Penjelasan Psikolog Undana Terkait Kondisi Ayah yang Menghabisi Nyawa Anaknya di Flotim

Kasus-kasus pembunuhan yang melibatkan anggota keluarga sendiri, cenderung motifnya adalah persoalan dalam lingkup keluarga

Editor: Kanis Jehola
Foto Abdi Keraf untuk POS-KUPANG.COM
Abdi Keraf 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Dosen Psikologi Universitas Nusa Cendana Kupang, Abdi Keraf, S.Psi., M.Si., M.Psi, mengatakan, kasus-kasus pembunuhan yang melibatkan anggota keluarga sendiri, cenderung motifnya adalah persoalan dalam lingkup keluarga itu juga.

"Jika pelakunya orang tua dan korbannya adalah anaknya sendiri, biasanya dilatarbelakangi oleh faktor persoalan ekonomi, status anak dalam keluarga, atau hubungan yg kurang harmonis antar suami-istri, sehingga anak menjadi korban ketidakmampuan orang tua dalam meyelesaikan persoalan-persoalan hidup yang dihadapi oleh mereka," ungkapnya kepada POS-KUPANG.COM, Kamis, 06/08/2020.

Anak kerap menjadi pelampiasan kegagalan orang tua dalam menghadapi berbagai sumber stres yang dirasakan sangat mengganggu dan menekan bahkan mengancam diri mereka.

Tim Polres Lembata Padamkan Lima Hektare Lahan yang Terbakar di Desa Pada

Ia menjelaskan bahwa, anak sebagai individu yang lemah yang seharusnya dilindungi dan disayangi, dicintai dan diasuh, justru dalam ketidakberdayaannya, berubah menjadi "tempat melampiaskan" beban kekecewaan, amarah, kebencian, dendam dan sebagainya yang alami oleh orang tua.

Bahkan tidak jarang, terang Abdi Keraf, anak menjadi "kambing hitam" untuk pembenaran atas suatu perilaku negatif yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya.

Unggul Dokter Ahli, RSD Aeramo di Nagekeo Banjir Rujukan dari Kabupaten Tetangga

Stres yang dianggap sebagai pemicu dari suatu tindakan kekerasan oleh orang tua terhadap anak, dijadikan sebagai alasan untuk melakukan suatu tindakan kekerasan tertentu kepada anak.

Menurutnya, kasus orang tua membunuh anak, apapun motif atau penyebabnya, mencerminkan ketidakmampuan orang tua dalam mengontrol dorongan-dorongan negatif dalam dirinya yang disebabkan oleh kegagalan dalam mengendalikan pikiran-pikiran serta emosi negatif yang berkembang dalam diri mereka.

Dorongan-dorongan ini, bagi Abdi Keraf, pada satu titik puncak tertentu, ketika individu kehilangan kontrol terhadap akal sehat dan kesulitan menumbuhkan rasa emosi positif dalam dirinya, akan mengarahkan individu tersebut untuk meluapkan atau melampiaskannya secara "membabi buta", sebagai bentuk pertahanan diri atau "mekanisme pertahanan ego" yang terakhir.

Dosen sekaligus Ketua Program Studi Psikologi FKM Undana ini menegaskan bahwa, Anak, sebagai individu lemah, kemudian menjadi "sasaran" pelampiasan dan kegagalan untuk mempertahankan "ego diri" secara negatif. Tindakan semacam ini, tentu tidak dibenarkan.

"Sebab, bagaimanapun anak adalah pribadi yang harus dilindungi. Mereka bukanlah "media" yang dapat mewakilkan kebencian seseorang terhadap orang lain atau terhadap sumber-sumber stres yang dipandang mengancam diri orang dewasa," pungkasnya (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oncy Rebon)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved