Opini Pos Kupang
Prasyarat Bagi Lahirnya Episentrum Baru Peradaban di NTT
Pemikiran Anggota DPR RI asal Desa Lamakera Solor NTT tentang pentingnya episentrum baru peradaban di NTT cukup menarik perhatian
Oleh : Umar Ibnu Alkhatab, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali
POS-KUPANG.COM - Pemikiran yang dilontarkan oleh DR. Ali Taher Parasong, Anggota DPR RI asal Desa Lamakera Solor NTT tentang pentingnya episentrum baru peradaban di NTT cukup menarik perhatian.
Dalam acara Halal Bihalal yang diselenggarakan warga Lamakera secara online melalui meeting zoom baru-baru ini, ia menyebutkan bahwa episentrum baru itu dibutuhkan untuk mendinamisir perubahan di NTT.
• SMPK SMPK Adisucipto Terima 128 Siswa Baru Sesuai Kapasitas Ruangan
Ia menaruh harapan bahwa dengan episentrum baru itu produktivitas sumber daya NTT akan lebih terasa dan karena itu kemajuan masyarakat dapat berjalan dengan lebih cepat. Kita patut mengapresiasi pemikiran yang visioner tersebut di tengah upaya kita untuk terus menerus mendorong kemajuan di NTT.
Tentunya, pemikiran semacam ini lahir dari rasa keprihatinan Ali Taher atas situasi kekinian di NTT yang sangat membutuhkan sentuhan buah pikiran dari manusia-manusia produktif. Ia berkeyakinan bahwa manusia produktif itulah yang mampu menginvestasikan segala kemampuannya untuk menumbuhkan optimisme di kalangan masyarakat.
• TRIBUN WIKI - Kolam Renang Matawai Obyek Wisata Terdekat di Kota Waingapu
Pertanyaan kita adalah, apa prasyarat penting bagi lahirnya sebuah episentrum baru peradaban tersebut? Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu melihat kembali apa yang sebetulnya dimaksudkan dengan peradaban itu.
Secara harfiah, peradaban berasal dari kata dasar adab yang berarti akhlak, kesopanan atau kehalusan berbudi pekerti. Dan dari sisi istilah, peradaban didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran manusia. Baik dari sisi harfiah maupun istilah, kita melihat bahwa peradaban memiliki titik tumpu pada manusia.
Artinya, melalui manusialah sebuah peradaban itu hidup dan berkembang. Manusialah yang mengupayakan peradaban itu hadir. Maka, kualitas sebuah peradaban sangat ditentukan oleh kualitas manusianya.
Dalam konteks itulah, maka prasayarat utama bagi lahirnya sebuah episentrum baru peradaban adalah bagaimana keadaan manusianya. Jika keadaan manusianya unggul, maka unggullah peradaban yang dihasilkannya.
Sebaliknya, jika manusianya tidak memiliki keunggulan, dapat dikatakan bahwa peradaban yang dihasilkannya tidak memiliki daya saing yang kuat, dan karena itu tidak mampu menjadi peradaban yang unggul di tengah pertarungan antar peradaban.
Manusia yang unggul, hemat kita, tentu lahir dari rahim masyarakat yang unggul pula. Masyarakat sebagai sekumpulan manusia harus memiliki kesadaran kolektif untuk menyiapkan lahan yang subur bagi tumbuhnya manusia-manusia unggul.
Lahan subur yang dimaksud adalah sebuah ruang publik tempat di mana individu/manusia di dalam masyarakat itu mengembangkan dirinya secara maksimal dalam semua aspek kehidupannya.
Individu-individu atau manusia-manusia itu dapat melakukan kegiatannya secara leluasa. Mereka dapat menyalurkan pendapat dan pikiran secara terbuka dan dialektis dengan berbagai bentuk dan cara.
Dengan demikian, ruang publik itu, yang di dalamnya segala pikiran bertemu dan berdialektika, akan menghasilkan sebuah kebudayaan yang pada akhirnya melahirkan sebuah peradaban yang unggul.
Kita patut mencontohi masyarakat Jepang saat mereka menyebutkan bahwa manusia-manusia unggul adalah masa depan Jepang. Karena itu mereka menyiapkan manusia-manusia Jepang secara bersungguh-sungguh. Di samping menyiapkan ruang publik yang dialektis, mereka juga mendidik manusianya dengan penuh tanggungjawab.
Bagi masyarakat Jepang, mendidik manusianya adalah sesuatu yang mutlak bagi mereka. Melalui didikan yang bagus, anak-anak Jepang tumbuh menjadi manusia yang beradab. Dari situlah, peradaban Jepang yang unggul bisa lahir.
Sebagai pemikiran yang visioner tentu saja masih bersifat in potensia, masih berupa mimpi besar Ali Taher, yang harus diwujudkan in actu, dalam kenyataan. Guna mewujudkan mimpi besar tersebut diperlukan adanya upaya kolektif yang disebut pembangunan.
Dengan kata lain, fungsi utama pembangunan adalah untuk mewujudkan wadah berupa ruang publik di mana manusia-manusia NTT bisa mentransformasikan dirinya menjadi manusia-manusia yang unggul.
Bagaimanapun juga, sebuah peradaban bukanlah sebuah keadaan, tetapi sebuah gerakan, sebuah kemauan, sebuah usaha kolektif yang melibatkan semua pihak di dalam masyarakat itu. Keterlibatan semua pihak itu guna menumbuhkan sense of belonging terhadap mimpi besar itu.
Tanpa keterlibatan semua pihak, mimpi besar itu hanya menjadi sebuah utopia. Kita tidak ingin bahwa mimpi besar Ali Taher hanya sekedar utopia. Apalagi jalan ke arah mewujudkan episentrum baru peradaban di NTT itu telah sedang dikerjakan oleh Ali Taher.
Ali Taher dengan getol sedang membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur pendidikan di Solor sebagai prasyarat penting bagi tumbuh dan lahirnya episentrum baru peradaban itu.
Kita meyakini bahwa dengan manusia yang unggul, ruang publik yang dialektis, partisipasi para pihak, dan infrastruktur pendidikan yang memadai adalah prasyarat penting bagi lahirnya gagasan besar itu.
Hemat penulis, dari beberapa prasyarat di atas, pendidikan memainkan peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, fokus pada peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan menjadi pilihan yang strategis, di samping melengkapinya dengan tenaga kependidikan dan non-kependidikan yang memiliki integritas tinggi.
Tenaga yang beritegritas itulah yang melahirkan manusia-manusia unggul yang kelak menjadi mesin penggerak bagi munculnya peradaban baru itu. Episentrum peradaban baru bukan sesuatu yang instan apalagi spontan.
Melainkan sesuatu yang diupayakan dengan kemauan yang tinggi dan butuh proses yang panjang serta bertalian erat dengan sejarah perjalanan sebuah masyarakat.
Masyarakat NTT punya kapasitas untuk melahirkan episentrum peradaban baru. Sudah banyak tokoh penting yang lahir dari rahim NTT. Hanya saja, geografi NTT yang berbentuk kepulauan menyebabkan peradaban NTT banyak ragamnya dan masing-masing tidak berupaya untuk saling mengungguli.
Dan memang tidak perlu saling mengungguli karena peradaban bertumpu pada kompleksitas yang dihadapi oleh masing-masing masyarakat, dan karena itu bersifat relatif. Oleh karena itu episentrum baru peradaban lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk melahirkan capaian-capaian pembangunan, yang dengan capaian itu bisa mengangkat derajat sebuah masyarakat.
Masyarakat yang berhasil entas dari keterbelakangan dan mampu menghasilkan capaian pembangunan akan menjadi pusat peradaban baru yang maju. Kita berharap, mimpi Ali Taher bisa in actu sehingga kita bisa melihat di mana letak episentrum peradaban itu.
Akhirnya, dengan melihat prasyarat yang ada, kita yakin bahwa episentrum baru peradaban di NTT, seagaimana yang dicita-citakan oleh Ali Taher, akan bisa ditemukan. Tetapi patut diingat bahwa tidaklah mungkin kita bisa memutus mata rantai kesejarahan manusiawi saat kita membangun peradaban baru.
Artinya peradaban itu bersifat dinamis, berkesinambungan dan saling berhubungan. Perdaban baru bukan berasal dari ruang yang kosong. Wallahu a'alamu bish-shawab..(*)