Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Kamis 12 November 2020, Pesta St. Yosafat: Saat 'Tuk Berubah
Kalau kita lupa diri, maka kita kembali sadar diri. Kalau kita tak lagi ingat Tuhan, saatnya untuk menata kembali iman kita.
Renungan Harian Katolik, Kamis 12 November 2020, Pesta St. Yosafat: Saat 'Tuk Berubah (Lukas 17:20-25)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Dengan penuh wibawa Yesus berbicara tentang penggenapan Kerajaan Allah, "Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu daripada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya" (Luk 17:22).
Apa maksud Yesus dengan perkataan-Nya itu? Apakah Dia hendak menarik diri sejenak dari tugas pastoral dan menjalani retret besar selama 30 hari seperti yang dijalani para religius? Atau, apakah Dia akan berangkat ke luar negeri menjalani sabbatical untuk suatu jangka waktu tertentu?
Yesus menerangkan maksudnya dengan penuh wibawa. Frasa "Akan datang waktunya" itu artinya Dia akan mengakhiri hidup dan karya-Nya di dunia ini. Dia akan kembali kepada Bapa-Nya. Dengan demikian kita semua pengikut-Nya, tak mungkin bisa melihat Dia secara fisik.
Memang Dia beri jaminan bahwa Dia tetap ada secara rohaniah, tapi kita tak akan lagi bertemu dengan-Nya secara kelihatan. Siapa pun tak lagi bisa melihat tatapan mata-Nya; mengagumi kewibawaan-Nya; memperhatikan gimmick-Nya secara face to face.
Tapi Yesus pun menyampaikan bahwa Dia akan datang lagi, yang diistilahkan-Nya dengan "Hari Anak Manusia". Hari itu pun akan datang waktunya. Itu pasti. Memang kecenderungan manusia selalu kepo, suka mencari tahu dan bertanya, 'kapan?"; atau "di mana?".
Tapi Yesus menandaskan bahwa semua pertanyaan itu tidaklah tepat, tidaklah penting. "Akan datang waktunya", atau tibanya "Hari Anak Manusia" itu, bukanlah soal waktu, bukan pula soal tempat, melainkan soal kesiapan, soal iman, soal tobat, soal hubungan dengan Allah. Mengapa?
Ada 2 (dua) alasan penting. Pertama, karena "kedatangan Anak Manusia itu seperti kilat yang memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain" (Luk 17:24). Itu berarti bisa datang begitu tiba-tiba, tak bisa diprediksi. Seperti kilat, bisa terjadi tanpa tanda-tanda.
Kedua, karena sebelum Ia datang nanti, Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh manusia angkatan ini" (Luk 17:25). Persoalannya, Ia sudah hadir dan ada di tengah-tengah manusia, tapi Ia toh (akan) ditolak dan dibunuh. Maka poin yang paling penting adalah membaharui diri untuk menerima Dia.
Kalau begitu ngapain orang sibuk mengaitkan tiap kali peristiwa atau kejadian apa pun di dunia ini dengan akhir dunia? Memang ada bencana, malapetaka, kecelakaan, kejadian yang nahas atau tragis, tentu punya pesannya. Tapi itu bukan menjadi pertanda akan terjadinya akhir dunia. Sikap yang paling bijak adalah membaharui diri dan mendekatkan diri dengan Tuhan.
KITA?
Tentu tak sedikit kisah dan tanda-tanda yang kita alami dalam hidup. Sebaiknya kita memaknai semua yang terjadi sebagai sentilan, pesan, teguran, peringatan, cambuk kecil agar kita sadar diri bahwa kita mesti "telanjang dan benar-benar bersih, suci lahir dan di dalam batin".
Kalau jalan hidup kita membias keluar jalur, kita mesti putar haluan kembali ke arah yang benar. Kalau kita keliru kata, salah bertutur dan berlaku, kita bertobat dan memperbaiki diri. Kalau kita lupa diri, maka kita kembali sadar diri. Kalau kita tak lagi ingat Tuhan, saatnya untuk menata kembali iman kita. *
SIMAK JUGA VIDEO BERIKUT: