakan tampil sebagai seorang tokoh politik. Dengan dedengkotnya, ia justru melakukan gerakan politik yang berbau agama. Ia memainkan sentimen agama sebagai kendaraan untuk tujuan politiknya atau bandar-bandar yang membiayainya.

Tak heran banyak orang merasa terganggu. Keamanan negara dan kehidupan berbangsa terancam. Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa menjadi terguncang. Mau tak mau Presiden, Kapolri dan Panglima TNI turun gunung, mengambil langkah tegas demi terjaganya ketertiban dan kedamaian.

Sejak kedatangan-Nya di Yerusalem, Yesus sudah menunjukkan sikap-Nya yang tegas. Ia menangisi Yerusalem, kota yang dicintai-Nya. Ia mengusir semua pedagang di Bait Allah (Luk 19:45).

Tapi tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Lukas memang tidak memerincikan apa yang diajarkannya. Hanya saat mengusir para pedagang, Ia mengutip apa yang tertulis dalam kitab Yesaya, "Rumah-Ku adalah rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun" (Yes 56:7), pastilah yang diajarkan-Nya tentang ibadah sejati, tentang segala sesuatu yang menjadi syarat mutlak, agar manusia mengalami damai sejahtera yang tulen, menjadi orang yang beriman.

Yesus tidak pernah memainkan sentimen agama untuk memecah belah. Ia tidak menghendaki revolusi fisik. Ia tidak membangkitkan amarah rakyat terhadap penguasa. Ia benar-benar membuktikan diri-Nya sebagai pembawa damai sejahtera yang sejati. Ketika mengajar, Ia mencurahkan seluruh kemampuan-Nya untuk menyadarkan orang akan arti damai sejahtera yang sesungguhnya.

Tak heran ada kontras tajam antara para pemuka Yahudi dan rakyat, umat biasa. Kalau para pemuka agama dan orang-orang terkemuka berusaha membinasakan-Nya, umat justru mendukung Yesus. Umat terpikat dan senang mendengarkan Yesus (Luk 19:48). Pasti karena Yesus mengajar sesuai dengan harapan mereka. Pasti juga karena Yesus tidak "sok", "over acting"; melainkan benar-benar saleh dan baik hati.

KITA?
Kita mesti pandai menilai tokoh-tokoh yang tampil di panggung dunia. Ada yang berkedok seakan ingin membawa damai, padahal memecah belah. Ada yang tampil sok suci, tanpa cela, dan seolah berbudi luhur; padahal bersikap curang dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Kita tak boleh terprovokasi oleh pidato dan ujaran kebencian, yang memecah belah.

Kita pun boleh belajar untuk konsisten dengan panggilan luhur kita. Tuhan kita mengajarkan dan memberi teladan untuk terus mewartakan kebaikan dan membawa damai. Apa pun risikonya, arah dan jalan kita lurus, tak bercabang, tak berkedok, yakni damai sejahtera yang sejati. *

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved