Breaking News

Donald Trump "Galau", Tanpa Sebab Langsung Pecat Menhan AS Padahal Masa Kekuasaannya Tinggal 72 Hari

Pendahulu Esper adalah James Mattis, yang mengundurkan diri pada 2018 karena perbedaan pandangan dengan presiden, termasuk tentang perang di Suriah.

Editor: Frans Krowin
MANDEL NGAN/AFP
Ekspresi lesu Presiden AS Donald Trump saat mengepalkan tinjunya setelah berbicara pada malam pemilihan di Ruang Timur Gedung Putih di Washington, DC, 4 November 2020. Orang dalam Gedung Putih mengungkapkan, di balik ngototnya Trump menolak hasil Pilpres AS, Trump dilanda ketakutan akan dipenjara bila ia tidak jadi presiden karena begitu banyaknya tuntutan hukum terhadapnya. 

Donald Trump "Galau", Tanpa Sebab Langsung Pecat Menhan AS Padahal Masa Kekuasaannya Tinggal 72 Hari

POS-KUPANG.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat ( AS) Donald Trump memecat Menteri Pertahanan (Menhan) AS Mark Esper.

Trump mengumumkan pemberhentian Menteri Pertahanan tersebut melalui Twitter.

Tindakan Donald Trump tersebut dinilai publik sebagai wujud dari kegalauannya. Pasalnya sebentar lagi Donald Trump akan mengakhiri jabatannya dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Joe Biden.

Sementara untuk menggantikan posisi Menhan AS, Donald Trump menunjuk Christopher Miller untuk mengemban jabatan tersebut.

Selama ini, Christoper Miller mengemban jabatan sebagai Kepala National Pusat Kontra-Terorisme. "Miller akan segera mengambil peran tersebut".

Terbetik kabar, pemecatan Mark Esper dari jabatan sebagai Menteri Pertahanan AS itu menyusul pertengkaran publik antara Trump dan Esper dalam beberapa pekan terakhir.

Trump sejauh ini belum menerima hasil pemilihan umum (pemilu) AS yang diproyeksikan memenangkan Joe Biden, dan telah berjanji akan menggugat hasil itu di pengadilan.

Dalam minggu-minggu sebelum Biden menjabat pada 20 Januari, Trump masih diberi wewenang untuk membuat keputusan.

Miller terlihat memasuki Markas Besar Kementerian Pertahanan di Pentagon pada Senin (9/11/2020) tak lama setelah Trump mengumumkan pemecatan.

Mantan tentara Pasukan Khusus AS itu bertugas di Dewan Keamanan Nasional Presiden Trump sebelum menjadi Kepala Pusat Kontra-terorisme pada Agustus.

Dalam surat pengunduran dirinya, Esper mengucapkan terima kasih kepada personel Angkatan Bersenjata AS dan mengatakan bangga atas prestasi yang dilakukan selama 18 bulan bertugas di Pentagon.

"Saya mengabdi pada negara saya dengan menghormati Konstitusi, jadi saya menerima keputusan Anda untuk menggantikan saya," tulis Esper.

Partai Demokrat Nancy Pelosi mengkritik keputusan itu.

"Pemecatan mendadak Menhan Esper adalah bukti bahwa Presiden Trump ingin mengisi hari-hari terakhirnya di kantor untuk menabur kekacauan di demokrasi Amerika dan di seluruh dunia," kata juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Mengapa Trump berselisih dengan Menteri Pertahanannya?

Esper berselisih dengan Trump terkait sikap Gedung Putih atas penggunaan kekuatan militer selama protes ketidakadilan rasial awal tahun ini.

Ketika protes mengguncang AS setelah kematian pria kulit hitam George Floyd di tangan polisi di Minneapolis, Minnesota, pada Mei, Trump mengancam akan menggunakan pasukan militer untuk menekan kerusuhan.

Namun, pada Juni, Esper yang juga seorang mantan perwira militer mengatakan, penggunaan pasukan militer aktif tidak diperlukan, dalam sebuah pernyataan.

Setelah bentrokan tersebut, muncul spekulasi luas bahwa Trump akan memecat Esper, meskipun pada Senin Trump tidak memberikan alasan untuk pemecatannya.

Tidak berhenti di situ, Esper juga menunjukkan pertentangan dan ketidaksetujuannya atas sikap Trump yang meremehkan presiden NATO.

Dalam wawancara dengan Military Times pekan lalu, Esper mengatakan, meskipun memiliki hubungan yang sulit dengan Gedung Putih, dia tidak percaya berhenti adalah hal cara yang benar untuk dilakukan.

"Presiden akan - dia sangat transparan dalam hal apa yang dia inginkan. Dan dia sangat jelas tentang pandangannya ... Saya tidak mencoba membuat siapa pun bahagia," katanya di situs itu.

"Apa yang saya coba lakukan adalah, memenuhi apa yang dia inginkan - maksud saya, dia adalah panglima tertinggi yang terpilih - dan memanfaatkannya sebaik mungkin," sambung Esper.

Dia juga menolak tuduhan bahwa dia adalah "yes man" bagi atasannya. Surat kabar itu mencatat bahwa para pengkritiknya dalam pemerintahan, dan Trump sendiri, menyebut Esper sebagai "Yesper" karena reputasinya yang patuh kepada Trump.

"Frustrasi saya adalah saya duduk di sini dan berkata, 'Hmm, ada 18 anggota Kabinet. Saya tanya adakah yang menentang lebih dari yang lain?' Sebutkan dalam kabinet yang mendorong balik," katanya.

"Pernahkah Anda melihat saya di atas panggung berkata, 'Di bawah kepemimpinan yang luar biasa dari bla-bla-bla, kita memiliki bla-bla-bla-bla?'," sambung Esper.

Trump telah memecat sejumlah besar pejabat dan penasihatnya selama masa jabatannya, yang sering kali menggunakan Twitter untuk mengumumkan pemecatan tersebut.

Pendahulu Esper adalah James Mattis, yang mengundurkan diri pada 2018 karena perbedaan pandangan dengan presiden, termasuk tentang perang di Suriah.

Pada Juni, ketika protes ketidakadilan rasial sedang berlangsung, Mattis mengkritik Donald Trump sebagai presiden pertama dalam hidupnya yang tidak mencoba untuk mempersatukan rakyat Amerika.

"Sebaliknya dia mencoba memecah belah kita," kata Mattis.

Biden Siapkan Pemerintahan Transisi

Presiden Donald Trump melanjutkan gugatan hukumnya terhadap kasus-kasus pelanggaran dalam pemilu presiden Amerika.

Sementara itu, mantan Wakil Presiden Joe Biden yang diproyeksikan VOA menjadi pemenang pemilihan presiden ini mengatakan akan membentuk gugus tugas penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 minggu ini.

Amerika menghadapi realita yang terbelah dua sejak pemilihan presiden 3 November lalu. Mantan Wakil Presiden Joe Biden, yang diproyeksikan memenangi pemilihan presiden ini, mengatakan akan memulai transisi untuk memerintah.

Adapun Presiden Donald Trump mengatakan, surat-surat suara masih dihitung di beberapa negara bagian dan ia seharusnya diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan hukum di beberapa negara bagian di mana terdapat tuduhan kecurangan.

Gubernur negara bagian South Dakota, Kristi Noem yang berasal dari Partai Republik, mengatakan, “Yang menarik adalah pernyataan sejumlah individu yang mengatakan ini merupakan kemenangan yang sangat luar biasa bagi Joe Biden. Padahal, tidak demikian, karena ada beberapa negara bagian yang masih melakukan penghitungan suara.”

Sejumlah pemimpin Partai Demokrat menyerukan kepada mitra-mitra mereka di Partai Republik untuk menerima hasil pemilihan presiden demi negara ini atau membuktikan adanya kecurangan yang dituduhkan.

Senator faksi Demokrat dari negara bagian Delaware, Chris Coons, mengatakan, “Jika Partai Republik ingin mendukung Presiden Trump yang bersikeras tidak menerima hasil pemilihan presiden ini, maka presiden harus menunjukkan fakta-faktanya, bukan sekadar kicauan kemarahan.”

Tim Joe Biden mengumumkan bahwa meskipun presiden terpilih baru akan menjabat pada tanggal 20 Januari nanti, pihaknya akan memulai transisi kepemimpinan negara ini dengan membentuk gugus tugas penanganan pandemi virus corona.

Sementara itu, senator faksi Republik dari negara bagian Missouri yang juga Ketua Komite Bersama Kongres untuk Upacara Pelantikan, Roy Blunt, mengatakan, rencana pelantikan presiden pada 20 Januari masih terus berlanjut.

“Saya berharap dapat melihat Biden dan Trump berada di panggung yang sama pada hari pelantikan. Hal ini akan memberi pesan yang kuat, siapa pun yang dilantik pada hari itu,” katanya. Setelah menantikan hasil pemilihan presiden, Amerika siap melakukan transisi dari kampanye pemilihan presiden paling sengit ke kepemimpinan berikutnya. 

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.comL https://www.kompas.com/global/read/2020/11/10/145716670/mengapa-trump-pecat-menhan-as-saat-masa-berkuasanya-tinggal-72-hari-lagi?page=all#page2

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Biden Siapkan Pemerintahan Transisi, Trump Lanjutkan Gugatan Hukum", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/global/read/2020/11/10/153126470/biden-siapkan-pemerintahan-transisi-trump-lanjutkan-gugatan-hukum

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved