Kebijakan Baru Wali Kota Surabaya Risma Tekan Virus Corona Menuai Kritik, Ini Kelemahannya
Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma pun baru saja menerbitkan aturan wajib rapid test bagi pekerja dari luar Kota Pahwalan.
Kebijakan Baru Wali Kota Surabaya Risma Tekan Virus Corona Menuai Kritik, Ini Kelemahannya
POS-KUPANG.COM, SURABAYA - Kebijakan Baru Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma menekan penyebaran virus corona di Kota Pahlawan menuai kritik karena dinilai memberatkan buruh dan tidak efektif.
Surabaya menjadi daerah di Jawa Timur dengan angka kasus Covid-19 tertinggi.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma pun baru saja menerbitkan aturan wajib rapid test bagi pekerja dari luar Kota Pahwalan.
Meski demikian, kebijakan Risma ini dinilai tak efektif dan justru menyulitkan perekonomian buruh.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menilai syarat rapid test bagi pekerja luar daerah yang bekerja di Surabaya memberatkan buruh dan masyarakat.
Kebijakan ini diatur dalam Pasal 12 Ayat (2) huruf f dan Pasal 24 Ayat (2) huruf e Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi covid-19 di Surabaya.
Direktur LBH Surabaya Wachid Habibullah mengatakan, kebijakan tersebut hanya menyuburkan komersialisasi, lantaran hasil rapid test dinilai kurang akurat untuk menentukan seseorang bebas dari covid-19.
Meski bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan covid-18 di Surabaya, aturan ini sangat memberatkan pekerja, terutama buruh dengan penghasilan rendah.
"Meskipun tujuannya untuk melakukan screening, belum tentu dikatakan aman dari covid-19.
Kebijakan tersebut dirasa berat bagi buruh dan masyarakat," kata Wachid, saat dihubungi, Senin (20/7/2020).
Dalam perwali itu, Pemkot Surabaya meminta rapid test dilakukan secara berkala.
Artinya, pekerja luar daerah diwajibkan melakukan rapid test setiap 14 hari dan hasilnya harus dinyatakan non reaktif untuk bisa masuk ke Surabaya.
Padahal, hasil rapid test ini tidak akurat dan terdapat kesimpangsiuran mengenai harga pemeriksaan tes cepat itu.
"Hak atas informasi masyarakat terlanggar karena adanya kesimpangsiuran mengenai harga yang diterapkan untuk melakukan rapid test.
Tidak hanya rumah sakit, namun beberapa oknum yang memanfatkan keadaan untuk menyelengarakan rapid test dengan harga yang tidak wajar," ujar dia.
Wachid juga mengkritik kebijakan pembatasan jam malam karena dinilai tidak terlalu berdampak terhadap penurunan laju penyebaran covid-19 di Surabaya.
Pemberlakuan jam malam, kata Wachid, akan berpotensi melanggar hak, terutama bagi pedagang kecil dan pekerja informal yang sedang mencari penghidupan untuk kebutuhan sehari-hari saat malam hari.
Selain itu, dasar hukum yang dipakai dalam penerapan jam malam tidak jelas karena membatasi mobilisasi aktivias masyarakat layaknya penerapan PSBB.
Adanya pembatasan jam malam, jika merujuk dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2019 tentang Kekarantinaan Kesehatan beserta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB), terdapat persyaratan untuk menerapkan pembatasan mobilitas masyarakat.
Yakni adanya penetapan kementerian kesehatan untuk menerapkan PSBB bagi wilayah yang mengajukan PSBB.
"Sedangkan Surabaya tidak menerapkan PSBB," kata dia.
Di sisi lain, ketentuan pemberlakuan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dalam Perwali ini dinilai tidak sah karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundangan yang mengatur perundang-undangan yang dapat memuat sanksi hanya UU, Perppu dan Perda.
"Sehingga produk hukum Perwali tidak bisa memuat sanksi.
Karena pada hakikatnya pemberlakuan sanksi adalah pengurangan hak masyarakat, maka harus diatur ketentuan yang melibatkan masyarakat, dalam hal ini DPRD sebagaimana tertuang dalam Perda," tutur dia.
Wachid menilai, kebijakan dalam Perwali tersebut membuktikan jika Pemkot Surabaya tidak mampu menangani Pandemi covid-19 di Surabaya.
Pemkot juga dianggap tidak mampu menjamin hak atas kesehatan masyarakat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, Wachid meminta Pemkot Surabaya mencabut Perwali Nomor 33 Tahun 2020 karena merugikan buruh dan masyarakat.
Di sisi lain, Pemkot Surabaya harus menjamin hak atas kesehatan masyarakat dengan tidak membuat kebijakan yang menyusahkan dan merugikan buruh dan masyarakat.
Selain itu, tidak memberlakukan sanksi dalam Perwali Nomor 33 Tahun 2020 karena kebijakan mengenai sanksi itu tidak tepat diatur dalam Perwali.
"Kami meminta hentikan kewajiban penggunaan rapid test covid-19 ataupun kebijakan dalam pencegahan covid-19 yang merugikan bagi pekerja atau masyarakat," kata Wachid.
Update Kasus Virus Corona di Kota Surabaya
Kasus positif virus corona di Kota Surabaya hingga Senin (20/7/2020) menembus angka 7685 orang.
Jumlah tersebutb bertambah 99 kasus terhitung pada Sabtu (18/7/2020) hingga Minggu (19/7/2020).
Sementara untuk update data Senin (20/7/2020) baru akan dirilis sore nanti.
Jumlah pasien sembuh virus corona di Kota Surabaya hari ini juga bertambah 48 orang, totalnya kini menjadi 4284.
Pasien meninggal di Kota Surabaya hari ini bertambah 9 orang, sehingga totalnya 689 pasien dinyatakan meninggal dunia karena COVID-19.
Melansir dari laman yang sama, untuk update virus corona di Jatim juga menunjukkan kenaikan di beberapa wilayah.
Update virus corona di Jatim hari ini bertambah cukup banyak yakni 463 kasus.
Sehingga, total jumlah kasus Virus Corona di Jatim saat ini mencapai 18129 kasus.
Jika dirinci, sebanyak 7727 pasien sedang menjalani masa perawatan, pasien sembuh saat ini menjadi 9342, sedangkan 1414 pasien dinyatakan meninggal dunia.
Penambahan 463 kasus virus corona di Jatim ini berasal dari wilayah:
+3 KAB. BANGKALAN,+1 KAB. BOJONEGORO,+31 KAB. GRESIK,+1 KAB. JEMBER,+18 KAB. JOMBANG,+1 KAB. KEDIRI,+1 KAB. LAMONGAN,+16 KAB. MAGETAN,+17 KAB.
MALANG,+5 KAB. NGANJUK,+2 KAB. PACITAN,+2 KAB. PAMEKASAN,+23 KAB. PASURUAN,+6 KAB. PONOROGO,+172 KAB. PROBOLINGGO,+60 KAB. SIDOARJO,+1 KOTA BATU,+1 KOTA PASURUAN,+3 KOTA PROBOLINGGO,+99 KOTA SURABAYA.
Pasien sembuh COVID-19 di Jawa Timur juga bertambah sebanyak 328 orang, yakni dari wilayah:
+6 KAB. BANGKALAN,+8 KAB. BOJONEGORO,+1 KAB. JEMBER,+17 KAB. JOMBANG,+1 KAB. KEDIRI,+5 KAB. MAGETAN,+22 KAB. MALANG,+12 KAB. NGANJUK,+15 KAB. PAMEKASAN,+7 KAB. PASURUAN,+13 KAB. PONOROGO,+130 KAB. PROBOLINGGO,+42 KAB. SIDOARJO,+1 KOTA BATU,+48 KOTA SURABAYA.
Sedangkan pasien yang meninggal karena COVID-19 di Jawa Timur hari ini berasal dari wilayah:
+1 KAB. BANGKALAN,+4 KAB. GRESIK,+1 KAB. JOMBANG,+2 KAB. MALANG,+2 KAB. NGANJUK,+1 KAB. PACITAN,+4 KAB. PASURUAN,+6 KAB. PROBOLINGGO,+2 KAB. SIDOARJO,+1 KOTA PASURUAN,+9 KOTA SURABAYA.
Berikut peta persebaran kasus virus corona atau COVID-19 di Jawa Timur hari ini, Senin 20 Juli 2020.
ITS Kembali Siapkan Rapid Test Gratis
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali memberikan layanan rapid test gratis bagi peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) pemegang Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K).
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITS, Prof Adi Supriyanto mengungkapkan layanan rapid test gratis bagi peserta UTBK Tahap II tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 20-24 Juli 2020 mulai pukul 07.30-12.00 di gedung Plasa dr Angka ITS.
“Layanan ini kami berikan untuk para peserta yang akan mengikuti UTBK pada tahap kedua sesuai syarat yang ditentukan,” tuturnya.
Lanjut Adi, dalam persiapan UTBK tahap kedua ini, ITS juga menyiapkan rapid test bagi panitia dan pengawas UTBK.
Pelaksanaan rapid test ini dilaksanakan mulai tanggal 17-22 Juli 2020 yang bertempat di gedung yang sama.
“Kurang lebih ada 40 panitia dan pengawas yang mengikuti rapid test untuk persiapan UTBK tahap kedua ini, dan kami sarankan untuk terakhir rapid test pada 19 Juli sebelum bertugas nantinya,” ujarnya.
Guru Besar Teknik Elektro ITS ini mengatakan, terdapat beberapa persiapan tambahan dari evaluasi UTBK tahap pertama kemarin.
Antara lain penambahan dan pengelolaan sampah medis, perbaikan stiker bagi peserta yang lolos check point, serta penyediaan sarung tangan dan masker bagi peserta yang tidak membawa.
"Hal ini sebetulnya hampir sama dengan tahap pertama kemarin, namun kami lakukan ini demi memberikan fasilitas yang terbaik untuk para peserta," ungkapnya.
Selain itu, Adi menambahkan, untuk UTBK tahap kedua ini ITS juga kembali melakukan sterilisasi ruangan tempat UTBK.
Hal tersebut dilakukan hampir setiap hari menjelang UTBK tahap kedua mulai Senin (20/7/2020). "Kami lakukan sterilisasi tersebut dalam tiga kali setiap harinya yakni pagi, siang, dan sore," paparnya.
Pada UTBK tahap kedua yang dilakukan ITS ini, menurut Adi, total terdapat 8.750 peserta.
Jumlah tersebut merupakan peserta limpahan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
"Jadi sebetulnya jika peserta dari ITS sendiri sudah selesai pada tahap satu saja, namun di tahap kedua ini adalah semua peserta limpahan dari Unesa," terangnya.
Adi menjelaskan, terdapat pula tambahan 116 peserta limpahan dari tahap pertama.
Para peserta tersebut meminta untuk proses relokasi dengan beberapa alasan di antaranya karena reaktif hasil rapid test, tidak adanya transportasi, dan tidak berani ke Surabaya sebab Surabaya termasuk zona merah.
"Sedang dari 116 peserta tersebut, 95 peserta dinyatakan reaktif di mana 66 di antaranya merupakan peserta reaktif asal Surabaya, sehingga dilimpahkan ke tahap kedua," ungkapnya.
Sekadar diketahui, para peserta yang reaktif pada UTBK tahap pertama langsung diserahkan kepada panitia pusat dan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pemerintah Kota Surabaya.
Untuk pelaksanaan UTBK tahap kedua, Adi berharap, para peserta dapat lebih mempersiapkan apa saja yang diperlukan sehingga tidak ada persyaratan yang terlupakan.
”Agar tidak terburu-buru seperti peserta tahap pertama dan memiliki waktu persiapan yang banyak, diharapkan peserta lebih tertib dan tidak ada yang ketinggalan seperti hasil rapid test dan protokol kesehatan yang dibutuhkan,” pesan Adi.
Dari sisi penyelenggaraannya, Adi berharap tidak ada lagi antrean panjang peserta dan masih banyaknya pengantar yang menunggu di kampus ITS.
Adi juga berpesan untuk para peserta UTBK agar tidak stres dan menjalani tes dengan santai serta menyiapkan yang terbaik.
“Jika (sekarang) badan terasa kurang enak, istirahat saja dulu supaya nanti saat mengikuti UTBK dalam keadaan sehat.
Sehingga kami selaku pelaksana UTBK dapat memberi fasilitas terbaik untuk para peserta yang ingin melanjutkan pendidikannya di PTN, tidak kehilangan hak dan kesempatannya,” pungkasnya.(*)
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Dinilai Beratkan Buruh dan Tak Efektif, Kebijakan Risma Tekan Virus Corona di Surabaya Ini Dikritik, https://kaltim.tribunnews.com/2020/07/20/dinilai-beratkan-buruh-dan-tak-efektif-kebijakan-risma-tekan-virus-corona-di-surabaya-ini-dikritik?page=all.