TRIBUN WIKI : Merajut Kebersamaan di Punggung Bukit Fatumnasi Molo Utara TTS
Deru kendaraan melintasi jalan Thamrin, menuju Eltari II lalu berkelok menyusuri Jalan Timor Raya menuju Kabupaten Kupang.
Penulis: Rosalina Woso | Editor: Rosalina Woso
Saat memasuki musim dingin, pesona alam Fatumnasi akan lebih lengkap dengan kabutnya yang menutupi pengunungan. Pesona kabut yang dingin tidak menyurutkan semangat masyarakat yang hidupnya dari sektor pertanian dan peternakan yang belum mendapat sentuhan teknologi itu untuk terus bergiat menanam.

Ratusan pengunjung yang datang ke Fatumnasi menjadi pertanda, ada geliat ekonomi wisata yang bisa mendulang banyak rupiah disana. Sayangnya, pesona alam Fatumnasi dengan bentangan pengunungan dan lembah merupakan surga yang tersembunyi itu belum dibenahi secara lebih baik.
Ada dua pilihan untuk para pengunjung saat mendatangi lokasi wisata alam Fatumnasi. Ada yang hanya berkunjung ada juga yang bisa menetap. Bila pengunjung yang menetap bisa menyewa homestay yang dibangun oleh warga setempat. Homestay tersebut dibuat dari kayu dan atapnya dari alang-alang.
Warga setempat menyebutnya rumah bulat karena berbentuk bulat setengah lingkaran, khas bangunan rumah adat warga. Ada juga yang membawa tenda sendiri untuk kamping bersama keluarga. Pilihan berada pada Anda sendiri.
Betapa Tidak. Jumlah pengunjung diatas 100 orang saat liburan atau akhir pekan, membuat Pemda TTS harus menjadikan Fatumnasi menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli daerah (PAD). Fasilitas umum perlu dibangun agar pengunjung bisa lebih betah dan nyaman selama berada disana.
Pemda TTS perlu sedikit lebih fokus untuk menyiapkan fasilitas umum agar kenyamanan pengunjung lebih terjamin. Misalnya, ketersediaan fasilitas kamar mandi dan water closed, penerangan lisrik serta perbaikan jalan raya sebelum memasuki hutan Pinus. Ada juga ruas jalan yang rusak parah yakni jalan menuju lokasi Naetapan Desa Tunu, Molo Utara yang menjadi lokasi tambang Marmer.
Meski tanpa aktifitas industri, lokasi yang dikontrak PT Sumber Alam Marmer selama 30 Tahun itu ternyata menyimpan pesona tersendiri. Bongkahan batu Marmer yang berbentuk persegi empat dengan lebar dua atau tiga kali pelukan tangan orang desawa itu bertebaran sekitar lokasi. Warna batunya putih dan hitam menebar pesona tersendiri, membuat pengunjung bebas berpose diatas batu marmer.

Saat memasuki kawasan lokasi batu marmer, setiap kendaraan yang masuk dikenakan tarif Rp 10.000 tanpa bukti karcis, pengemudi kendaraan roda empat harus saling mengalah karena jalan sangat sempit, bebatuan dan berlumbang.
Pesona batu marmer merupakan salah satu pesona batu alam. Pesona batu alam ini bukan hanya dikunjungi rombongan dari Dinas Koperasi dan Nakretrans Provinsi NTT saja. Ada juga dari WKRI Paroki Santo Fransiskus Asisi, keluarga serta pasangan remaja yang menggunakan puluhan kendaraan roda dua.

Para pengunjung bebas memilih tempat untuk rehat sambil membentang tikar maupunmencari titip spot untuk berpose. Sama dengan pengunjung lainnya di hari itu, rombongan Dinas Koperasi dan Nakertrans Provinsi NTT harus terpaku dengan rute yang sudah dirancang panitia kecil.
Suara Ny. Joice masih nyaring terdengar di atas bukit sabana Fatumnasi. Sambil memegang catatan rute perjalanan, pemilik rambut pirang ini harus bersuara lebih keras untuk mengajak anggota rombongan untuk menikmati santap siang.
Aksi pose pengunjung berulang kali dilakukan. Ada yang membawa kain tenun khas NTT, sambil menyelimuti tubuh atau membuat pose terbang sambil menatap kamera. Latar belakang alam pegunungan dan lembah menambah pesona saat gambar terekam dilayar kamera ponsel. Boleh Ganti gaya, ganti fokus tapi latar tetap satu yakni pengunungan dan lembah Fatumnasi.
Nyanyian 'harta yang paling terindah adalah keluarga' pun menggema diatas bukit. Nyayian yang selalu mengawali tayangan sinetron Keluarga Cemara di layar kaca televisi ciptaan Arswendo Atmowiloto ini sangat menyentuh kalbu.
Bukan hanya nyanyian keluarga cemara yang menggema disana, ada gerakan lambaian bendera merah putih dan rombongan mendendangkan secara bersama lagu 'Indonesia.... merah darahku putih tulangku' yang diakhiri slogan 'Dirgahayu Republik Indonesia, Indonesia Maju' yang dipandu Ny. Ocha Djogo-Waso sambil mengacungkan tangannya yang terkepal ke atas langit.

Pecah tawa tanda keceriaan untuk merajut kebersamaan belum berakhir di punggung bukit Fatumnasi. Rombongan yang dihadiri Kepala Bidang Transmigrasi, Wayan Suburata bersama Ny. Wayan dan Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Johanis Mau, Kepala Seksi Kasubang PDE, Ny. Nonce Amalo-Tokan, Kasubag Kepegawaian dan Umum, Ros Chandra, Kasubag Keuangan, Jhon Laimeheriwa serta Kasubag lainnya masih terus berlanjut ke Danau Oenunu, Kecamatan Molo Utara.