Salam Pos Kupang

Operasi Senyap Cipta Kerja

Di tengah kontroversi, derasnya kritik dan gelombang penolakan atas Rancangan Undang Undang ( RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, DPR bergeming

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Operasi Senyap Cipta Kerja
Dok
Logo Pos Kupang

POS-KUPANG.COM - BERGERAK dalam senyap. Bahkan dinilai tanpa partisipasi publik yang memadai. Di tengah kontroversi, derasnya kritik dan gelombang penolakan atas Rancangan Undang Undang ( RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, DPR bergeming.

Dari dalam Gedung Senayan yang megah, DPR keukeuh tetap mengetuk palu tanda RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah syah menjadi undang-undang (UU) dalam Paripurna DPR yang digelar, Senin (5/10). Pengesahan tersebut, bahkan dikebut lebih cepat 3 hari dari jadwal semula, yaitu 8 Oktober 2020.

Alih-alih mengawal dan menyampaikan aspirasi, para buruh justru dilarang menggelar unjuk rasa karena Pandemi Covid-19. Larangan itu makin nyata dengan keluarnya Surat Telegram Kapolri bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020. Isinya sejumlah perintah mengantisipasi demonstrasi dan mogok kerja buruh selama tiga hari berturut-turut.

Hasil Portugal Vs Spanyol - Amarah Cristiano Ronaldo ke Wasit Warnai Skor Akhir Imbang Tanpa Gol

Kesan persekongkolan DPR dan pemerintah pun mencuat pasca Cipta Kerja diundangkan. Tagar #MosiTidakPercaya menggema di media sosial. Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menyebut pengesahan RUU yang dilakukan DPR ini menjadi puncak pengkhianatan negara terhadap kehendak rakyat.

WALHI angkat suara karena Cipta Kerja tak melulu soal tenaga kerja. Namun juga terkiat korporasi hingga perizinan berbasis lahan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus bahkan menilai percepatan jadwal pengesahan RUU Cipta Kerja, sebagai langkah yang mengada-ada. DPR dan Pemerintah memanfaatkan Corona sebagai tameng untuk mengelebui publik.

Dua Daerah di NTT Berpotensi Terjadi Hujan Disertai Petir Pada Hati Ini,Yuk Simak Penjelasannya !

Seperti diketahui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster. Mulai dari Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi hingga Administrasi Pemerintahan.

Ada juga Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah dan Kawasan Ekonomi. Melihat skala ruang lingkupnya yang begitu besar, DPR sejatinya menahan diri untuk lebih banyak besabar mendengar aspirasi stakeholder.

Memang mereka sempat memberi angin segar dengan mengundang perwakilan serikat buruh, untuk meminta masukan. Namun kespakatan DPR dan Pemerintah hingga Cipta Kerja diketuk pun, gelombang penolakan itu tak kunjung reda. Ini menjadi bukti sahih, bahwa kepentingan kelas pekerja tidak terakomodir dengan baik.

Di Senayan memang bukan tanpa perlawanan. Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja. Namun, upaya keduanya tak mampu menjegal keputusan sidang paripurna. Nasi sudah menjadi bubur. Omnibus Law Cipta Kerja telah sah menjadi undang-undang.

Saat ruang partisipasi publik dan saluran aspirasi dibendung, kemana lagi rakyat mencari keadilan? *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved