Tuding Indonesia Langgar HAM di Timtim, Ternyata Australia Punya Niat Lebih Busuk di Timor Lestre

Tetapi di balik semua itu, Evans terbukti bahwa dia membela dan berpihak pada Indonesia, terekam dalam film dokumenter Death of a Nation.

Editor: Frans Krowin
Intisari
MENGEJUTKAN Lembaga Timor Leste Ini Ungkap Alasan Australia Dukung Invasi Indonesia ke Bumi Lorosae 

Tuding Indonesia Langgar HAM di Timtim, Ternyata Australia Punya Niat Lebih Busuk di Timor Lestre

POS-KUPANG.COM - Invasi Indonesia ke Timor Leste dipandang sebagai kejahatan terbesar abad ke-20.

Meski demikian, di belakang Indonesia sebenarnya banyak negara-negara besar yang ikut campur di dalamnya, tak terkecuali Australia.

Menurut Sangam.org, Pada Februari 1991, pejabat Australia Gareth Evans "situasi hak asasi manusia di Timor Leste telah meningkat secara mencolok."

"Terutama di bawah pengaruran militer saat ini," katanya.

Sembilan bulan kemudian militer Indonesia dituduh membunuh hingga 400 orang dalam pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Timor Timur (Timtim).

Kemudian, Gareth Evans menyebut ini sebagai sebuah penyimpangan.

Tetapi di balik semua itu, Evans terbukti bahwa dia membela dan berpihak pada Indonesia, terekam dalam film dokumenter Death of a Nation.

Pembantaian tersebut, dilakukan atas rekomendasi Evans saat bertemu Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas dengan perjanjian bajak laut dan order of Australia.

Itu belum seberapa, pasalnya rekor Evans tergantikan oleh sosok Keating yang amat dekat dengan Soeharto kala itu.

Menyebutnya sebagai sosok ayah tahun 1993, Keating mengejutkan Komite Hubungan Luar Negeri AS yang baru memberikan suara bulat mengakhiri penjualan senjata ke Indonesia.

Prestasi puncak kebijakan luar negeri Keating adalah penandatanganan apa yang disebutnya "perjanjian keamanan bersejarah" dengan Indonesia.

Itu dinegosiasikan secara rahasia tanpa sepatah kata pun kepada parlemen atau rakyat Australia.

Seorang juru bicara Keating mengatakan pada saat itu bahwa PM tidak ingin memberikan lobi Timor kesempatan untuk mengeksploitasi situasi Timor Leste, menurut survei oleh surat kabar Age, lebih dari 70% dari rakyat Australia.

Sebagian besar perjanjian ini dirancang oleh seorang jenderal Australia, dengan rencana operasi gabungan militer Australia-Indonesia dalam "kontra-terorisme", bersama dengan pertukaran intelijen dan penjualan senjata.

Selama bertahun-tahun, SAS Australia telah melatih unit Kopassus, yang catatan penyiksaan dan pembunuhannya di Timor Leste didokumentasikan, di pangkalannya dekat Perth.

Perwira Australia mengajarkan kursus yang dikenal sebagai "interogasi bermusuhan".

Invasi Indonesi yang dipandang kejam, namun banyak yang tidak tahu Australia berperan di baliknya menimbulkan banyak pertanyaan dari publik internasional.

Haruskah militer Australia dikirim ke Timor Leste untuk membantu PBB? Jawabannya tidak karena militer Australia terintegrasi dengan militer Indonesia.

Yang harus dilakukan pemerintah Australia adalah mengatakan dengan jelas kepada Jakarta bahwa tentara Indonesia harus keluar dari Timor Timur.

Naif mengharapkan lembaga politik dan bisnis Australia bertindak, tetapi Timor Leste yang bebas dan stabil adalah untuk kepentingan semua orang, termasuk pemerintah Howard.

Indonesia sedang berubah dengan cepat dan apakah Howard dan Downer suka atau tidak, rezim Jakarta dan Panglima TNI Jenderal Wiranto bukanlah rakyat Indonesia.

Jika pada akhirnya Australia berusaha mengecam Indonesia, lantas siapa orang Australia yang menyarankan untuk melakukan hubungan gelap dengan Indonesia.

Sumber itu mengatakan, Richard Woolcott adalah yang paling terkenal. Ini adalah orang yang, sebagai duta besar di Jakarta pada tahun 1975.

Ia diberi tahu oleh orang Indonesia bahwa invasi akan datang dan kemudian secara diam-diam mengirim pesan ke Canberra.

Mengusulkan bahwa "kami meninggalkan acara untuk mengambil jalannya, dan bertindak dengan cara yang dirancang untuk meminimalkan dampak publik di Australia ".

Ini adalah orang yang pertama kali menyarankan agar Australia berkomplot dengan Indonesia untuk mengukir sumber daya minyak dan gas Timor Leste.

Sebuah tindakan pembajakan berikutnya yang dirayakan oleh Evans dan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas dengan sampaye saat mereka terbang di atas Laut Timor.

Itu artinya, saat menuding Indonesia sebagai pelanggar HAM di Timor Timur saat masih menjadi provinsi ke-27 di Indonesia, ternyata Australia punya niat lebih busuk, mencoreng Indonesia untuk meriah simpati dari Timor Leste

Bila simpati itu sudah diperoleh maka Australia selanjutnya akan mengadali Timor Leste untuk mengeruk hasil bumi berupa minyak dan gas yang terkandung di dalam perut bumi Timor Leste.  

Australia Cari Perhatian Indonesia

Tahun 2018 lalu, ABC News pernah mencatat, jika ekonomi Indonesia terus tumbuh dengan kecepatan saat itu, Indonesia akan menjadi salah satu negara terkuat di dunia dalam beberapa dekade mendatang.

Namun, meski kebangkitan China telah membayangi pemikiran kebijakan luar negeri Australia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tampaknya hampir tidak tercatat.

Ahli strategi Hugh White dari Australian National University telah membahas apa arti perkembangan ini bagi Australia dalam esai utama untuk edisi majalah Urusan Luar Negeri Australia (Australian Foreign Affairs).

"Indonesia, tetangga sebelah kita, pada akhirnya akan menjadi negara yang sangat kaya dan oleh karena itu sangat kuat. Dan kita belum benar-benar memikirkan tentang apa yang akan terjadi," kata Profesor White pada program The World ABC.

Melansir ABC News (9 Juli 2018), Profesor White mengatakan Pemerintah Australia saat itu memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan menjadi tiga kali lipat dari ukuran Australia pada tahun 2030, dan bahkan dapat menjadi yang terbesar keempat di dunia pada tahun 2050.

“Perekonomian Indonesia yang lucu karena dalam beberapa hal terlihat sangat tidak teratur - banyak korupsi, sistem hukum yang buruk dan banyak nasionalisme yang dapat menghambat perdagangan,” katanya.

"Tetapi faktanya adalah bahwa untuk waktu yang lama sekarang, ini telah tumbuh rata-rata 5 atau 6 persen per tahun, dan tampaknya tidak banyak alasan untuk tidak mengharapkannya terus melakukan itu."

Profesor White mengatakan ada dua cara utama untuk melihat pertumbuhan Indonesia: sebagai potensi ancaman, atau sebagai aset strategis potensial di kawasan di mana dinamika kekuatan mulai bergeser untuk menguntungkan China.

"Kami secara tradisional melihat Indonesia sebagai tetangga yang sangat sulit, sangat dekat dan berpotensi mengancam Australia," katanya.

"Dalam banyak hal, kebijakan pertahanan Australia selama beberapa dekade sangat terfokus pada kemungkinan terjadinya konflik dengan Indonesia."

Profesor White berpendapat dalam esainya bahwa Indonesia yang kuat yang memiliki tujuan yang sama dengan Australia akan menjadi "aset besar", tetapi yang tidak dapat menimbulkan "ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya" - dan ke mana pun yang dipilih Indonesia "mungkin lebih penting bagi masa depan strategis kita (Australia) dari apa pun".

"Itu satu-satunya tetangga kita yang cukup kuat untuk benar-benar bekerja dengan kita untuk membantu mengamankan wilayah," katanya kepada ABC.

"Seperti Australia, mereka sedikit khawatir tentang bagaimana kekuatan China tumbuh, tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang China."

Indonesia tidak memiliki sengketa teritorial dengan China di Laut China Selatan, namun China mengatakan kedua negara memiliki "klaim yang tumpang tindih" di perairan yang menurut Indonesia merupakan bagian dari zona ekonomi eksklusifnya, yang telah menyebabkan bentrokan dalam beberapa tahun terakhir.

Profesor White mengatakan meskipun menurutnya Australia tidak bisa begitu saja memberi tahu Indonesia apa yang harus dilakukan, percakapan yang lebih berkelanjutan antara Canberra dan Jakarta tentang kepentingan bersama mereka akan menjadi langkah penting.

Australia juga perlu memperkuat hubungannya dengan Indonesia, yang menurut Profesor White telah menjadi "sangat transaksional" di bawah pemerintahan.

"Hubungan dengan Indonesia bisa menjadi lebih penting daripada hubungan lain yang kami miliki dalam membantu kami mengelola kebangkitan China, dan perubahan di Asia yang akan terjadi," katanya.

"Mereka telah berurusan dengan (Indonesia) pada isu-isu spesifik seperti terorisme atau perahu orang-orang, hal-hal semacam itu, tetapi belum mencoba membangun dasar yang sangat luas dari pemahaman dan kerja sama strategis yang menurut saya akan sangat penting bagi minat Australia."

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) mengatakan Indonesia adalah salah satu mitra bilateral terpenting Australia.

"Kami berbagi hubungan yang erat, komprehensif dan langgeng yang mencakup berbagai bidang mulai dari ekonomi, perdagangan dan investasi, hingga pertahanan dan keamanan, hubungan antar manusia, pariwisata dan pendidikan," kata juru bicara itu dalam sebuah pernyataan.

(*)

Artikel ini telah tayang di intisari.grid.id: https://intisari.grid.id/read/032413507/di-depan-koar-koar-sebut-indonesia-pembunuh-dan-pelanggar-ham-di-timor-leste-di-belakang-ternyata-australia-lebih-busuk-sampai-halalkan-cara-ini-demi-dapatkan-s?page=all

yang lainnya di sini: https://intisari.grid.id/amp/032413364/gantungkan-ekspektasi-setinggi-langit-australia-sebut-indonesia-di-masa-depan-mampu-imbangi-kekuatan-china-hubungan-dengan-indonesia-bisa-menjadi-lebih-penting-?page=all 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved