UU Cipta Kerja
Tuding Ada Sebar Hoax, Azis Syamsuddin Ungkap Pesangon, Hak Cuti Karyawan dan Upah Buruh, SIMAK!
Pimpinan DPR RI menuding ada yang sengaja menyebarkan hoax terkait Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga membuat aliran demonstrasi dan protes
POS KUPANG, COM - Pimpinan DPR RI menuding ada yang sengaja menyebarkan hoax terkait Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga membuat aliran demonstrasi dan protes, terutama dari kalangan buruh.
Penegasan ini diutarakan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta masyarakat dapat membaca secara utuh dan tidak terpengaruh hoaks di media sosial mengenai Undang-Undang Cipta Kerja.
Azis menilai hoaks disebarkan dan dibuat secara sengaja oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Saya minta masyarakat dapat menyaring dan melakukan kroscek terlebih dahulu terhadap informasi yang beredar. Sehingga informasi yang masuk ke dalam pikiran kita tidak mudah terhasut dengan informasi yang bohong atau hoaks," kata Azis Syamsuddin kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).
Politikus Partai Golkar itu mengharapkan agar aparat kepolisian dapat mengungkap pelaku penyebaran hoaks tersebut dan membuka motifnya.
Dia mengajak seluruh elemen masyarakat dapat bijak dalam menggunakan media sosial.
"Bijaklah menggunakan sosmed, jangan sampai kita justru harus berurusan dengan penegak hukum karena menyebarkan berita yang tidak benar ke publik," ujarnya.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu menjelaskan, poin-poin yang terdapat dalam Undang-Undang Cipta Kerja seperti Uang Pesangon, UMP, UMK, HMSP dihilangkan tidaklah benar atau informasi bohong.
"Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156. Upah minimum tetap ada dan tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU 13 Tahun 2003," ujarnya.
Terkait dengan Upah Buruh yang dihitung per jam, Hak Cuti Hilang dan Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup juga merupakan hal yang tidak benar.
"Jangan sampai informasi yang salah semua ini terus disebarkan dan berdampak pada hajat hidup orang banyak," katanya.
Azis menambahkan tidak akan adanya status karyawan tetap juga merupakan informasi yang bohong atau hoaks.
Salam UU Cipta Kerja status karyawan tetap masih ada, tercantum dalam Bab IV pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 56 Uu 13 Tahun 2003.
"Semua pekerja pasti mengharapkan menjadi karyawan tetap, jadi tidak mungkin di hapuskan," ujarnya.
Mengenai perusahaan yang dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kapanpun juga merupakan hal yang tidak benar.
Perusahaan tidak bisa melakukan PHK secara sepihak dan tercantum dalam Bab IV Pasal 90 tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13 Tahun 2003.
"Semua ada aturannya dan tidak boleh sepihak," ucapnya.
Mantan Ketua Banggar itu juga menekankan, Jaminan Sosial dan Kesejahteraan yang digaungkan akan dihilangkan tidaklah benar.
Isu karyawan berstatus tenaga kerja harian juga berita bohong semata.
Status karyawan tetap masih ada dan tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003.
Sementara itu terkait dengan Isu Pekerja yang meninggal ahli warisnya tidak dapat pesangon juga berita yang hoaks semata.
"Jaminan Sosial masih ada dan tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU 40 Tahun 2004. " Ahli waris tetap dapat pesangaon dan tercantum dalam Bab IV Pasal 61," pungkas Azis.
Adapun DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada Rapat Paripurna Senin (5/10/2020).
Dalam rapat itu, terdapat dua fraksi yaitu PKS dan Demokrat menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Insiden Mikrofon Mati
Insiden mikrofon mati saat saat anggota Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020) viral di media sosial.
Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta kerja tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Sebelum pengesahan Azis sempat beradu pendapat dengan anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman dalam rapat paripurna tersebut.
Mengenai insiden tersebut, Azis Syamsuddin membantah bila mikrofon sengaja dimatikan.
"Kalau miknya mati itu di dalam tatib setiap lima menit mik otomatis mati. Diatur di dalam tata tertib disahkan dalam rapat paripurna tanggal 2 April 2020," kata Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Diketahui, pada rapat paripurna kemarin, Benny merasa tidak diberikan hak berbicara.
Sedangkan Aziz menyampaikan bahwa Fraksi Demokrat sudah diberi tiga kali kesempatan berbicara dalam rapat paripurna itu.
Azis membantah dirinya meminta Ketua DPR RI Puan Maharani mematikan mik saat interupsi dari Fraksi Partai Demokrat.
"Saya berbisik kepada Bu Ketua (Puan Maharani) supaya tidak dobel suaranya karena kalau kita ibarat main zoom metting antara laptop satu dan laptop yang lain sama-sama suaranya dibuka kan ?voicenya ganggu. Jadi saya enggak bisa dengar pembicaraan orang," ujarnya.
"Setiap menit miknya mati. Kan tadi saya bilang supaya tidak doubling. Saya tidak tahu mikrofonnya bagaimana, saya minta supaya mikrofonnya tidak doubling," katanya.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menjelaskan pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.
"Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat," kata Indra kepada wartawan, Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Diketahui sejumlah anggota DPR dari Fraksi Demokrat memberikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja.
Ketiga perwakilan Demokrat yaitu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan yang membacakan pandangan akhir tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja, serta Irwan dan Didi Irawadi Syamsuddin yang mengajukan interupsi sebelum RUU tersebut disahkan.
"Jadi mohon maaf, kita harus sama-sama memahami bahwa yang ingin berbicara bukan hanya Partai Demokrat, karena fraksi lain juga ingin menyampaikan pendapatnya. Saya pikir sudah jadi kewajiban pimpinan sidang untuk menertibkan jalannya rapat agar semua fraksi dapat hak menyampaikan aspirasi," ujar Indra.
"Jadi dalam konteks ini, pimpinan rapat bukan menghalangi Fraksi Demokrat berbicara, tapi ingin memberi kesempatan fraksi lain untuk menyampaikan pendapatnya," sambung Indra.
Menurutnya, mikrofon di ruang rapat paripurna DPR RI sudah diatur otomatis mati setelah lima menit digunakan.
Hal itu dilakukan agar masing-masing anggota memiliki waktu bicara yang sama dan supaya rapat berjalan efektif serta terukur dari sisi waktu dan substansi.
"Supaya tidak ada tabrakan audio yang membuat hang, maka perlu diatur lalu lintas pembicaraan," ucapnya.
Diketahui, saat rapat paripurna perwakilan Fraksi Demokrat terus menyuarakan penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja.
Bahkan, Ketua DPR Puan Maharani sampai mematikan mikrofon.
Hal tersebut tertangkap kamera tengah mematikan mikrofon saat Anggota Fraksi Partai Demokrat, Irwan menyampaikan interupsi.
Aksi ini viral di dunia maya, bahkan menjadi trending topic di Twitter. *
Penulis: chaerul umam
Editor: Adi Suhendi
https://manado.tribunnews.com/2020/10/07/azis-syamsuddin-ungkap-pesangon-hak-cuti-karyaw an-dan-upah-buruh-tuding-ada-sebar-hoax?page=4