Renungan Harian Katolik
Lupa Diri
Kita sulit mendapatkan orang yang setia, karena manusia cenderung memikirkan kepentingan sendiri terlebih dahulu
Renungan Harian Katolik, Rabu 21 Oktober 2020
Lupa Diri (Lukas 12:39-48)
Oleh: Pastor Steph Tupeng Within SVD
POS-KUPANG.COM - Zaman sekarang ini sulit mendapatkan orang yang setia. Ibu-ibu sering mengeluh bahwa tak gampang mendapatkan asisten rumah tangga yang setia. Tukang kredit berkeluh kesah bahwa banyak yang desak meminjam, tapi seret mencicil utang. Mengapa begitu?
St. Paulus memberi jawaban. Kita sulit mendapatkan orang yang setia, karena manusia cenderung memikirkan kepentingan sendiri terlebih dahulu, dari pada mendahulukan kepentingan orang lain.
Bahkan ada sebagian justru makin tamak dan rakus. Maka ia menasihatkan, “Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga“ (Fil 2:4).
Ada alasan lain. Kita tetap ingat pepatah Latin, “Honores mutant mores“. Artinya, pangkat mengubah tingkah laku. Yang sebelumnya nampak rendah hati dan halus, setelah berpangkat berubah menjadi sombong dan kasar.
Tak lagi ingat orang yang berjasa. Setelah memegang jabatan, merasa diri berkuasa dan tak lagi tunduk pada yang memberi kepercayaan. Ibarat pepatah “Kucing pergi, tikus-tikus menari“.
Tuhan Yesus menggarisbawahi hal terakhir itu lewat kisah perumpamaan berikut. Ada seorang tuan mengangkat supervisor, pengawas, dengan tanggung jawab penuh atas perusahaan miliknya. Namun orang yang barusan diangkat itu justru mulai berlaku jahat saat bertugas. Ia mulai lupa diri, lupa akan status dan kedudukannya.
Dan, ini yang parah: ia juga lupa akan tuannya. Bahkan ia merasa seakan perusahaan itu miliknya dan berkuasa atas apa saja. Ia menggunakan kekerasan dalam menjalankan perusahaan; mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan. Singkat kata, ia menjadi penguasa tunggal dan tak lagi setia pada tuannya.
Kisah kayak begini biasa terjadi: orang lupa diri dan menjadi tidak setia. Orang merasa diri berkuasa, menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan yang diberikan. Seakan-akan dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya, ia lantas memiliki dan berkuasa penuh. Hanya dia yang paling bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak apa saja. Ia lupa bahwa ia pun tetap "hamba", biarpun ia telah mengepalai hamba-hamba lain; bahwa ia sendiri pun harus bertanggung jawab kepada tuannya.
Karena itu, Yesus mengakhiri kisah-Nya dengan menegaskan ini sebagai peringatan, "Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut" (Luk 12:48).
KITA?
Tuhan telah mengangkat kita menjadi pengawas atas milik kepunyaan-Nya. Dia mempercayakan kita atas anak-anak. Kita khan selalu bilang, anak itu titipan Tuhan. Dia menjadikan kita pengawas atas peserta didik di sekolah, bawahan kantor, anggota di perkumpulan atau marga, umat di paroki, dsb.
Dia pun sempat berkata, "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang" (Luk 12:43).
Maka, kita menjaga diri kita agar tidak lupa diri bahwa kita ini tetap hamba; bahwa pada saatnya kita harus mempertanggungjawabkan tugas kita kepada Tuhan.
NONTON JUGA VIDEO BERIKUT: