Breaking News

Politisi NasDem Buang Hp Di Laut, Diduga Untuk Hilangkan Bukti Percakapannya Dengan Jaksa Pinangki

Ponsel itu berisi percakapan Andi Irfan Jaya dengan jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra, saat menyusun action plan kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA)

Editor: Frans Krowin
wartakota.com
Boyamin Saiman 

Politisi Nasdem Buang Hp Di Laut, Diduga Untuk Hilangkan Bukti Percakapannya Dengan Jaksa Pinangki

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Andi irfan Jaya, mantan politisi Partai NasDem, diduga punya niat menghalangi penyidikan terkait Djoko Tjandra.

Dugaan itu mencuat, lantaran oknum politisi tersebut diduga telah membuang ponsel iPhone 8 miliknya di laut Losari, Cirebon, Jawa Barat pada Juli atau Agustus 2020.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator MAKI, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (22/9/2020).

"Berdasar informasi, AIJ telah membuang handphone yang dimilikinya dan dipakai pada Bulan November 2019 hingga Agustus 2020."

"Berupa HP merek iPhone 8 yang diduga telah dibuang di laut Losari."

 

"Waktu pembuangan HP diduga sekitar Bulan Juli-Agustus 2020," kata Boyamin lewat keterangan tertulis, Selasa (22/9/2020).

Padahal, kata Boyamin, ponsel itu berisi percakapan Andi Irfan Jaya dengan jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra, saat menyusun action plan kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).

"HP tersebut diduga berisi percakapan AIJ dengan PSM dan JST terkait rencana permohonan fatwa perkara JST."

"Dan diduga berisi action plan pengurusan fatwa beserta upah jika berhasil mengurus fatwa," jelasnya.

Lebih lanjut, Boyamin menduga Andi Irfan Jaya memiliki tujuan khusus membuang ponselnya.

Di antaranya, menghapus jejak atau alat bukti kegiatannya dalam mengurus fatwa MA.

Ditanya Apakah Mau Ikut Pilkada DKI Jakarta? Ahok Jawab: Sekalipun Diminta Aku Tidak Bersedia Lagi

Pulang Merantau Bawa Uang Rp 4,9 Miliar, Istri Malah Minta Cerai Dari Suami Ternyata Ini Penyebabnya

"Pembuangan HP iPhone 8 milik AIJ tersebut diduga dengan maksud untuk menghilangkan jejak pembicaraan dan kegiatan pengurusan Fatwa JST dengan pihak-pihak terkait."

"Diduga termasuk tokoh politisi, sehingga dengan demikian patut diduga telah menghilangkan barang bukti," terangnya.

Atas dasar itu, pihaknya meminta Kejaksaan Agung juga menetapkan Andi Irfan Jaya dalam perbuatannya menghalangi penyidikan.

Hal itu bertentangan pasal 21 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 221 KUHP.

"Atas dasar dugaan penghilangan barang bukti tersebut di atas."

"Maka kami meminta kepada penyidik JAM Pidsus Kejagung untuk segera menetapkan tersangka atas AIJ dengan dugaan perbuatan pidana menghalangi penyidikan," ucapnya.

Sebelumnya, Djoko Tjandra menyatakan action plan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang dilakukan oleh jaksa Pinangki Sirna Malasari gagal, setelah sebulan tidak ada kejelasan.

Padahal, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, Djoko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar kepada jaksa Pinangki.

"Namun dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam 'action Plan' di atas tidak ada satupun yang terlaksana."

"Padahal Joko Soegiarto Tjandra telah memberikan DP sejumlah $ 500.000 USD kepada terdakwa PSM melalui Andi Irfan Jaya," kata Hari lewat keterangan tertulis, Kamis (17/9/2020).

Hari Setiyono mengatakan, action plan itu pertama kali dipaparkan oleh jaksa Pinangki, mantan politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking kepada Djoko Tjandra di Malaysia, pada November 2019.

Ketiganya melobi Djoko Tjandra agar memilih jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA agar tak dieksekusi sebagai terpidana sekaligus buronan korupsi cessie Bank Bali.

Alhasil, Djoko Tjandra pun luluh dengan rencana atau proposal action plan yang diajukan oleh jaksa Pinangki.

Namun baru sebulan, Djoko Tjandra membatalkan kesepakatannya dengan jaksa Pinangki.

"Sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada Bulan Desember 2019 membatalkan action plan."

"Dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan NO," bebernya.

Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2020).

Jaksa Pinangki didakwa merancang action plan pengurusan fatwa MA, agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi sebagai terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali.

Dia melakukan hal tersebut bersama-sama mantan politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya.

Tak hanya Andi Irfan Jaya, jaksa Pinangki bersama Anita Kolopaking melobi Djoko Tjandra agar menggunakan jasanya, dengan sejumlah proposal imbalan USD 1 juta atau setara Rp 14,8 milliar.

Proposal action plan itu dipaparkan oleh jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking saat menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019.

Ketiganya bersama Djoko Tjandra juga sempat bersepakat memberikan uang USD 10 Juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung.

Hal itu untuk keperluan mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.

Dalam dakwaannya, Djoko Tjandra disebut baru sempat mengirimkan uang kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar, sebagai uang muka biaya jasa pengurusan awal.

Uang itu diberikan melalui almarhum adik ipar Djoko Tjandra, Herriyadi, kepada Andi Irfan Jaya.

Selanjutnya, Andi Irfan Jaya meneruskan uang itu kepada jaksa Pinangki.

Ditanya Apakah Mau Ikut Pilkada DKI Jakarta? Ahok Jawab: Sekalipun Diminta Aku Tidak Bersedia Lagi

Pulang Merantau Bawa Uang Rp 4,9 Miliar, Istri Malah Minta Cerai Dari Suami Ternyata Ini Penyebabnya

Namun di tengah jalan, Djoko Tjandra memutuskan batal menggunakan jasa jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA.

Dalam kasus ini, jaksa Pinangki dijerat dengan pasal berlapis.

Di antaranya, pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsider pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua, pasal 3 UU 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ketiga, pasal 15 Jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 88 KUHP.

Subsider pasal 15 Jo pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 88 KUHP.

Artikel ini telah tayang di Wartakota.com: https://wartakota.tribunnews.com/2020/09/22/maki-ungkap-andi-irfan-jaya-buang-iphone-8-di-laut-losari-cirebon-isinya-percakapan-penting?page=all

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved