Kehadiran Perusahaan Mutiara Sudah Adu Domba Warga Babokerong Lembata
Investasi budidaya mutiara akan dilakukan oleh PT Cendana Indopearls terus berlanjut di Desa Babokerong, Kecamatan Nagawutung
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Masalah investasi budidaya mutiara yang akan dilakukan oleh PT Cendana Indopearls terus berlanjut di Desa Babokerong, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata.
Rencana pertemuan antara pihak perusahaan dan masyarakat pun tidak jadi dilangsungkan di Desa Babokerong, Senin (24/8/2020).
Masyarakat secara tegas telah menolak kehadiran perusahaan mutiara di wilayah laut mereka dan tidak mau lagi berdiskusi perihal perusahaan mutiara di sana.
• Ali Fadaq Sebut Rekomendasi Wakil Ketua DPRD Sumba Timur Cacat Hukum
Abas Kiri Wotan, pemilik hak ulayat Desa Babokerong, di hadapan warga meminta supaya perusahaan mutiara tidak perlu memaksakan diri masuk ke Desa Babokerong lagi.
Dia juga meminta semua aset perusahaan yang sudah ada di sana segera dipindahkan dalam waktu 1x24 jam.
Abas menilai kehadiran perusahaan sendiri telah mengusik kenyamanan warga Babokerong yang selama ini sudah hidup tenang dan tenteram sejak dulu kala.
• Tiga Fraksi DPRD TTS Ajukan Hak Interpelasi Kepada Pemerintah, Persoalan Ini yang diangkat
Bahkan menurut Abas, kehadiran perusahaan mutiara ini telah mengadu domba masyarakat Desa Babokerong yang sudah hidup rukun dan bersaudara sejak lama.
"Saya sedih karena kepentingan sepihak bisa mengadu domba kita masyarakat. Saya harap jangan terjadi lagi di sini. Hari ini tidak ada lagi kita omong mutiara," tandasnya.
Dia juga tidak ingin aktivitas masyarakat nelayan di sana terganggu akibat hadirnya perusahaan mutiara.
Lebih jauh, Abas mengemukakan bahwa keputusan final antara pihak perusahaan dan masyarakat sudah terjadi pada pertemuan 13 November 2019 silam yang dilangsungkan di bawah pohon Rita di Desa Babokerong.
Saat itu, kata dia, telah dilakukan voting dan hanya ada dua orang saja yang mendukung kehadiran perusahaan mutiara. Sisanya warga menolak ada aktivitas penangkaran budidaya mutiara di sana.
"Sebagai pemilik ulayat saya tolak demi menjaga mata pencaharian. Sudah tidak ada dukungan lagi untuk mutiara di sini. Ketua BPD dan anggota sudah bawa aspirasi kita ke kecamatan. Saya tetap mempertahankan kami menolak," ungkapnya.
Sementara itu, Petrus Gehak, salah satu penduduk Babokerong, menyebutkan semua konsep yang berkaitan dengan investasi harus direncanakan dari masyarakat.
Masyarakat sendiri tidak pernah meminta perusahaan mutiara datang untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Senada dengan Abas, Gehak menilai proses penentuan sikap sudah lewat dan sudah ada keputusan yang sifatnya final dengan voting terbuka dilakukan.
Hasilnya cuma dua orang yang mendukung investasi mutiara di sana. Mayoritas masyarakat menurutnya menolak aktivitas invetasi penangkaran mutiara dan mereka tidak mau akses mereka ke laut tertutup karena ada budidaya mutiara di sana.
"Kita sudah perjuangkan hak kita dan kalau ada yang mengusik kehidupan kita, lalu kita usir mereka pulang. Silakan mereka bangun diskusi dengan siapa saja dan kembali ke sini kita tetap jaga lewo (kampung) dan pegang teguh hak hak dasar kita di lewo," tegasnya.
Adnan Watan, salah satu tokoh pemuda, menyatakan bahwa sikap masyarakat tetap menolak kehadiran perusahaan mutiara dan sikap itu tidak pernah berubah.
"Pemerintah harus ingat aspirasi masyarakat. Ini sifatnya final tidak bisa diganggugugat lagi," ujar Adnan.
"Penolakan kami itu terkait masalah kehidupan ekonomi masyarakat. Di sini semuanya nelayan, jadi kalau ada mutiara aktivitas nelayan pasti akan terganggu. Kami aktivitas kami di laut normal saja. Kami mau semua kegiatan kita tidak terganggu oleh perusahaan mutiara," pungkasnya.
Camat Tuding Ada Provokator
Dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (24/8/2020), Camat Nagawutung, Laurensius Laba, mengatakan adanya warga Desa Babokerong sendiri yang memprovokasi warga lainnya untuk tidak menerima kehadiran perusahaan mutiara.
Dia bahkan menyebut beberapa nama warga yang dia sebut sebagai provokator.
"Penolakan yang terjadi itu kalau kita mau lihat masyarakat seutuhnya tidak mau, itu karena ada permainan segelintir orang, atau ada oknum-oknum tertentu yang memfasilitasi yang tidak mau menerima ini, memang pada saat itu tidak dibenarkan juga karena pak bupati belum terima," tandasnya.
Laurensius menuturkan sosialisasi pertama pada 13 November 2019 lalu yang sempat disinggung di atas belum diketahui oleh bupati sebagai kepala daerah.
Namun saat ini, pihak perusahaan sudah bertemu dengan bupati dan mendapat persetujuan darinya karena izinnya ada pada kewenangan Pemprov NTT. Izinnya sudah ada meski tentu harus ada sosialisasi kepada masyarakat.
Sebelum direncanakan pertemuan perusahaan dan penduduk Babokerong, Senin (23/8/2020), Camat Laurensius sudah berinisiatif untuk bertemu dengan warga Babokerong dan Baobolak pada Sabtu (21/8/2020).
Saat pertemuan itu menurut Laurensius pemilik ulayat Desa Babokerong dan beberapa pihak masyarakat Babokerong tidak sempat hadir.
Kemudian, Camat Laurensius melakukan pendekatan secara pribadi dengan pihak-pihak yang tidak hadir pada Minggu (22/8/2020).
Camat Laurensius memang menilai ada pihak-pihak yang memprovokasi sehingga ada penolakan dari masyarakat.
Dia menjelaskan pertemuan pihak perusahaan dan masyarakat tidak jadi dilaksanakan pada Senin (24/8/2020) karena ada hal-hal yang harus dipersiapkan pihak perusahaan lagi.
Lebih jauh, Laurensius menjamin kehadiran perusahaan mutiara tidak akan mengganggu aktivitas melaut para nelayan di sana.
"Ini kan sistem zonasi jadi pelabuhan lautnya tidak ganggu dan aktivitas masyarakat itu seperti biasa sementara perusahaan itu akan manfaatkan jauh dari wilayah melaut," pungkas Camat Laurensius.
Humas PT Cendana Haris Foeh belum bisa dihubungi sejak Senin kemarin sampai berita ini ditayangkan. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)