Berita Anies Baswedan

Sepakterjang Anies Baswedan dari Rektor Termuda hingga Kontroversi di Panggung Politik Kalahkan Ahok

Kala itu, Anies tercatat jadi rektor termuda di Indonesia dengan usia 38 tahun. Karir Anies di bidang akademis memang tak perlu diragukan.

Editor: Hasyim Ashari
instagram
Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 

Namun, belum genap setahun memimpin roda kepemimpinan di Ibu Kota, Anies kemudian harus ‘berjalan satu kaki’.

Pasalnya, Sandiaga mengundurkan diri pada Agustus 2018 karena mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019.

Kemudian, posisi Sandiaga digantikan kader Partai Gerindra Ahmad Riza Patria yang resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara pada 15 April 2020.

Kontroversi selama menjabat Gubernur

1. Normalisasi vs Naturalisasi

Menjabat sebagai orang nomor satu di Ibu Kota memang tak mudah sehingga setiap gerak gerik Anies selalu diawasi warga. Kontroversi pun tak lepas dari kepemimpinan Anies.

Kontroversi yang paling ramai dibicarakan adalah pengendalian banjir Ibu Kota.

Saat awal menjabat sebagai orang nomor satu di Ibu Kota, Anies berani mengubah istilah normalisasi menjadi naturalisasi.

Anies pertama kali mengenalkan istilah naturalisasi sebagai pengendalian banjir Ibu Kota pada 7 Februari 2018.

Istilah tersebut menggantikan istilah yang kerap dipakai sebelumnya yakni normalisasi sungai sebagai upaya mengembalikan Kali Ciliwung seperti sedia kala.

Adapun naturalisasi yang dimaksud Anies adalah menghidupkan ekosistem sungai.

Selain itu, airnya akan dijernihkan sehingga bisa menjadi habitat hewan.

Anies kemudian menerbitkan Peraturan Gubernur ( Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.

Di dalam aturan itu, makna naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.

Sedangkan normalisasi awalnya merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Khusus Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Perda itu mengamanatkan pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase, salah satunya dilakukan dengan normalisasi aliran 13 sungai.

Aturan kegiatan normalisasi kemudian kembali ditegaskan di dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Dalam aturan tersebut, normalisasi didefiniskan sebagai sebuah metode penyediaan alur sungai dengan kapasitas mencukupi untuk menyalurkan air, terutama air yang berlebih saat curah hujan tinggi.

Kegiatan ini dilakukan karena kapasitas sungai yang mengecil akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.

2. Stop reklamasi di Teluk Jakarta

Seolah tak gentar dengan cibiran warga, Anies kembali membuat kontroversi dengan mengumumkan penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta pada 26 September 2018.

Penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta dilakukan dengan mencabut izin 13 pulau yang belum dibangun, salah satunya pulau M.

Izin 13 pulau itu dicabut karena para pengembang yang mengantongi izin reklamasi tidak melaksanakan kewajiban mereka.

 Anies terkait pencabutan izin prinsip reklamasi Pulau M digugat oleh PT Manggala Krida Yudha pada 27 Februari 2019.

Berbeda dengan 13 pulau yang belum dibangun, izin empat pulau reklamasi yang lainnya tidak dicabut.

Empat pulau itu yakni Pulau C, D, G, dan N.

Anies tidak mencabut izin keempat pulau itu karena sudah telanjur dibangun.

Anies memastikan, pulau-pulau reklamasi yang sudah dibangun akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Prestasi tertinggi selama menjabat Gubernur DKI Jakarta Kendati demikian, kepemimpinan Anies juga tak lepas dari prestasi.

Baru-baru ini, Jakarta sukses meraih penghargaan sebagai Sustainable Transport Award (STA) 2021.

STA adalah ajang penghargaan tahunan yang menilai perbaikan mobilitas dan inovasi perbaikan sistem transportasi suatu kota.

Penilaian STA berdasarkan visi, konsep, dan eksekusi yang dijalankan setiap kota dalam mengembangkan sistem transportasi.

Penilaian kota-kota yang mengikuti ajang STA dilakukan oleh komite juri yang terdiri dari lembaga internasional seperti Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Bank Dunia, International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI).

Jakarta berhasil mengalahkan 27 kota lainnya yang juga mengikuti ajang STA di antaranya San Fransisco.

Padahal tahun lalu, Jakarta hanya mampu mendapatkan juara dua pada ajang yang sama.

Jakarta juga menjadi satu-satunya kota di wilayah Asia Tenggara yang mendapat predikat juara pada ajang STA.

Jakarta ditetapkan sebagai juara karena adanya peningkatan jumlah pengguna transportasi publik di Ibu Kota selama satu tahun terakhir.

Bahkan jumlah pengguna TransJakarta pada Februari 2020 lalu sempat mencapai rekor baru 1 juta pelanggan harian.

Walaupun tengah menghadapi pandemi, TransJakarta tetap melayani pelanggan dengan mengutamakan protokol kesehatan. Intermoda antara transportasi seperti MRT, LRT, dan TransJakarta juga dinilai memudahkan mobilitas antar penumpang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Anies Baswedan, dari Rektor Termuda hingga Kontroversi di Panggung Politik ", Klik untuk baca: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/03/06160011/anies-baswedan-dari-rektor-termuda-hingga-kontroversi-di-panggung-politik?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved