Renungan Harian Katolik
Menggapai Hati Tuhan
St. Agustinus mengatakan, hanya ada tiga syarat untuk menggapai hati Allah: rendah hati, rendah hati dan rendah hati.
Renungan Harian Katolik, Senin 6 Juli 2020
Menggapai Hati Tuhan
Oleh: RD. Frid Tnopo
POS-KUPANG.COM - Pernah ada seorang bertanya kepada saya, apakah Tuhan punya hati? Kalau Tuhan punya hati mengapa ada penyakit dan kematian?
Pertanyaan ini tentu bukan pertanyaan iseng. Bukan juga pertanyaan nakal. Tapi ini pertanyaan yang meskipun aneh tetapi serius.
Saya lalu bertanya kepadanya: kamu punya hati? Ada…..,jawabnya. Kalau Tuhan tidak punya hati harusnya kamu pun tidak punya hati….hahhahha. otamatis Tuhan punya hati dan hati-Nya amat sangat lapang. Itulah sebabnya Ia dinamakan Tuhan Maha Cinta.
Sesungguhhnya pertanyaan teman itu mewakili hasrat seluruh umat manusia. Dan demi hasrat itu, seharusnya pertanyaan kita adalah: bagaimana kita menggapai hati Tuhan?
Ada dua hal yang menjadi hasrat manusia yakni hidup dan sehat. Hidup itu milik Tuhan. Sehat itu dijaminkan oleh Tuhan. Jika manusia meminta dan mendapatkan keduanya, itulah rahmat. Tetapi ada ongkos untuk rahmat. Apa itu? Kerendahan hati. Inilah syarat untuk menggapai hati Tuhan.
Tentang kerendahan hati itu, model atau caranya ditunjukkan oleh dua orang dalam kisah Injil hari ini.
Pertama, oleh kepala rumah ibadat: “Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia hidup” (Mat, 9:18).
Kedua, oleh seorang perempuan yang sudah 12 tahun sakit pendarahan: “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh” (Mat, 9:21).
Dan alhasil, ungkapan kerendahan hati kedua orang itu sejurus menggapai hati Tuhan dan berbuah rahmat. Hidup dan sembuh kembali.
Dari kenyataan ini kita tahu bahwa hasrat manusia niscaya berbarengan dengan kerendahan hati, bukan keangkuhan. Kerendahan hati itulah yang mendatangkan rahmat. Orang yang rendah hati Tuhan selalu ada di hatinya dan hati Tuhan selalu ada untuknya. Orang yang rendah hati akan selalu percaya kepada Tuhannya tanpa ragu. Ia beriman.
Sebaliknya orang sombong dan angkuh akan selalu memposisikan dirinya sempurna adanya. Ia tidak merasa berkekurangan bahkan selalu menganggap diri lebih.
Kalaupun ia kurang, sebabnya akan selalu dilemparkan kepada pihak lain. Segala yang ada padanya melampaui segala-galanya lantas mengesampingkan posisi Tuhan.