Rocky Gerung
Soroti Majunya Gibran & Bobby, Putra dan Menantu Jokowi, Rocky Gerung Lontarkan Komentar Pedas
Akademisi Rocky Gerung menyoroti majunya Gibran dan Bobby Nasution adalah bagian dari rencana Jokowi.
POS-KUPANG.COM - Pengamat Rocky Gerung menyoroti majunya putra sulung serta menantu orang nomor satu di Indonesia ke Pilkada 2020 sebagai ambisi dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Seperti diketahui, putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka diusung oleh PDIP untuk maju dalam pencalonan Wali Kota Solo Desember mendatang.
Sementara menantu Jokowi, Bobby Nasution diusung Partai Gerindra untuk maju dalam pilkada Medan memperebutkan kursi Wali Kota.
Akademisi Rocky Gerung menyoroti majunya Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution adalah bagian dari rencana Jokowi.
Rocky menyebut Jokowi sengaja mengorbankan keluarganya agar duduk di kursi pemerintahan.
• Rocky Gerung Tuntut Copot Menteri Nadiem Dicopot, Ada Apa?
"Kalau dalam agama (Islam) kemarin kan Hari Raya Kurban ya. Dalam tradisi agama, ayah mengorbankan anaknya karena perintah Tuhan."
"Nah di sini ayah mengorbankan anaknya karena perintah dirinya sendiri," kata Rocky Gerung.
"Jadi ambisi si ayahnya lah yang sangat mungkin mengorbankan anaknya di Solo dan menantunya di Medan. Bukan karena perintah Tuhan," lanjutnya.

Rocky pun mencoba mengurai pola perpolitikan yang terjadi di Indonesia saat ini.
Menurutnya, orang yang saat ini duduk di kursi keprisedanan tak paham dengan maksud demokrasi.
"Kita masuk ke dalam perhubungan nasib demokrasi. Jelas presiden Jokowi tiba ketika Indonesia sudah menjalankan demokrasi, yaitu kompetisi," ujar Rocky Gerung.
"Tapi presiden, stafnya, buzzernya, purnakawannya terus menyuarakan bahwa ini kompetisi," katanya.
Alih-alih bebas berkompetisi, kata Rocky Gerung, demokrasi lebih mengedepankan untuk jangan menghalangi kompetisi bebas, dan bukan malah melibatkan kekuasaan di dalamnya.
"Prinsip demokrasi itu jangan halangi kompetisi bebas, bukan bebas berkompetisi. Menghalangi kompetisi dengan kekuasaan itu bertentangan dengan demokrasi," tegas Rocky Gerung.
Tak tanggung-tanggung, Rocky Gerung menyebut Istana buta dengan pemahaman demokrasi.
"Terus menerus diucapkan di talkshow kan ini kompetisi. Kacau karena kehilangan akal untuk membenarkan sesuatu di depan mata kalau itu salah," tegasnya.
Pria yang dikenal vokal mengkritisi pemerintahan ini menyebut, tindakan-tindakan Jokowi saat ini sedang menenggelamkan demokrasi itu sendiri.
"Bangsa ini sedang ditenggelamkan oleh Presiden Jokowi dalam hal demokrasi. Udahlah kalau tenggelam secara ekonomi karena salah kebijakan."
"Ada faktor yang tidak dihitung, force major. Covid tidak terduga. Tetapi demokrasi harus dihitung dengan menyediakan wahana demokrasi. sekarang wahana itu dia tutup," papar Rocky Gerung.
Diberitakan sebelumnya, majunya Gibran Rakabuming Raka digaungkan sebagai upaya Jokowi dalam membangun Dinasti Politik.
Melansir Kompas.com, pendapat itu dikemukakan oleh pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin.
"Bisa dikatakan Jokowi sedang membangun dinasti politik. Mungkin mumpung sedang jadi Presiden, sedang punya kekuasaan, akhirnya dorong anaknya jadi wali kota," kata Ujang kepada Kompas.com, Sabtu (18/7/2020).
Saat dikonfirmasi oleh wartawan, Gibran Rakabuming menegaskan bahwa pencalonannya tak berkaitan dengan dinasti politik.
Menurutnya, publik memeiliki hak penuh untuk memilih atau tidak memilih dirinya.
"Jadi ya saya kan ikut kontestasi bisa menang bisa kalah, bisa dicoblos atau tidak, tidak diwajibkan memilih saya, bisa dipilih bisa tidak."
"Ini kan kontestasi bukan penunjukkan jadi yang disebut dinasti politik itu dimananya?" ungkap Gibran beberapa waktu lalu, dikutip dari Kompas.com.
Komentar Pedas
Pengamat Politik Rocky Gerung tak henti-hentinya melayangkan kritik pedas ke Presiden Jokowi.
Kali ini kritiknya berkaitan dengan langkah politik orang 01 Indonesia itu.
Anaknya, Gibran Rakabuming Raka maju calon Wali Kota Solo 2020. "Otak Kosong vs Kotak Kosong," pernyataan Rocky yang sempat keluar.
Diketahui, PDIP mengusung putra sulung Presiden itu. Gibran akan dipasangkan dengan Teguh Prakoso
Majunya Gibran dalam gelaran Pilkada Solo ternyata menuai reaksi dari akademisi Rocky Gerung.
Rocky Gerung melalui unggahan di kanal YouTubenya mengatakan, jika melawan kotak kosong, Gibran tidak akan kalah seperti yang terjadi di Makassar Sulawesi Selatan.
• China - India Memanas, China Kerahkan Puluhan Ribu Tentara di Perbatasan, Siap Perang?
"Politik Solo akan berupaya untuk menghindari itu. Artinya kemungkinan untuk dikalahkan kotak kosong akan tertutup. Jadi akan dicari cara supaya kotak kosong juga dikalahkan," kata Rocky Gerung, dilansir dari Tribun Palu.
"Jadi meme sekarang kalau kotak kosong yang kalah, di Solo yang menang apa? Otak kosong? Jadi otak kosong versus kotak kosong," tukasnya.
Rocky Gerung dalam kesempatan yang sama, menggambarkan kondisi pencalonan Gibran bagaikan anak dan busur panah.
Busur panahnya yakni Presiden Jokowi. Sementara anak panahnya, Gibran.
Menurut Rocky, anak panah itu bisa menjadi anak panah kehidupan, atau malah anak panah kekuasaan.
"Saya enggak tahu Gibran yang hari ini dipercakapkan orang, apakah ayahnya juga memaksudkan dia sebagai anak panah kehidupan atau anak panah kekuasaan," ujar Rocky Gerung.
Melihat situasi saat ini, Rocky Gerung menuding Jokowi menggunakan anak panahnya untuk kekuasaan, yang tak lain merupakan bentuk dari nepotisme.
"Kalau dia anak panah kehidupan, maka ada wisdom, yaitu sang ayah pasti mengarahkan anak panahnya supaya menjadi contoh di masa depan, menjadi contoh dari berhentinya nepotisme," jelas Rocky Gerung.
"Tetapi justru sang ayah menjadikan anak panahnya itu contoh buruk dari nepotisme," sambungnya.
Karena Gibran merupakan anak kandung dari Jokowi sendiri, Rocky mengatakan majunya Gibran di Pilkada 2020 sebagai contoh dari nepotisme paling buruk.
"Jadi bukan nepos lagi, ini sudah sonsisme, putraisme, dan itu bagian paling buruk dari demokrasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Rocky menyebut Jokowi jauh lebih buruk dari rezim Soeharto yang menganut sistem otoriter.
"Dulu Pak Harto angkat Mbak Tutut, kita semua protes waktu itu. Tapi akhirnya kita mengerti karena saat itu sistemnya otoriter. Pak harto kita nilai lebih fair untuk kuasai infrastruktur politik tak ada oposisi," katanya.
Rocky Gerung bahkan mengatakan Jokowi jauh lebih otoriter ketimbang presiden kedua Republik Indonesia itu.
"Kalau dibandingkan, ya lebih otoriter Jokowi sebenarnya. Dalam sistem demokrasi terang benderang, Jokowi bermain di air keruh, mencari keuntungan dari jabatan politik. Sebut saja lebih totaliter dari sistem Orde Baru," ungkap Rocky. ( POS-KUPANG.COM )