Dr Mery Kolimon dan Empat Orang Pemuka Agama Indonesia Ajak Tanda Tangan Petisi Tolak UU Cipta Kerja
Omnibus Law adalah ancaman untuk kita semua. Ancaman untuk demokrasi Indonesia. Kami bersuara dengan petisi ini, untuk mengajak teman-teman
Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
Dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja juga terindikasi adanya berbagai permasalahan, mulai dari ketengakerjaan hingga lingkungan hidup.
"Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara, merugikan para pekerja/ buruh, merugikan petani, merugikan hak-hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan," kata Araf.
"Atas dasar tersebut, Imparsial menolak dan menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja di DPR, apalagi pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan di tengah konsentrasi mengatasi pandemi Covid-19," lanjut dia.
Konfederasi Serikat Buruh Tolak Hingga Mogok Nasional
Sejumlah konfederasi serikat buruh hingga elemen masyarakat mengecam keras atas pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Mereka kecewa lantaran proses pembahasan hingga pengesahan yang dimotori DPR dan pemerintah menutup ruang partisipasi publik.
Terlebih, pengesahan ini dilakukan di tengah gencarnya elemen buruh dan masyarakat menolak aturan sapu jagat tersebut.
"Kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin menangis, ingin menunjukan ekspresi kita kepada DPR dan pemerintah," ujar Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9/2020).
Jumisih menuturkan, pengesahan UU Cipta Kerja semakin meneguhkan keyakinan elemen buruh bahwa pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya buruh.
Sebaliknya, lahirnya undang-undang sapu jagat tersebut juga menggambarkan sikap pemerintah yang lebih pro terhadap kaum korporasi dan pemodal.
Dengan sikap tersebut, kata Jumisih, pemerintah dan DPR justru menjadi penyebab semakin menjauhnya cita-cita bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.
Alih-alih jaminan kesejahteraan yang diterima, masyarakat justru ditimpa beban atas pengesahan UU Cipta Kerja.
"Pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang. Jadi pemerintah mewariskan bukan kebaikan, tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per hari ini," ucap Jumisih.
Mogok kerja
Buntutnya, sebanyak 2 juta buruh akan mogok kerja nasional yang dimulai hari ini, Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020).
"32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Aksi mogok kerja tersebut akan diikuti buruh yang bekerja di sektor kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif, komponen elektronik serta industri besi dan baja. Kemudian, diikuti buruh di sektor farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, hingga perbankan.
Adapun, sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan menggelar mogok kerja meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Kemudian disusul Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.
Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.
Said menyatakan, aksi mogok nasional ini didasarkan pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," tegas Said.
Said menuturkan, dalam mogok kerja tersebut, buruh juga akan menyuarakan berbagai tuntutan menyusul lahirnya UU Cipta Kerja.
Antara lain, buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan.
Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.
Buruh juga menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.
Buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapatkan jaminan kesehatan dan pensiun.
"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003," terang Said.
Sebagian dari artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai-ramai Menolak UU Cipta Kerja dan Ancaman Mogok Kerja Nasional", https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/05545351/ramai-ramai-menolak-uu-cipta-kerja-dan-ancaman-mogok-kerja-nasional?page=all#page2
Editor : Fabian Januarius Kuwado