Etika Sopan Santun Berharga di Mata Tuhan

Etika Sopan Santun Berharga di Mata Tuhan, Apa maksudnya? simak beritanya baik-baik ya

Editor: maria anitoda
Istimewa
Etika Sopan Santun Berharga di Mata Tuhan 

POS-KUPANG.COM - Etika sopan santun berharga di mata Tuhan

 “Memiliki etika dan sopan santun adalah sebuah sikap iman yang dihargai oleh Tuhan Yesus. Bentuk penghargaan Tuhan Yesus tergambar dalam cerita Injil Matius 8:1-4, dimana Tuhan Yesus tanpa lama-lama langsung menyembuhkan seorang yang sakit kusta”, demikian cuplikan pemikiran dari Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, Dosen Pasca Sarjana Universitas Kristen Artha Wacana Kupang dalam khotbahnya pada Kebaktian Minggu di GMIT Oemathonis Nait, Klasis Kupang Barat, yang dilayani  oleh Pdt. Aneke Ina, SThtanggal 6 September 2020 lalu.

Pdt Dr Mesakh Dethan Minggu,6 September 2020di GMIT Oemathonis Nait, Klasis Kupang Barat
Pdt Dr Mesakh Dethan Minggu,6 September 2020di GMIT Oemathonis Nait, Klasis Kupang Barat (Istimewa)

Menurut Pdt. Dr Mesakh Dethan yang sehari-hari sebagai staf pengajar Pascasarja UKAW Kupang ini kalau kita meminta bantuan pada seseorang tentu kita akan meminta dengan penuh kesopanan dan memilih kata-kata yang enak di dengar. Misalnya jika kita minta bantuan pada pasangan kita: “sayangku yang bersuara merdu seperti burung kenari,jika berkenan tolong buat kopi untuk saya. Pasangan kita dengan hati riang akan menolong membuatkannya. Berbeda kalau kita minta dengan kata-kata yang kasar: “Wei cerewet bekin kasih saya kopi dulu”, maka tentu pasangan kita akan marah dan enggan melakukannya. Dalam teks Matius 8 ini si kusta dengan penuh sopan santun meminta bantuan pada Tuhan Yesus dan permintaannya dikabulkan pada saat itu juga.

Lebih Jauh  pendeta Dethan menjelaskan bahwa cerita tentang Tuhan Yesus menyembuhkan orang yang sakit kusta dalam Injil Matius 8:1-4 ini memiliki dua arti penting (tentu saja ada banyak arti yang bisa diangkat) yang pertama soal iman si kusta kepada Tuhan dan kedua soal Yesus yang menghargai otoritas yang berwenang

 „Iman si kusta“

Menurut Dethan dalam ayat 2  dikatakan „Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku“ . Bahasa Yunani yang dipakai disitu kata telo, jika mau, jika ingin, jika berkenan.  Pada satu pihak memilik makna bahwa si kusta memiliki sikap iman dan kepasrahan pada Tuhan dan karena itu dia memohon dengan penuh kerendahan dan penuh kesopanan kepada kehendak Tuhan, bukan kepada kehendaknya sendiri. Ia memohon perkenanan Tuhan. Perhatikan bahwa yang ditekankan “jika Tuhan mau, bukan jika Tuhan bisa”. Penekanannya terletak pada kemauan atau kehendak Tuhan, bukan kepada kebisaan Tuhan. Jika penekanan pada kata “bisa” seolah-olah meragukan entah Tuhan bisa atau tidak bisa. Ada unsur keraguan kepada kuasa Tuhan Yesus.

Itulah sebabnya si Kusta itu memohon dalam kerendahan. Bukannya ia mau memaksa Tuhan. Cocok dengan doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada para muridNya, bukan kehendakku tetapi kehendakMu yang jadi (jadilah kehendakmu dibumi seperti di sorga (Matius 6:10; atu juga dalam Matius 26:38 "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."). Nilai etika yang hendak diajarkan disini adalah bahwa jikalau kita mau minta tolong pada orang lain, maka hendaknya kita minta bantuan dengan sikap dan tutur kata kita yang sopan. Akan tetapi perlu ditekankan disini bahwa Tuhan Yesus mengabulkan permintaan si kusta itu bukan karena terutama soal etika sopan santun yang ditunjukkan saja, tetapi juga terutama iman dan keyakinan sungguh-sungguh yang ditunjukkan. Iman sikusta ditunjukkan dari sikap bersujud dan menyembah Yesus, bukan sekedar etika sopan santun budaya Timur Tengah waktu itu (sekali lagi ditekan jika Tuan mau, bukan jika Tuan bisa).

„Yesus menghargai aturan dan otoritas pemerintah“

Pdt Dr Mesakh Dethan tengah diapit oleh Pdt. Ineke Ina, STh GMIT Oemathonis Nait Klasis Kupang Barat
Pdt Dr Mesakh Dethan tengah diapit oleh Pdt. Ineke Ina, STh GMIT Oemathonis Nait Klasis Kupang Barat (Istimewa)

Pada ayat 4 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." Ada dua hal yang ditekankan Yesus agar orang itu jangan membuat gaduh dan heboh karena bisa mengganggu aktivitas pelayanan Yesus. Tetapi yang kedua bahwa Yesus mengharga para pejabat yang berwenang menyatakan seorang warga Yahudi sudah  bebas kusta atau belum. Kendati Yesus memiliki kuasa atau power, tetapi Yesus tidak keluar dari koridor hukum dan aturan yang berlaku. Yesus mematuhi protocol Kesehatan dalam kaitan dengan penyakit jahanam waktu itu yaitu panyakit kusta (Bandingkan Mazmur 41:8). Jaman dulu peyakit jahanam atau penyakit yang sangati serius untuk diawasi adalah penyakit Kusta, dimana orang-orang yang terkena kusta harus dikucilkan dari masyarakat, mereka harus menjadi karantina sesuai dengan protocol Kesehatan yang ditetapkan oleh para Imam menurut kitab Imamat 13 dan 14.

“Jaman kita mungkin penyakit jahanam itu adalah Covid-19 ini. Dimana kita tidak lagi tidak bebas kemana-mana. Ke sekolah tidak bisa, ke gereja juga dilarang, kalua pun diijinkan harus duduk jaga jarak. Dulu ayam yang kita kandang, karena Covid-19 sekarang  kita lah yang dikandang seperti ayam. Ayam keluar kandang dan kita yang masuk kandang”, demikian penegasan Dethan yang mengundang tawa jemaat yang hadir.

Yesus tidak mau makan puji, tetapi ia mau mengikuti protocol Kesehatan yang digariskan oleh para pimpinan Yahudi (dalam hal ini para imam) pada waktu itu bandingkan misalnya Kitab Imamat 13 dan 14. Kalau Yesus saja mau mengikuti protocol Kesehatan, maka apakah kita mau lebih dari beliau?

“Menghargai dan tidak keluar dari koridor hukum itu yang ditunjukkan juga oleh Tuhan Yesus dalam teks ini. Tuhan Yesus mau mengikut protocol keesehatan yang di atur dalam kitab Imamat 13 dan 14 bahwa Tuhan Yesus menyuruh si kusta yang sudah sembuh untuk melaporkan diri kepada Imam yang dianggap memiliki otoritas untuk menyatakan si kusta itu sudah sembuh dan tahir atau tidak.

Kita juga dapat belajar dari hal ini.  Mungkin kita orang hebat, memiliki jabatan, kekayaan dan pengaruh, tetapi kita tidak bisa berbuat semau yang kita inginkan apalagi bertentangan dengan koridor hukum. Atau dalam masa-masa pandemic Covid-19 ini marilah kita taat kepada protocol Kesehatan dan disiplin memakai masker pada setiap kesempatan. Ingat bahwa kita hidup dalam masyarakat yang harus taat hukum dan aturan. Tuhan Yesus Anak Allah yang  Maha tinggi saja masih mau menghargai protocol Kesehatan yang digariskan dalam Kitab Imamat 13 dan 14 itu”, demikian penegasan Dr Mesakh Dethan menutup khotbahnya.*****

.

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved