Prof Cornelis Lay Dimakamkan, Presiden Joko Widodo dan Ganjar Pranowo Sampaikan Belasungkawa
Atas meninggalnya putra NTT ini, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut berduka dengan mengirimkan karangan bung
Cornelis Lay meninggal dunia dalam usia 61 tahun.
Kepala Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menyebut, Cornelis sejak lama menderita penyakit jantung.
Rencananya, Cornelis Lay dimakamkan di Pemakaman Sawitsari UGM, Yogyakarta pada Kamis (6/8/2020) pukul 14.00 WIB.
Sebelum dimakamkan, jenazah akan lebih dulu disemayamkan di Balairung UGM untuk dilakukan upacara penghormatan terakhir.
Upacara Penghormatan Terakhir
Upacara penghormatan terakhir kepada Prof Dr Cornelis Lay yang wafat pada Rabu (5/8/2020) pagi lalu dilakukan di Balairung UGM hari ini (Kamis, (6/8/2020) pukul 13.00 WIB.
Sebelumnya, jenazah diberangkatkan dari rumah duka di Perum Cemara Blok F-13 Krodan RT 13 RW 71 Maguwoharjo, Depok, Sleman.
Selesai upacara yang berlangsung sekitar 15 menit tersebut, jenazah akan langsung dikebumikan di makam UGM, Sawitsari, Sleman.
Prof Dr Cornelis Lay lahir di Kupang, 6 September 1959.
Beliau adalah guru besar dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.
Dalam sambutan pada upacara penghormatan tersebut, Rektor UGM, Prof Ir Panut Mulyono menyampaikan Prof Cornelis Lay dikenal sebagai pejuang pemikir yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam ilmu pemerintahan dan politik.
“Pemikiran-pemikiran tajam nan santun beliau dapat kita simak dalam berbagai jurnal, buku, dan media massa,” ujar Panut, sebagaimana diberitakan jogjatribunnews.com.
Pada pengukuhan sebagai Guru Besar Prof Cornelis Lay pada 6 Februari 2019, Panut melanjutkan, beliau menyampaikan pidato dengan judul “Jalan Ketiga Peran Intelektual: Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan”.
Dalam pidato ini Prof Cornelis Lay menyampaikan hasil refleksi beliau atas dilema yang dihadapi intelektual ketika berhadapan dengan kekuasaan.
“Prof Cornelis Lay menyoroti peran kaum intelektual dalam berinteraksi dengan kekuasaan. Bahwa sejatinya kaum intelektual harus mampu menyadari beragam kekuatan politik yang berpengaruh pada pembentukan kurikulum dan penelitian, penilaian kualitas akademik, dan relasinya dengan negara. Kemanusiaan hendaknya menjadi dasar atas setiap motif dari kekuasaan dan ilmu pengetahuan,” tutur Panut.